Sidang KIP TPF Munir Detik

Jakarta – Sidang sengketa informasi di Komisi Informasi Pusat (KIP) memenangkan gugatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Dalam putusannya, Sekretariat Negara diminta untuk membuka dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) pembunuhan Munir Said Thalib.

Majelis hakim yang diketuai oleh Evy Trisulo memutuskan hasil investigasi TPF pembunuhan Munir merupakan dokumen yang bisa diakses publik. Berikut pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara dengan nomor register 025/IV/KIP-PS-2016 itu.

Sekretariat Negara (Setneg) merupakan lembaga publik yang dilindungi konstitusi dn dibiayai anggaran negara. Sesuai dengan UU Keterbukaan Informasi pasal 7 ayat 2 dan 4 lembaga publik wajib menyediakan informasi publik yang akurat, benar dan tidak menyesatkan. Dalam pasal itu juga diatur mengenai badan publik wajib menginfokan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap orang atas hak setiap orang atas informasi publik.

“Majelis berpendapat bahwa ketidaktersediaan informasi TPF kasus Munir tidak melepaskan kewajiban termohon untuk menyediakan informasi publik yang akurat, benar dan tidak menyesatkan dan mengumumkan informasi berupa pernyataan, keterangan dan gagasan dan tanda- tanda yang mengandung nilai dan pesan. Baik dari data atau fakta yang penjelasannya bisa dilihat, didengar dan dibaca yang bisa diakses dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik maupun non elektronik terhadap sengketa a quo,” kata Evy saat persidangan di Gedung PPI, Jakarta Pusat, Senin (10/10/2016).

Terkait sengketa informasi publik, majelis hakim menilai pembentukan TPF dilindungi oleh konstitusi. Hal ini dibuktikan dengan ditekennya Keputusan Presiden no 111 tahun 2004.

“Hal ini dibuktikan dengan adanya kepres selaku kepala pemerintahan sebagaimana tertuang dalam kepres 111 tahun 2004. Menimbang bahwa diterbitkannya kepres tersebut, majelis berpendapat kebijakan kepala pemerintahan yang memiliki dampak keadilan dan kepentingan publik maka kepres a quo bagian dari kebijakan publik yang wajib diketahui publik. Sebagaimana diatur dalam pasal 3 huruf a UU KIP,” tambahnya.

Adanya Kepres tersebut menunjukkan dibentuknya TPF pembunuhan Munir sebagai bagian dari kebijakan publik yang dikeluarkan oleh presiden. Oleh karenanya majelis hakim menimbang ada kerugian yang dialami publik jika hasil investigasi TPF kasus Munir tidak diumumkan.

“Majelis berpendapat bahwa ketentuan yang termaktub dalam kebijakan publik yang dimaksud tidak diketahui oleh publik maka akan ada kerugian yang dialami publik yaitu tidak terpenuhinya hak publik untuk mengetahui proses dan alasan pengambilan keputusan publik sebagaimana diatur pasal 3 UU KIP,” beber Evy.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dan fakta persidangan sesuai UU KIP, lembaga negara wajib menyediakan informasi publik yang akurat dan tidak menyesatkan dan ada sanksi yang harus dijalankan bila lembaga negara tidak melaksanakan kewajibannya.

Dalih pihak Setneg yang tidak menyimpan dokumen hasil investigasi TPF pun dipatahkan karena sebagai lembaga publik Setneg harus terbuka. Pihak Setneg pun diwajibkan harus membuka informasi kepada publik.

“Menimbang fakta persidangan termohon tidak menguasai dan memiliki informasi terkait hasil TPF kasus Munir.bahwa PPID Kemensetneg wajib mengumumkan seluruh informasi publik termasuk pernyataan termohon termasuk anggapan atas sengketa a quo terhadap publik,” jelasnya.

Berdasarkan pertimbangan inilah majelis hakim kemudian memutuskan bahwa hasil TPF pembunuhan Munir adalah informasi yang wajib diumumkan untuk publik. Dengan keputusan ini Setneg wajib mengumumkan informasi tersebut melalui media elektronik maupun non elektronik yang dikelola termohon.

“Memerintahkan kepada termohon untuk menjalankan sesuai UU KIP berkekuatan hukum tetap,” tukas Evy.

Sumber: Detik.com