Jakarta – Majelis Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) menggelar sidang putusan sengketa informasi tentang laporan resmi hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan pegiat HAM Munir, Senin (10/10/2016). Sidang yang berlangsung di Ruang Sidang KIP, Jakarta Pusat, mempertemukan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), selaku pemohon, dengan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) RI, selaku pihak termohon.

Dalam putusan Majelis Komisioner yang dipimpin Evy Trisulo, KIP menyatakan, informasi yang dimohon oleh pemohon (KontraS), yakni hasil resmi penyeledikan TPF Kasus Meninggalnya Munir, adalah informasi yang wajib diumumkan kepada publik. Oleh karena itu, KIP memerintahkan kepada termohon (Kemensetneg) untuk mengumumkan informasi tersebut.

“Hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta kasus meninggalnya Munir sebagaimana tercantum dalam penetapan kesembilan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 111 tahun 2004 tentang Pembentukan Tim pencari fakta kasus meninggalnya Munir adalah informasi yang wajib diumumkan untuk publik,” ucap Evy membacakan amar putusan.

Menanggapi hal itu, Koordinator KontraS Haris Azhar mengatakan, tidak ada yang berlebihan dalam Putusan KIP tersebut. “Karena memang sudah ditegaskan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 111 tahun 2004 sudah dijelakan bahwa (laporan TPF) itu diserahkan kepada Presiden dan diumumkan kepada publik, dan itu belum dilakukan sampai dengan hari ini,” terang Haris.

Terkait dengan Sekretariat Negara, ia menyatakan, lembaga tersebut memunyai tugas untuk mengelola semua hasil informasi, administrasi, serta kerja-kerja kepresidenan. “Keputusan KIP ini menegaskan bahwa ada satu hal besar yang belum dikerjakan. Jadi dalam waktu sesegera mungkin Putusan KIP oleh Majelis Komisioner yang dinyatakan dalam 3×24 jam mudah-mudahan dapat kita dapatkan segera (hasil laporan TPF),” kata Haris.

Ia menambahkan, jika pada waktu yang telah ditentukan pemerintah belum mengumumkan laporan TPF tersebut, ia akan menagihnya ke Sekretariat Negara. “Kita akan datang ramai-ramai ke Setneg untuk menagih atau meminta laporan akhir tim pencari fakta pembunuhan Munir,” ujarnya.

Demikian halnya Suciwati, istri almarhum Munir, berharap pemerintah segera mengumumkan laporan TPF untuk kemudian ditindaklanjuti. “Sebetulnya ini hal yang sudah lama dan nggak perlu ke KIP. Tapi inilah proses di Indonesia untuk pencarian keadilan butuh waktu cukup lama. Dan karena hasilnya adalah memenangkan, meminta untuk diumumkan, ya itu harus dilakukan segera. Pemerintah, Presiden, tidak harus kita minta tapi segera mengumumkannya,” papar Suciwati.

Lebih lanjut, Haris menerangkan, dari publikasi hasil TPF dapat diketahui gambaran serta bukti-bukti pelanggaran, baik secara administratif keperdataan maupun pidana, serta seberapa luas level pertanggungjawabannya.

“Putusan ini sudah jelas tegas. Kita mau lihat di laporan tersebut dugaan-dugaan jelas siapa secara definitif yang patut dimintai pertanggungjawaban. Kenapa hanya Polycarpus? Padahal Polycarpus itu ada atasan-atasannya yang belum tuntas diungkapkan hingga hari ini,” paparnya.

Namun Haris mengingatkan, dibukanya laporan TPF ke publik ini baru satu tahap saja. “Masih banyak tahapan lain yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk menyelesaikan kasus pembunuhan Munir,” tandas Haris.

Menurutnya, jika pasca Putusan KIP ini hasil TPF tidak juga diumumkan, maka pemerintahan hari ini adalah pemerintahan yang supportif terhadap pembunuhan Munir. “Sudah 11 tahun lebih. Makin lama pemerintahan hari ini menunda, mereka seakan menikmati pembunuhan Munir,” kata Haris.

Untuk diketahui, KontraS bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Suciwati mendaftarkan sengketa informasi kepada KIP, pada 27 April 2016, setelah permohonan informasi yang mereka ajukan kepada Presiden RI melalui Kemensetneg tentang Laporan TPF Munir ditolak. Penolakan tersebut didasari alasan bahwa Kemensetneg tidak menguasai informasi yang dimaksud. Selain itu, Kemensetneg juga menyatakan tidak mengetahui keberadaan dan lembaga negara yang menimpan dokuman laporan TPF Munir.

Selelah enam kali persidangan, Majelis KIP akhirnya menggelar putusan yang pada intinya mengabulkan permohonan KontraS dan LBH Jakarta dengan memerintahkan Pemerintah RI untuk mengumumkan dokumen TPF Munir.  (BOW)