icel

KebebasanInformasi.org – Tidak terbukanya akses informasi, menambah pelik berbagai persoalan yang melanda di sektor kehutanan. Padahal tata kelola hutan yang baik ditandai dengan partisipasi masyarakat yang substansial dan signifikan dari proses perencanaan sampai pengawasan. Sedangkan partisipasi masyarakat tidak banyak berarti tanpa jaminan keterbukaan informasi publik.

Astrid Debora dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), menilai Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), belum siap untuk terbuka. “Saya melihat dari pihak pemerintahnya belum siap,” ujar Astrid, di Jakarta, Minggu (23/10).

“Bukan hanya masalah apakah informasi ini bisa dibuka atau tidak. Beberapa kasus, misalnya, sengketa di Komisi Informasi (KI), teman-teman meminta dokumen izin, itu kan dokumen terbuka. Terus pas dikonfirmasi ke KLHK, alasan mereka tidak menguasainya karena sekarang pasca UU Pemda, kewenangannya tidak dari pusat tapi di pemberi izin, yakni di Provinsi/Kabupaten,” paparnya.

Setelah penelusuran lebih lanjut, ternyata bukan hanya dokumen yang berada di penguasaan Provinsi/Kabupaten, tapi juga infomrasi yang seharusnya KLHK miliki tidak ada lantaran Provinsi/Kabupaten tidak menyampaikan laporan. “Jadi lebih banyak ke persoalan pedokumentasian sih kalau saya lihat di kasus belakangan ini,” tegas Astrid.

Ia menegaskan, semestinya pemerintah pusat tegas terhadap pemerintah daerah untuk menjalankan apa yang sudah menjadi kewajibannya. “Pusat harusnya bisa memberikan penegasan, entah sanksi atau apa ketika tidak menerima dokumen, tidak diam saja,” tutur Astrid.

Ia berharap pemerintah pusat tidak pasif hanya menerima saja, tanpa ada tindak lanjut jika daerah tidak memberikan laporannya. “Misalnya pemerintah harus menerima laporan pemantuan dari perusahaan. Itu harusnya diterima PPID Lingkungan enam bulan sekali. Ketika Kementerian tidak menerima itu, harusnya ada tindak lanjut. Hal itu kan yang selama ini menjadi alasan kenapa mereka tidak memiliki informasinya,” tambahnya.

Pada akhirnya, masyarakatlah yang dirugikan akibat ketidaksiapan untuk terbuka atas akses informasi publik dan buruknya pendokumentasian di KLHK ini. Masyarakat tidak bisa memperoleh sesuatu yang menjadi haknya, yang telah dijamin oleh UU.

“UU jelas mengatakan kalau informasi tentang izin, regulasi, kebijakan-kebijakan terkait dengan misalnya sengketa lahan, siapa pemilik, bagaimana komunikasi dengan masyarakat, seharusnya itu ada regulasinya. Kalau itu tidak siap terdokumentasikan dengan baik, masyarakat tidak bisa memperoleh haknya, yang harusnya sudah dijamin oleh UU,” kata Astrid.

“Padahal seharusnya masyarakat punya hak untuk terlibat dalam membuat kebijakan yang berdampak kepada masyarakat itu sendiri kan. Pada akhirnya kita tidak punya kesempatan untuk itu,” tegasnya. (BOW)