Mahkamah Konstitusi Kebebasan Informasi

Jakarta – Uji materi terkait perpanjangan masa jabatan hakim Mahkamah Konstitusi (MK), yang dimohonkan oleh Center for Strategic Studies University of Indonesia (CSS UI), dinilai sangat janggal. Terlebih prosesnya yang begitu cepat, jika hal itu dibandingkan dengan uji materi yang lain di MK. Saat ini proses uji materi sudah ditahap akhir, yakni Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). Fadli membandingkan uji materi ini sangat kontras permohonan uji materi yang lain.

Hal itu diungkapkan Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil. Ia menduga, uji materi ini sangat sarat kepentingan.

“Ini sangat cepat. Hal itu menimbulkan kecurigaan. Permohonannya CSS UI tersebut baru diregistrasi 1 September 2016. Kemudian di awal Oktober itu sudah persidangan ketiga. Lalu di pertengahan November itu sudah selesai, enggak sampai tiga bulan sidangnya,” kata Fadli di gedung MK, Jakarta, Senin (28/11/2016).

Atas kejanggalan itu, Fadli menduga adanya kepentingan tertentu, yang bisa jadi berasal dari MK sendiri, dalam perkara ini.

“Kami menduga ada kepentingan. Enggak tahu, apa mungkin saja MK punya kepentingan ini, kami menduganya demikian,”

“Menurut kami, ini aneh. Tiba-tiba muncul gugatan ini dan ini sudah kesekian kalinya,” ujarnya.

Menurut Fadli, meskipun tidak ada aturan yang mengharuskan MK menyelesaikan sidang sesuai urutan masuknya pengajuan uji materi, namun sedianya MK bisa memilih gugatan-gugatan yang sifatnya lebih substansial.

Ia membandingkan cepatnya proses uji materi masa jabatan hakim MK ini dengan gugatan uji materi mengenai keterbukaan informasi terkait mekanisme pemilihan Komisioner Informasi (KI) di daerah dan pusat yang diajukan oleh tiga lembaga sosial masyarakat (LSM) pada awal Oktober 2016 lalu. Tiga LSM itu ialah Yayasan Penguatan Partisipasi Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika), Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro), dan Perludem.

“Sudah dua bulan lebih, tidak ada lagi kabar persidangannya setelah sidang kedua. Padahal hal itu sangat penting, 33 provinsi akan melalukan rekrutmen pada komisioner KI. Nah ini (uji materi masa jabatan hakim MK) apa kepentingan cepatnya, kenapa diputus cepat?,” Kata Fadli.

Ia menambahkan, permohonan uji materi masa jabatan hakim MK ini  menimbulkan keresahan di internal hakim MK itu sendiri. Sebab terdapat asas umum dalam dunia hukum yang menyebutkan bahwa seorang hakim tidak boleh mengadili persoalan atas dirinya sendiri sebagaimana ungkapan “nemo judex in causa sua“.

“Kondisi saat ini yang terjadi, MK memutus perkara dengan kepentingan. Bahkan bukan kepentingan institusi, tapi kepentingan personal hakim yang  sedang menjabat,” ujarnya.

Uji materi mengenai perpanjangan masa jabatan hakim MK diajukan oleh dua pihak. Pertama, Hakim Binsar Gultom dan Lilik Mulyadi dengan nomor perkara 53/PUU-XIV/2016. Kemudian, uji materi nomor perkara 73/PUU-XIV/2016 yang diajukan oleh Centre of Strategic Studies University of Indonesia (CSS UI).

Binsar dan Lilik, dalam permohonannya, meminta MK agar masa jabatan hakim MK disamakan dengan hakim MA, yaitu hingga berusia 70 tahun. Sementara CSS UI memohon jabatan hakim MK tidak dibatasi dengan periodesasi, yang dapat ditafsirkan bahwa jabatan hakim MK adalah seumur hidup. (BOW)