Lembar Jawab Komputer dan Hasil Seleksi CPNS Merupakan Informasi Terbuka

Pernyataan Sikap

Koalisi Masyarakat Sipil

Freedom of Information Network Indonesia (FOINI)

Jakarta, Jumat 19 Februari 2016

 

“Lembar Jawab Komputer dan Hasil Seleksi CPNS Merupakan Informasi Terbuka”

 Salah satu permasalahan seleksi CPNS adalah perihal transparansi hasil tes. Hal ini sebagaimana terjadi di Pemerintah Kota Medan, dimana 17 peserta ujian CPNS menggugat pengumuman hasil ujian CPNS Kota Medan tahun 2011. Komisi Informasi Pusat kemudian memutuskan bahwa daftar rangking para peserta yang lulus, salinan lembar jawaban komputer yang identitas peserta sudah dihitamkan dapat diberikan kepada pemohon informasi.

Kasus lainnya adalah antara Gede Kamajaya melawan Universitas Pendidikan Ganesha Bali. Dalam kasus ini Gede Kamajaya meminta kepada Rektor Universitas Pendidikan Ganesha Bali terkait informasi lembar kerja asli tes tertulis pada saat mengikuti TKB, soal ujian, nilai tes unjuk kerja maupun tes tulis dan cara menghitungnya. Terhadap kasus ini, Komisi Informasi Provinsi Bali memutuskan bahwa informasi yang diminta Gede Kamajaya merupakan informasi yang terbuka untuk bisa diakses oleh publik. Atas putusan Komisi Informasi Bali Universitas Pendidikan Ganesha mengajukan banding ke PTUN Denpasar. PTUN Bali memutuskan berbeda dengan putusan Komisi Informasi Bali, yaitu informasi mengenai lembar kerja tes tertulis TKB, nilai tes unjuk kerja maupun tes tulis TKB dan cara menghitungnya merupakan informasi terbuka dan wajib diberikan kepada Gede Kamajaya. Sedangkan informasi mengenai soal seleksi dan kunci jawaban diputuskan sebagai informasi yang dikecualikan dengan kata lain putusan Komisi Informasi Bali dikabulkan sebagian. Kasus ini tengah diajukan kasasi di Mahkamah Agung oleh pihak Universitas Pendidikan Ganesha.

Koalisi Freedom of Information Network Indonesia (FOINI) menilai bahwa penting untuk mendorong keterbukaan dan akuntabilitas dalam seleksi CPNS yang meliputi pengumuman, proses, dan hasil seleksi. Sengketa informasi terkait dengan hasil CPNS sebagaimana terjadi di Bali dan Medan harus menjadi refleksi bersama. FOINI memandang bahwa lembar jawaban tertulis peserta dan hasil nilainya wajib dibuka kepada publik. Namun demikian identitas peserta (seperti: nama, nomor ujian, dan tanggal lahir) wajib dihitamkan. Publikasi dokumen dengan penghitaman informasi pribadi tidak bertentangan dengan Pasal 17 huruf h UU KIP.

Untuk itu, koalisi FOINI menghimbau:

  1. Mahkamah Agung sebagai lembaga pengadil tertinggi untuk mendukung transparansi dan akuntabilitas seleksi CPNS.
  2. Penyelenggara seleksi CPNS untuk mendukung transparansi dan akuntabilitas seleksi CPNS, dan mematuhi putusan Komisi Informasi, pengadilan, dan Mahkamah Agung untuk membuka kepada publik mengenai lembar jawaban tertulis peserta dan hasil nilainya.
  3. Meninjau kembali/merevisi Permendikbud No. 50 Tahun 2011 Tentang Layanan Informasi Publik di Lingkungan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan karena ada beberapa pasal yang kontradiktif dengan Undang-Undang No 14 Tahun 208 Tentang Informasi Publik.

Tertanda Anggota FOINI:

IPC, PATTIRO, ICW, Media-Link, ICEL, PWYP Indonesia, SEKNAS FITRA, IBC, Perkumpulan Inisiaitif Bandung, PERLUDEM, TI-Indonesia, YAPPIKA, Artikel 33, Perkumpulan IDEA Yogyakarta, FITRA Riau, KOAK Lampung, PUSAKO Univ. Andalas, PATTIRO Semarang, KRKP Blitar, Sloka Institute Bali, SOMASI NTB, GEMAWAN, Jari Kalimantan Tengah, LPI PBJ Banjar Baru, KOPEL Makassar, Tifa Damai, SKPKC Papua, Serikat Buruh Migran Indonesia, KH2 Institute, PIAR NTT, PATTIRO Serang, MaTa Aceh.

Kontak:

  1. Desiana Samosir: 0813 6928 1962
  2. Dessy Eko Prayitno: 0815 9086 006
  3. Bejo Untung : 0817 6030 417
KPU Susun Roadmap Transparansi Pemilu

KPU Susun Roadmap Transparansi Pemilu

DSC_1484Bogor (19/2) – Pelembagaan keterbukaan informasi pada penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) membutuhkan langkah-langkah yang tersusun dan terencana dengan target yang terukur setiap tahunnya. Oleh karena itu, KPU menyusun roadmap transparansi KPU 2016 – 2017. Dalam roadmap tersebut, KPU membagi dalam tiga tahapan: penerapan UU KIP, digitalisasi data dan pelaksanaan open data.

“Ini merupakan bagian dari komitmen keterbukaan KPU. Kita melihat antusiasme publik cukup tinggi untuk memanfaatkan informasi pada pemilu 2014 dan pilkada 2015 lalu. Kita juga perlu menyesuaikan dengan perkembangan jaman dan perkembangan open data,” kata Roby Leo, Kepala Bagian Publikasi, Sosialisasi dan Informasi Pemilu KPU RI.

Proses penyusunan ini merupakan kerjasama antara KPU dengan Indonesian Parliamentary Center (IPC). Arbain, Kepala Divisi Informasi dan Kampanye IPC menyampaikan bahwa roadmap KPU merupakan bentuk respon terhadap kebutuhan publik dan hak publik terhadap informasi pemilu. “Kita berharap penyelenggaraan pemilu yang lebih transparan, akuntabel dan memenuhi hak warga negara,” katanya.

Implementasi UU KIP ditargetkan sebagai landasan yang kokoh dalam menerapkan transparansi. KPU setidaknya sudah mampu memilah antara informasi terbuka dan informasi yang dikecualikan, mempunyai perangkat atau infrastruktur untuk melaksanakan keterbukaan dan juga SDM yang mumpuni.

Setelah dinilai cukup kokoh, langkah berikutnya adalah mendorong digitalisasi data. “Digitalisasi tak hanya sekedar memindahkan dari hard file ke soft file, namun lebih dari itu digitalisasi dimaksudkan untuk mengikuti perkembangan teknologi informasi terkini, supaya bisa dibaca mesin dan formatnya terbuka,” kata Arbain.

Jika langkah digitalisasi sudah dilalui, maka KPU dengan mantap akan melaksanakan open data pada 2018 nanti.

Roadmap yang sudah disusun ini, akan disampaikan kepada pimpinan KPU untuk dijadikan paduan bagi jajaran Sekretariat Jenderal KPU dalam menyusun program kerja. []

Belum Membentuk Komisi Informasi,  Komitmen Transparansi Enam Provinsi Dipertanyakan

Belum Membentuk Komisi Informasi, Komitmen Transparansi Enam Provinsi Dipertanyakan

Audiensi KI Feb 2016

Jakarta – Enam provinsi hingga saat ini belum membentuk Komisi Informasi. Padahal, dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi (UU KIP) menyebutkan bahwa Komisi Informasi Provinsi harus sudah dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak diberlakukannya UU tersebut. Tahun 2012 seharusnya KI sudah terbentuk di seluruh Provinsi. Anggota Koalisi Freedom of Information Network (FoINI), Desiana Samosir mengatakan, pengabaian ini dapat menjadi indikator tidak seriusnya pemerintah provinsi tersebut untuk membangun pemerintahan yang transparan.

Menurut dia, seharusnya seluruh provinsi sudah membentuk Komisi Informasi, pada April 2012, mengingat UU KIP sendiri telah diberlakukan sejak April 2010. “Untuk provinsi baru, seperti Kalimantan Utara, yang baru dimekarkan pada April 2013 lalu, jangan diam aja. Pemerintahnya perlu segera berkoordinasi dengan DPRD setempat untuk membahas persiapan pembentukan Komisi Informasi. Setidaknya butuh waktu 6 bulan,” tegasnya.

Seperti diketahui, hingga Januari 2015 lalu, selain Kalimantan Utara, provinsi lain yang belum membentuk Komisi Informasi, yaitu: Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Papua Barat, Provinsi Maluku Utara, Provinsi Sulawesi Barat, dan Provinsi Sulawesi Tenggara.

Pergantian KI Provinsi periode kedua juga dinilai bermasalah oleh FoINI. Seperti KI Provinsi Gorontalo yang diangkat kembali tanpa melalui proses seleksi. Di sejumlah Provinsi, proses seleksi KI tidak mengikuti pedoman seleksi yang dikeluarkan oleh KI Pusat. “Ini berbahaya bagi iklim keterbukaan informasi di Provinsi” kata Desi.

Saat ini ada 21 Komisi Informasi telah memasuki periode kedua. Sembilan diantaranya akan melakukan pergantian, pada tahun 2016, yaitu:

  1. Komisi Informasi Nusa Tenggara Barat
  2. Komisi Informasi DKI Jakarta
  3. Komisi Informasi Sulawesi Utara
  4. Komisi Informasi Kalimantan Timur
  5. Komisi Informasi Bali
  6. Komisi Informasi Nanggroe Aceh Darussalam
  7. Komisi Informasi Sumatera Utara
  8. Komisi Informasi Sulawesi Tengah
  9. Komisi Informasi Riau

Sementara itu, Koalisi FOINI diwakili IPC, ICEL dan PATTIRO, dalam sebuah pertemuan di Kantor Komisi Informasi Pusat, meminta KI Pusat agar lebih pro aktif mengingatkan Gubernur untuk menjalankan pergantian sesuai ketentuan UU KIP dan Surat Keputusan KI Pusat No. 1 Tahun 2010 tentang Pedoman Seleksi dan Penetapan Anggota KI Provinsi dan KI Kabupaten/Kota.

Selain itu, FoINI juga meminta agar seluruh tahapan dilakukan secara terbuka, partisipatif dan tepat waktu. KI Pusat mengapresiasi kepedulian Koalisi FOINI dapat berbagi peran dalam mengawal pergantian Komisi Informasi di daerah. [Desiana Samosir]

OGI Buka Ruang Aspirasi untuk Penyusunan Rencana Aksi 2016-2017

OGI Buka Ruang Aspirasi untuk Penyusunan Rencana Aksi 2016-2017

photo kick off OGI

Jakarta (03/12) -  Sekretariat Nasional Open Government Indonesia (Seknas OGI) mengundang masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam penyusunan Rencana Aksi OGI 2016-2017. “Ini adalah awal dari kerja panjang, bagaiman OGI kita reframe. Kita perlu serius. Penyusunan Renaksi harus melibatkan semuanya. Juga melibatkan publik. Keterlibatan publik jadi sangat penting,” kata Yanuar Nugroho, Deputi Kepala Staf Kepresidenan.

Yanuar menyampaikan bahwa proses penjaringan dilaksanakan secara offline dan online mulai tanggal 4 sampai dengan 13 Desember 2015. Secara aktif sekretariat mendatangi pemerintah daerah dan masyarakat di daerah untuk menjaring aspirasi. Desember ini, tiga daerah didatangi: Kabupaten Bojonegoro, Kota Makassar dan Provinsi Aceh. Daerah dipilih berdasarkan pada kriteria keterwakilan regional, keterwakilan tingkat pemerintahan, dinamika kolaborasi masayrakat dan pemerintah yang ringgi, dan komitmen kuat kepala daerah.

Secara online masyarakat dapat menyampaikan aspirasinya dengan mengunjungi website OGI. Masyarakat dapat menyampaikan aspirasinya dalam kerangka tujuh klaster isu: pelayanan publik, transparansi anggaran, penegakan hukum, lingkungan hidup dan sumber daya alam, keterbukaan parlemen, pembangunan desa, tata kelola data.

Hasil penjaringan aspirasi nantinya dikonsolidasikan oleh Seknas OGI yang didalamnya ada Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah serta mitra masyarakat sipil. Terdapat tiga kriteria utama dalam menyeleksi aspirasi: signifikan, realistis, dan berbasis aset. “Adanya kriteria ini untuk mengantisipasi membludaknya aspirasi, sementara kita harus membuat prioritas. Kita juga akan mengupdate perkembangan terkini sepanjang proses penyusunan Renaksi,” jelas Mujtaba Hamdi dari Medialink.

Inisiatif penjaringan aspirasi ini menjadi sejarah baru bagi OGI. ” Ini baru dan baik sekali. Saya sangat bersuka hati dan bergembira kita memulai sesuatu niat baik dan direncanakan serta disampaikan secara terbuka sehingga menjadi pemikiran bersama,” kata Sugeng Bahagjo dari International NGO Forum for Indonesia Development (INFID).

Menurut Sugeng, pelembagaan partisipasi menjadi langkah penting untuk pembangunan yang lebih inklusif. OGI menganut prinsip co-creation dalam penyusunan rencana kerjanya. Artinya, rencana kerja diputuskan bersama antara pemerintah dan masyarakat sipil secara luas. Proses penjaringannya terbuka dan dapat diawasi.[]

FOINI Gugat Gubernur Gorontalo ke PTUN Terkait Pengangkatan KI Gorontalo

FOINI Gugat Gubernur Gorontalo ke PTUN Terkait Pengangkatan KI Gorontalo

PTUN

Jakarta – (19/11) Jaringan Masyarakat Sipil untuk Keterbukaan Informasi (Freedom of Information Network Indonesia – FOINI) mengajukan Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Manado menyusul diterbitkannya Surat Keputusan Gubernur Gorontalo No. 323/11/VIII/2015 tentang Pengangkatan Kembali Komisi Informasi Gorontalo Periode 2015-2019. Gugatan diajukan pada 9 November 2015.

Dalam gugatan tersebut FOINI memohon kepada  PTUN Manado untuk menghukum Pemerintah Provinsi Gorontalo agar mencabut SK dan melaksanakan seleksi ulang KI Provinsi Gorontalo.

Pemprov Gorontalo dinilai telah melanggar Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32, UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), yaitu tidak melaksanakan seleksi anggota KI. Keempat pasal tersebut harus dibaca dalam satu kesatuan. Tidak bisa hanya aturan pengangkatan saja yang dipakai (pasal 33 -red), sementara aturan seleksinya tidak diikuti. Apalagi, SK Gubernur Gorontalo berlaku surut.

Oleh pembuat undang-undang, pasal 33 itu dimaksudkan untuk membatasi masa jabatan anggota KI. “Akhirnya disetujui bahwa masa jabatan anggota Komisi Informasi adalah 4 tahun dengan alasan agar tidak sama dengan masa jabatan presiden yakni 5 tahun” tulis Tim Anotasi UU KIP terbitan Komisi Informasi (2009).

“Bagi anggota komisi yang hendak diangkat kembali, sesuai dengan Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32 UU KIP, maka ia juga harus mengikuti tata cara rekrutmen dengan ketentuan yang ada sebagaimana calon lainnya,” jelas Tim Anotasi dalam bagian tanggapan.

Desiana Samosir, Koordinator FOINI menyampaikan bahwa dua tahun belakangan ini ada upaya sistematis dari anggota KI Provinsi petahan untuk memperpanjang masa jabatannya tanpa melalui proses seleksi. Upaya tersebut muncul dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KI pada  September 2014 di Mataram. Salah satu kesepakatannya berbunyi “Menerima rancangan Perki Pedoman Pelaksanaan Seleksi dan Penetapan Anggota Komisi Informasi dengan memperhatikan masukkan tentang juklak dan juknis anggota Komisi Informasi Incumbent.

Frasa “memperhatikan masukkan tentang juklak dan juknis anggota Komisi Informasi Incumbent,” oleh mayoritas Komisi anggota KI Provinsi dimaknai sebagai hak Komisi Informasi untuk dapat diangkat kembali tanpa proses seleksi.

“Ini preseden buruk bagi perkembangan keterbukaan informasi publik. Pelayanan informasi di Provinsi terancam terganggu,” kata Desi.

Oleh karena itu, FOINI bergerak untuk memperbaiki kondisi ini. Sebelumnya, FOINI telah mengirimkan surat notifikasi  ke Gubernur Gorontalo, DPRD Gorontalo dan KI Pusat. FOINI meminta kepada para pihak tersebut untuk melaksanakan perannya masing-masing dalam seleksi KI Provinsi Gorontalo. []