Korupsi Dana BOS, Kepsek SMPN 1 Lausa Nisel Divonis 2,5 Tahun Penjara

Korupsi Dana BOS, Kepsek SMPN 1 Lausa Nisel Divonis 2,5 Tahun Penjara

Siwaris Budi Kepala Sekolah (Kepsek) SMP Negeri 1 Lausa Kabupaten Nias Selatan (Nisel), divonis bersalah selama 2 tahun 6 bulan (2,5 tahun)penjara, karena melakukan tindak pidana korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di sekolahnya senilai Rp301.371.500, di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (11/12/2013).

Selain kurungan badan, Majelis Hakim yang diketuai Lebanus Sinurat juga memerintahkan terdakwa membayar denda Rp50 juta subsider 1 bulan kurungan. Tambahan biaya lain pun juga dikenakan kepada Siwaris Budi dengan membayar uang pengganti Rp138.877.500.

“Dengan ketentuan  apabila 1 bulan setelah hasil putusan tetap pengadilan, tidak sanggup membayar maka harta benda disita untuk menutupi kerugian negara. Dan jika harta benda tidak mencukupi maka di penjara selama 3 bulan,”ucap hakim Lebanus yang beranggotakan majelis hakim Agus Setiawan dan Achmad Drajat.

Dalam amar putusannya, menilai terdakwa Siwaris Budi bersalah melanggar pasal 3 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Disebutkan Majelis Hakim, terdakwa sebagai Kepala Sekolah yang diangkat Bupati, dana bantuan tersebut telah melakukan penyimpangan dana bos. Dimana terdakwa dengan wakil kepala sekolah, staff dan guru di SMPN 1 Lausa tidak ada kesepakatan bersama, yang saat itu menjadi peserta rapat.

Kemudian, dalam mengelola dana bos terdakwa tidak transparan kepala Wakil kepala sekolah serta staff dan guru-guru lainnya. Adanya manipulasi data dalam setiap pembelian barang yang tidak melibatkan Kepala Tata Usaha sebagai ketua panitia barang.

Pembelaan terdakwa yang mengatakan tidak ada melakukan pembelanjaan fiktif serta mark-up merupakan akal-akalannya karena  tidak melibatkan wakil kepala sekolah, staff serta guru-guru sekolah tersebut serta keterangan terdakwa yang tidak jujur.

Menurut majelis hakim dana Bos tersebut yang tidak dapat dipertanggungjawabkan menurut BPKP tidak sesuai. Dalam amar putusan tersebut majelis menilai perbuatan terdakwa yang merugikan negara sebesar Rp138.877.500.

Vonis itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Edi Tarigan yang menuntut terdakwa Siwaris Budi selama 6,5 tahun penjara denda Rp50 juta subsider 3 bulan. Serta meminta majelis hakim memberikan pidana tambahan dengan membayar uang pengganti senilai Rp301.371.500 subsider 3 tahun 3 bulan penjara.

Jaksa pun saat itu, menyatakan terdakwa Siwaris Budi bersalah melanggar pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Mendengar putusan majelis hakim, terdakwa yang memakai kemeja berwarna kuning tersebut, mengaku menerima putusan tersebut. Sedangkan JPU mengatakan pikir-pikir.

Diketahui, dalam dakwaan jaksa sebelumnya bahwa  terdakwa selaku pengelola dana BOS yang diterima SMPN 1 Lausa menggunakan sebagian dana BOS tahun 2010-2012 tidak sesuai peruntukkannya. Dana BOS SMPN 1 Lausa yang diselewengkan terdakwa mulai Triwulan IV tahun 2010 sampai Triwulan I tahun 2012 senilai Rp301.371.500 dari total dana BOS yang diterima dalam periode itu senilai Rp800 juta lebih. Sebagian dana BOS yang tidak disalurkan terdakwa itu diduga digunakan terdakwa untuk kepentingan pribadinya.

Sumber : starberita.com

ICW: Korupsi Pendidikan Capai Rp619,0 M di 2003-2013

ICW: Korupsi Pendidikan Capai Rp619,0 M di 2003-2013

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat selama kurun waktu 2003-2013, sebanyak 296 kasus korupsi pendidikan dengan indikasi kerugian negara sebesar Rp619,0 miliar telah ditangani oleh pihak Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Divisi Pengawasan dan Monitoring ICW Febri Hendri mengatakan, dari jumlah tersebut, secara data tidak ada tren peningkatan tindak pidana korupsi setiap tahunnya di dunia pendidikan.

Namun, meskipun data menunjukkan tidak pernah ada tren kenaikan jumlah tindak pidana korupsi setiap tahunnya di dunia pendidikan. Namun tren indikasi kerugian yang diderita oleh negara justru mengalami kenaikan yang luar biasa.

Di 2003 dan 2012 misalnya, jumlah kasus yang terjadi setiap tahunnya hanya delapan kasus. Namun ICW mencatat kerugian yang dialami negara mencapai Rp19,0 miliar di 2003 dan Rp99,2 miliar di 2013.

“Kesimpulan, meskipun jumlah kasus korupsi pendidikan tidak mengalami peningkatan, namun kerugian yang diderita oleh negara selalu meningkat signifikan setiap tahunnya,” papar Febri saat konferensi pers di Solo, Jawa Tengah, Minggu (8/12/2013).

Dari penelusuran ICW, Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan sektor primadona yang paling sering dikorupsi dengan jumlah kasus sebanyak 84 kasus. Dari jumlah tersebut, ungkap Febri, kerugian yang dialami negara terbesar Rp265,1 miliar.

Selain dana DAK yang sering menjadi langganan korupsi di kalangan Pendidikan, dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) menempati posisi terbanyak kedua dengan jumlah kasus sebanyak 48 kasus. Berbeda dengan DAK, kerugian negara dari tindak pidana korupsi dana BOS terlalu kecil, sehingga tidak masuk 10 besar. Termasuk juga kasus korupsi sarana prasarana (Sarpars) di Perguruan Tinggi hanya terjadi sembilan kasus tindak pidana korupsi, namun kerugian negara mencapai Rp57,7 miliar.

“Penggelapan adalah modus korupsi yang paling sering digunakan dengan jumlah 106 kasus dan indikasi kerugian negara sebesar Rp248,5 miliar. Penggelapan sering digunakan untuk menyelewengkan dana BOS dan DAK. Hampir 50 persen dari kasus dengan modus penggelapan terjadi pada dana BOS dan DAK. Dua dana ini merupakan dana yang mudah diselewengkan dengan cara penggelapan,” jelasnya.

Febri menambahkan dalam data yang dihimpun ICW, Dinas Pendidikan merupakan tempat terjadinya korupsi paling banyak terjadi dengan jumlah kasus sebanyak 151 kasus. Dari jumlah tersebut indikasi kerugian negara paling besar Rp356,5 miliar.

Yang menarik, dari tindak pidana korupsi di dunia pendidikan, baik di Kemendikbud maupun di perguruan Tinggi, ungkap Febri, setiap tahunnya jumlah kasus tidak pernah mengalami peningkatan, Namun, kerugian yang diderita negara luar biasa cukup besar.

Seperti halnya Provinsi Jabar meskipun provinsi paling banyak terjadi korupsi pendidikan yaitu 33 kasus namun kerugian negara tidak terbanyak, yaitu Rp22,7 miliar. Berbeda dengan provinsi yang dipimpin oleh Ratu Atut, Banten. Pada 2008, kasus korupsi di Provinsi Banten sebanyak 72 kasus dengan kerugian negara mencapai Rp143,7 miliar. Kerugian negara terbanyak ada pada 2012 dengan jumlah Rp207,5 miliar.

“Untuk 2013, meskipun baru 16 kasus yang ditangani, namun kerugian negaranya sudah mencapai Rp121,2 miliar,” pungkasnya. (ade)

Sumber: http://kampus.okezone.com/read/2013/12/08/373/909104/icw-korupsi-pendidikan-capai-rp619-0-m-di-2003-2013

Uji Akses YSKK Di 222 Sekolah: Dana BOS Sulit Diakses Warga

Uji Akses YSKK Di 222 Sekolah: Dana BOS Sulit Diakses Warga

Sekolah dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota sangat tertutup pada masyarakat yang ingin mendapatkan informasi pengelolaan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Informasi yang disediakan sekolah maupun Dinas hanya bersifat umum atau rekapitulasi, sehingga sulit dinilai akuntabilitasnya. Demikian temuan Yayasan Satu Karsa Karya Solo dan jaringan organisasi masyarakat sipil (OMS).

Temuan tersebut berdasarkan uji akses informasi publik di 21 Kabupaten/Kota pada 8 Provinsi (Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, D.I.Aceh, Banten).Uji akses yang berlangsung pada Oktober hingga November 2013 ini ditujukan pada 222 sekolah (110 SD dan 112 SLTP) dengan melibatkan 21 organisasi masyarakat sipil sebagai pendamping warga dalam memohon informasi.

Tujuan uji akses ini untuk mengetahui sejauhmana tingkat respon sekolah terhadap permintaan informasi (dokumen) pengelolaan dana BOS, yaitu: (1) Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) tahun 2012 dan rincian rencana penggunaannya. Formulir BOS-K1 dan K2. (2) Surat Pertanggungjawaban (SPJ) Dana BOS dan bukti pendukungnya (kwitansi) tahun 2012. Formulir BOS K3, K4, K5, K6 dan K7.

Kegiatan tersebut bagian dari agenda Pengawasan Program BOS Berbasis Masyarakat yang diinisiasi oleh YSKK bersama OMS, sebagai inisiatif awal untuk mendorong pengawasan pada program dan anggaran pendidikan lainnya oleh masyarakat. Sebagai informasi,  YSKK merupakan lembaga swadaya masyarakat yang dibentuk pada 12 Mei 2001 di Surakarta – Jawa Tengah, oleh sekelompok pegiat pemberdayaan masyarakat.

 

Hakim PN Batam Kuatkan Putusan Komisi Informasi Kepri

Hakim PN Batam Kuatkan Putusan Komisi Informasi Kepri

Sidang_Putusan_UPB

Perjuangan mahasiswa Universitas Putra Batam (UPB) yang menuntut hak keterbukaan informasi mendapatkan titik terang karena hakim Pengadilan Negeri Batam memutuskan untuk menguatkan putusan Komisi Informasi (KI) Kepri dan menolak seluruh permohonan pemohon keberatan pada Kamis (21/11/2013).

Di persidangan, Majelis Hakim yang dipimpin oleh Merrywati, Budiman Sitorus dan Arif saat pembacaan putusan mengatakan bahwa berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung RI nomor 02 tahun 2011 bahwa persidangan digelar secara sederhana sehingga tidak melakukan pemeriksaan saksi-saksi seperti yang diajukan oleh pemohon.

Hakim hanya memeriksa berkas-berkas dan jawaban tertulis dari pemohon dan termohon dalam tempo yang selama 60 hari seperti tercantum dalam Perma tersebut.

“Majelis Hakim memutuskan untuk menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya, Menguatkan putusan Komisi Informasi Provinsi Kepri No 003/VII/KI-Kepri-PS/2013 dan membebankan biaya perkara kepada pemohon,” tegas Merrywati dan menutup persidangan.

Sementara itu, Nampat Silangit, kuasa hukum termohon usai persidangan mengatakan bahwa hakim memutuskan perkara tersebut sudah sesuai dengan Perma 02 tahun 2011. Atas putusan Majelis hakim tersebut, pihaknya akan menunggu selama 14 hari apakah pihak UPB akan melakukan upaya banding atau tidak.

“Kita lihat dalam 14 hari ini, apakah mereka kasasi atau tidak. Kalau mereka tidak mengajukan kasasi berarti sudah incrach atau berkekuatan hukum tetap,” terangnya.

Apabila telah berkekuatan hukum tetap, maka pihak yang akan melakukan eksekusi atas putusan KI maupun di tingkat banding adalah PN Batam.

“Kalau incracht, kita tinggal tunggu tindak lanjut dari Komnas HAM karena UPB dengan seenak hati telah menskorsing dan mengeluarkan surat DO kepada kita,” tegasnya.

Adapun putusan KI pada Jumat (2/8/2013), antara lain mengabulkan permohonan mahasiswa Universitas Putra Batam atas sengketa informasi publik almamaternya.

Berdasarkan surat putusan 003/VII/KI-Kepri-PS/2013, pemohon, Nampak Silangit, Sahat Maruli Sianturi, Dong Maria Hasiana, dan Febry Andrean Amoga berhak mendapatkan informasi atas permohonan yang sempat ditolak oleh universitas. Sebab, KIP Kepri menilai informasi tersebut merupakan informasi publik yang wajib dibuka kepada pemohon.

Sidang yang dipimpin oleh Majelis Komisioner yakni Arifuddin Jalil, S.Ag, ketua sidang dan  H. Budi Sufiyanto, A.Md serta James F Pappilaya, SH sebagai anggota, memutuskan permohonan para pemohon dikabulkan. Serta, menetapkan bahwa salinan lembar jawaban ujian semester 5 (lima), dan salinan lembar soal ujian tegah semester 5 (lima) wajib diberikan oleh Universitas Putra Batam.

Informasi tentang lembar soal dan jawaban pada semester lima tersebut, dengan mata kuliah, yakni

1. Hukum Pidana Ekonomi dengan dosen Drs. M Ukas Ibrahim, SH, MH.
2. Hukum Pemerintahan Pusat dengan dosen Agus Rianto, SH.
3. Hukum Lingkungan dengan dosen Neri Aslina, SH.I, M.Ag
4. Hukum Perbankan dengan dosen Nur Afni, SH, M.Pd.
5. Hukum Perusahaan dengan dosen Herti Saraswati, SH, MH.
6. Perencanaan Kontrak dengan dosen Neri Aslina, SH.I, M.Ag.
7. Perencangan Perundang-Undangan dengan dosen Ferdinal Martin, SH.
8. Metodologi Penelitian dengan dosen Gokbin Sihombing, S.Sos

“Ini adalah informasi publik yang wajib dibuka kepada para pemohon,”kata Ketua Majelis.

Sementara itu, dalam kasus yang sama, KIP Kepri juga mengabulkan permohonan yang diajukan Pirman Pirdo Saragih, Hendriyadi, dan Mustaufiq sesuai dengan putusan nomor 004/VII/KI-Kepri-PS/2013.

Informasi yang wajib dibukan oleh Universitas Putra Batam kepada para pemohon untuk soal dan lembar jawaban semester lima dengan mata kaliah yakni :
1. Hukum Pemerintahan Pusat dengan dosen Agus Rianto, SH.
2. Hukum Lingkungan dengan dosen Neri Aslina, SH.I, M.Ag.
3. Hukum Perbankan dengan dosen Nur Afni, SH, M.Pd.
4. Perancangan Perundang-undangan dengam dosen Ferdinal Martin, SH.
5. Metodologi Penelitian dengan dosen Gokbin Sihombing.

Arifuddin Jalil, mengatakan untuk putusan nomor 003/VII/KI-Kepri-PS/2013, KIP Kepri memerintahkan termohon untuk memberikan salinan permohonan yang diminta oleh para pemohon dalam tenggang waktu empat belas (14) hari kerja sejak salinan putusan diterima oleh termohon.

Sementara untuk putusan 004/VII/KI-Kepri-PS/2013, KIP Kepri memerintahkan termohon untuk memberikan salinan permohonan yang diminta oleh para pemohon dalam tenggang waktu empat belas (10) hari kerja sejak salinan putusan diterima oleh termohon.

sumber: batamtoday.com

Guru-Guru Pun Belajar UU Keterbukaan Informasi Publik

Guru-Guru Pun Belajar UU Keterbukaan Informasi Publik

Ada Kepala Sekolah Dasar yang mendadak sakit, karena gugup saat dimintai informasi soal dana Bos. Ini bukan kisah fiktif. Apalagi setelah dia tahu, bahwa di UU No. 14 Tahun 2008, menyertakan ancaman pidana. Cerita ini terjadi di Serang, Banten, dua bulan lalu. Masih di tempat yang sama, 50 lebih Kepala SD yang resah, karena akan disengketakan di Komisi Informasi. Lagi-lagi soal dana Bos.  Mereka pun tak berani hadir dalam mediasi sengketa informasi.

Nah, ini tidak ada hubungannya dengan cerita di atas. Tapi, tentu mereka selangkah lebih maju. Ya, sebanyak 150 Kepala Sekolah (Kepsek) di lingkungan Sudin Dikdas dan Sudin Dikmen Jakarta Timur, mengikuti penyuluhan hukum, di Kantor Walikota Jakarta Timur, Rabu (13/11). Kegiatan yang diselenggarakan oleh Sekretariat Dewan Pengurus Korpri Jakarta Timur ini, dibuka Walikota Jakarta Timur H.R. Krisdianto. Kegitan ini diikuti para Kepala SD, SMP, SMA dan SMK di Jakarta Timur. Selain itu juga hadir para Kepala Seksi Dikdas dan Dikmen tingkat Kecamatan.

Salah satu materi yang disampaikan pada penyuluhan hukum ini terkait Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Dirinya mengatakan, para pendidik juga mempunyai kewajiban menyampaikan kepada masyarakat informasi-informasi publik yang harus mereka ketahui.  Untuk itu, seluruh institusi pemerintah dalam hal ini kalangan pendidikan (sekolah) harus dapat memilah, mana informasi yang bersifat publik dan mana yang bukan.

Walikota mengingatkan kurangnya pemahaman terhadap permintaan informasi publik, seringkali berujung menjadi sengketa yang justru menyita waktu, tenaga dan pikiran. Untuk itu perlu dicari cara penanganannya yang tersistem dan tidak menghambat layanan pendidikan.

Sebelumnya, Komisi Informasi Provinsi Banten, pernah menggelar sengketa informasi dimana pihak tergugatnya adalah Kepala SD. Sayangnya, mereka justru tidak hadir pada upaya peyelesaian sengketa ini. Komisi Informasi Provinsi Banten sendiri memutuskan bahwa dokumen Bos adalah informasi publik, sehingga harus dibuka.

Pidana Sengketa Informasi, Garda Banten-Disdik Kab.Serang Damai

Puluhan Kepsek Di Serang, Resah

Berjuang Untuk Nilai; Nilai Ujian & Nilai Transparansi

Berjuang Untuk Nilai; Nilai Ujian & Nilai Transparansi

Nampat Silangit, Mahasiswa UPB.

IMG_2612

Awal permasalahan yaitu tahun 2011, di awal perkuliahan di semester 5, UTS, kami mengalami perubahan sistem ujian dari tadinya secara manual essay test menjadi online. Sewaktu manual itu, ujian kami adalah essay test. tapi setelah online itu menjadi multiple choice. Saya tidak setuju dengan metode ujian secara multiple choice, karena saya adalah mahasiswa Fakultas Hukum (FH). Seharusnya tes di FH itu, bagaimana meneliti sebuah kasus dan penyelesaiannya, bukan diperlukan multiple choice, itu kurang cocok.

Dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang mempunyai wewenang untuk menguji setelah pemberi materi. Di dalam pasal 51 huruf (e) dan (f), disebutkan bahwa dosen diberi kuasa oleh UU untuk menilai serta memberi kelulusan. Setelah tahu itu saya pun komplain dan menghadap ke dosen. Dosen melanjutkan ke Kapolri dan kemudian Kapolri melanjutkan ke Wakil Rektor 1. Kasus ini ditanggapi. Saya disuruh memilih 2 model ujian, yaitu essay test dan multiple choice online.

Alasan Otonomi Kampus

Akhirnya, mahasiswa FH diberikan ujian secara essay test. Pada saat ujian, pengawas mengatakan kepada saya saat mengabsen, “Nampat Silangit, apapun hasil ujian kamu tidak akan ada artinya. “Wah jangan begitu Bu, tapi kalau mau begitu, silakanlah. Itu salah!” kata saya. Kami melanjutkan ujian. Pukul 14.00 WIB, hasil ujian keluar secara online. “Nilai saya jelek!” Saya print out, saya konfirmasi kepada dosen-dosen mata kuliah tersebut, apakah ini nilai mata kuliah saya?

Dosen bilang, “Kami belum pernah memberikan nilai kepada Anda dan sampai saat ini kami tidak pernah melihat lembar ujian dan lembar jawaban Anda.” Karena ini melanggar UU, Saya sarankan dosen tersebut ke Kapolri dan ke Rektor. Tapi Rektor mengatakan itu otonomi kampus.

Karena itu otonomi kampus, saya minta mimbar FH. Sebelum ke mimbar, saya pastikan lagi UU no. 14 tahun 2005 ini. Saya pun ke Kejari dan di arahkan ke 5 Jaksa. Jaksa di situ mengatakan, “Kami ini pembohong besar! Tidak ada satupun universitas dari Sabang sampai Merauke seperti itu. Bila yang kamu katakan benar, lapor ke kepolisian!”

Mimbar FH

Esok harinya, saya kembali ke kampus menghadiri mimbar FH, yang dihadiri Wakil Rektor I dari Universitas Putra Batam (UPB), dari STMI Pak Toni Wangra. Karena saya adalah wakil universitas, pada saat giliran Saya, Saya bertanya ke Pak Toni Wangra, “Maaf Pak, selama saya ketahui Rektor saya adalah Pak Adijoyo, jadi Bapak ini sebagai apa di kampus ini?” Beliau bilang “Saya ini Wakil Rektor 3 bidang IT.” Sementara di UPB itu tidak ada Wakil Rektor 3 dan saya sudah memfotokopi struktur organisasi UPB. Pak Toni mengatakan itu otonomi kampus. Bila tidak terima, saya dipersilakan melapor ke Kejaksaan, ke Polisi, dan akan ditunjukkan alamat-alamatnya.

Saya tahu bahwa universitas swasta itu di bawah oleh Kopertis, saya pun menghadap ke Kopertis wilayah 10 di Padang. Saya menghadap ke Direktur Bidang Kemahasiswaan. Saya diminta membuat pelaporan ini tertulis. Saya diminta berpikir lagi terhadap tindakan saya karena ini akan berbahaya untuk kampus.

Lalu saya kembali ke Batam dan saya persiapkan laporan tertulisnya. Tapi setelah saya buat laporan tertulisnya, tidak satupun surat laporan saya ditanggapi oleh Kopertis wilayah 10 Padang. Surat-surat tersebut memiliki nomor surat dan surat bukti tanda terima surat ada di saya.

Kemudian saya juga melapor ke Polda Kepri sebagaimana sudah dijelaskan proses hukumnya oleh Jaksa. Setelah melapor dan di-BAP, penyidik diarahkan ke Kompolres, unit 6 bagian Tipiter. Ketika saya datang, di-BAP, dan saya diminta untuk melengkapi alat bukti. Setelah saya lengkapi apa yang mereka minta, saya kemudian justru mulai dipersalahkan dan saya malah disuruh untuk mempersiapkan seluruh alat bukti.

Saya katakan bahwa UU memberikan wewenang kepada penyidik untuk bisa mengambil seluruh bukti ke kampus. Tapi saya katakan kalau memang demikian, saya siap, saya tahu jalur yang akan saya tempuh.

Menggunakan UU KIP

Oleh karena itu saya pakai UU 14 / 2008 dan saya ajukan permohonan ke UPB, 10 hari kemudian juga tidak ditanggapi, setelah itu saya ajukan keberatan dan 30 hari kemudian juga tdak ada tanggapan. lalu saya ajukan ke KI Kepri untuk proses penyelesaian sengketa informasi.

Hari pertama ajudikasi, pihak UPB tidak hadir, itu tanggal 18. Tanggal 19, saya disidang di UPB oleh beberapa Dekan dan Kapolri, saya di tanya dan tidak diberi kesempatan untuk membela diri. Tanggal 23 saya terima surat bahwa saya sudah di DO, jadi 3 mahasiswa di DO, dan 7 orang di skorsing selama 2 semester. Alasannya karena kami melanggar statuta UPB dan merongrong nama baik UPB.

Setelah itu berlanjut persidangan di KI, UPB tidak mengakui bahwa mereka badan publik. Mereka menyatakan tidak punya sengketa dengan saya. Setelah itu pembuktian berkas-berkas, KI Kepri membuat putusan yang memenangkan kami. Setelah 14 hari saya tunggu, tidak ada respon dari UPB, rupanya UPB banding ke PN.

Banding Ke PN

Hari pertama pemeriksaan berkas, hari kedua diarahkan ke mediasi 1, 2, 3. Saya bingung kenapa ada mediasi karena mediasi adanya di KI. Karena diulur-ulur, saya lalu menghadap ke Ketua Majelis.

Ketika itu KI Prov mengadakan seminar, pembicaranya dari Hakim Agung yaitu Bpk Supandi yang mempresentasikan tentang Peraturan MA dan saya mendapat pemahaman dari situ. Setelah itu saya menghadap ke Ketua Majelis, saya bilang bahwa saya sudah bertemu dengan Hakim Agung, Pak Supandi dan ini sudah tidak sesuai dengan Peraturan MA (PerMA), saya juga berikan fotokopiannya. Pada tanggal 7 sidang pembuktian, PerMA lagi-lagi tidak dipakai. Pembuktian dari UPB semua diterima, tetapi pembuktian dari saya tidak diterima padahal saya berikan putusan KI dan foto lembar ujian yang saya dapatkan dari Polisi.

Hakim mengatakan kepada saya, bukan ini, mana aslinya? Saya sudah bilang bahwa asli dan sudah dileges oleh PP KI, artinya ini sudah sama dengan aslinya. Tapi hakim tidak menerima itu dan bersikeras untuk saya memberikan aslinya. Saya katakan bila memang begitu, akan saya siapkan.

Saya kemudian telepon Pak Arifuddin Jalal, Komisioner KI Kepri. Beliau bilang, menurut PerMA, saya tidak ada wewenang untuk mengambil Surat Putusan KI yang asli di KI.

Tanggal 8 November, saya menghadap ke ketua PN. Saya bawa media 3 orang, dan ketua PN mengatakan kepada saya, apa masalah saya. Saya sampaikan ke dia dan rupanya ketua PN sudah mengetahui permasalahan saya. Setelah itu hakim mengatakan kepada saya, kita akan suruh PN untuk memintanya (surat putusan KI yang asli). Tapi saya bilang bahwa saya akan menindaklanjuti ini ke Komisi Yudisial (KY) atas PerMA yang sudah dilanggar.

Kini, saya butuh dukungan teman-teman FoI-NI. Dukungan inilah yang membuat saya bangkit lagi. Padahal, semula saya sempat ingin menyerah. Memperjuangkan nilai ujian sama beratnya dengan memperjuangkan nilai transparansi.

Dituturkan oleh Nampat Silangit, 12 November 2013