ANRI Tidak Berwenang Menafsirkan Keaslian Arsip

ANRI Tidak Berwenang Menafsirkan Keaslian Arsip

Diorama_Sejarah_Perjalanan_Bangsa_ANRI

KebebasanInformasi.org – Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Kabag Humas) Arsip Nasional Indonesia (ANRI), Gurandhika, menerangkan, lembaganya hanya berkewajiban mengelola dan menyimpan arsip yang memiliki nilai historis sesuai dengan standar dan prosedur kearsipan yang berlaku. Berkenaan dengan kebenaran isi atau subtansi dari arsip, ANRI tidak memiliki kewenangan untuk memberikan penafsiran.

“ANRI hanya bisa menentukan arsip itu asli atau palsu dengan melihat peraturan tata naskah dinasnya sesuai atau tidak kop suratnya, tandatangannya, rata kiri-rata kanan. Hanya itu. Mana yang asli atau palsu, ANRI bukan lembaga yang berwenang menafsirkannya,” ujar Gurandhika, di Jakarta, Kamis (19/10).

Ia menjelaskan, sifat arsip adalah demikian adanya. Hanya penciptanya, baik lembaga atau perorangan, yang tahu kebenarannya. Ia mengambil contoh akte kelahiran, yang misalnya karena alasan tertentu diubah tahun atau tanggal lahir oleh pemiliknya. “Akte seseorang dibikin lebih muda. Mana yang benar, omongan dia atau arsipnya? Arsipnya. Padahal arsipnya itu benar apa bohong? Bohong,” kata pria yang akrab disapa Dika itu.

“Jadi arsip itu tidak bisa bilang bahwa dia benar atau salah. Tapi dia benar, karena memang begitulah dia adanya. Yang membuat (arsip) itu bohong atau jujur ya manusianya, orangnya sendiri,” imbuhnya.

Ia menuturkan, apabila terdapat sengketa kasus tentang asli tidaknya suatu arsip, selain merujuk ke lembaga pencipta arsipnya atau dapat pula dibentuk tim ahli, terdiri dari negarawan, politikus, ahli, sejarawan dan seterusnya, yang bertugas untuk meneliti dan menafsirkan keaslian suatu arsip. (BOW)

Pemusnahan Arsip Sebelum Dikelola ANRI

Pemusnahan Arsip Sebelum Dikelola ANRI

ANRI Gedung

KebebasanInformasi.org – Dalam tata kelola kearsipan, terdapat empat instrumen penting yang perlu diperhatikan, yakni tata naskah dinas, klasifikasi arsip, jadwal retensi arsip, serta klasifikasi keamanan dan akses publik. Keempat instrumen itu wajib dilaksanakan oleh badan publik dalam mengelola arsipnya agar dapat memberikan pelayanan informasi publik yang baik.

Terkait dengan instrumen ketiga , sesuai peraturan perundang-undangan, setiap badan publik yang mendapat anggaran dari APBN wajib menyerahkan arsip statisnya kepada ANRI berdasarkan jadwal retensinya. Hal ini menyangkut keberadaan arsip di suatu badan publik, apakah masih dikuasi, sudah diserahkan ke lembaga kearsipan, atau sudah dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Apabila badan publik tidak mampu memberikan dokumen tersebut dengan alasan tidak menguasainya, maka lembaga/kementerian tersebut harus bisa membuktikan dengan berita acara.

“Kalau didesak oleh pemohon informasi, lembaga yang bersangkutan harus bisa menunjukan berita acara pemusnahan,” ungkap Kabag Humas ANRI, Gurandhika, Rabu (19/10).

Ia menegaskan, seluruh arsip statis, pengelolaannya berada di bawah kewenangan ANRI. Karena itu, sesuai dengan jadwal retensinya, arsip statis dari kementerian/lembaga akan dimusnahkan dan sisanya hanya 10% dari nilai seluruh arsip, yang nantinya memunyai nilai historis, akan dikelola ANRI.

Mengingat masih buruknya kesadaran masyarakat serta badan publik terhadap pengelolaan arsip ini, sesuai kewenangannya ANRI memiliki tim akuisisi yang siap membantu lembaga/kementerian hingga bersedia menyerahkan arsip statisnya. Tim akuisisi ini akan bekerja dengan cara jemput bola terhadap arsip statis, meliputi arsip yang sudah selesai penggunaannya atau arsip-arsip dari kementrian/lembaga sudah dilikuidasi. Hal terakhir ini sebagaimana dilakukan ANRI, ketika lengsernya pemerintahan Orde Baru pada 1998.

“Jaman Soeharto, begitu dia lengser, buru-buru ANRI ke Sekretariat Negara. Bilang, masa Soeharto sudah selesai, diserahkanlah ke ANRI,” ungkap Gurandhika.

Langkah ANRI ini merupakan antisipasi agar pihaknya tidak ‘kecolongan’ seperti saat peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru. “Pada jaman itu, Indonesia masih keos. Kepikir nggak diserahkan ke arsip? Nggak. Akhirnya, entah di siapa itu arsip, pokoknya ada surat perintah saja. Tapi di dalam pidato Bung Karno, di situ menyatakan bahwa Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) itu adalah surat dalam rangka penertiban dan keamanan bukan transfer of otority. Artinya ada surat tersebut,” terang Gurandhika.

Berkaitan dengan perdebatan mengenai kebenaran atau subtansi dari isi dokumen Supersemar, ANRI tidak memiliki wewenang untuk menafsirkannya. ANRI hanya dapat memastikan bahwa Supersemar itu ada. (BOW)

Beda Pengelolaan Arsip Statis dan Arsip Dinamis

Beda Pengelolaan Arsip Statis dan Arsip Dinamis

Arsip Dinamis dan Statis

KebebasanInformasi.org – Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) merupakan lembaga negara yang memiliki tugas dan fungsi sebagai lembaga penyimpan arsip dan menjaga dokumen yang memiliki nilai sejarah. “Ketika suatu arsip sudah selesai, maka sisanya hanya 10% dari nilai seluruh arsip yang dikelola yang nantinya memunyai nilai historis,” kata Bambang, salah satu fungsionaris ANRI dalam diskusi bersama FoINI terkait dengan tata kelola kearsipan, di Gedung ANRI, Rabu (19/10).

“Arsip-arsip itu akan dipilah-pilah, mana arsip yang sesuai dengan jadwal retensi arsip dimusnahkan dengan berita acara, disaksikan pemilik arsip, penegak hukum, pimpinan lembaga, untuk menyatakan bahwa arsip ini sudah selesai,” jabarnya.

Meski demikain, tidak semua lembaga/kementerian menyerahkan arsip statisnya kepada ANRI. Menyiasati hal itu ANRI membuat aplikasi jaringan, dengan simpul-simpul dari kementerian/lembaga. “Merekalah (lembaga/kementerian) yang nanti akan memasukan sendiri arsip-arsipnya dalam aplikasi tersebut,” ujar Kepala Bagian (Kabag) Humas ANRI, Gurandhika.

Ia menegaskan, kewajiban ANRI hanya sebatas menyimpan dan mengelola arsip statis. Sedangkan untuk arsip dinamis, pengelolaan dan penguasannya berada di kementerian/lembaga terkait. “Apabila dokumen itu masih dalam pengelolaan kementerian/lembaga, ANRI tidak tahu. Itu yang namanya arsip dinamis, yang masih digunakan kementerian/lembaga dalam kerjanya. (Pengelolaan arsip dinamis) itu yang akan menjadi bukti akuntabilitas kinerja suatu kementerian/lembaga,” terangnya.

Oleh karena itu, lembaga/kementerian terkiatlah yang berkewajiban untuk menyampaikan informasi arsip dinamis kepada masyarakat. “Misalnya kementerian/lembaga mempunyai arsip dinamis yang bisa diinformasikan kepada masyarakat. Sedangkan arsip statis, ini yang memegang hanya lembaga kearsipan nasional, yakni ANRI atau lembaga kearsipan daerah, baik di provinisi maupun kabupaten/kota, serta lembaga kearsipan universitas.

Meski demikian, ANRI tetap memberikan pembinaan dan memfasilitasi lembaga/kementerian dalam mengelola arsip dinamis. Salah satunya melalui Sistem Informasi Kearsipan Dinamis (SIKD). Melalui aplikasi ini, lembaga/kementerian dapat memasukan sendiri arsip-arsip yang sifatnya dinamis, seperti anggaran, kegiatan leleng dan sebagainya.

“SIKD itu diberikan ke lembaga dan kementerian. Namun itu itu sifatnya masing-lembaga boleh mengembangkan aplikasi sendiri,” terang Bambang.  (BOW)

Gambar: dakta.com

Tata Kelola Arsip Tentukan Kualitas DIP Badan Publik

Tata Kelola Arsip Tentukan Kualitas DIP Badan Publik

Tata Kelola Arsip dan DIP

KebebasanInformasi.org – Salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelengaraan negara yang terbuka ialah terpenuhinya hak publik untuk memperoleh informasi. Hak atas informasi ini menempati posisi yang amat vital karena menyangkut kepercayaan publik terhadap penyelenggara negara. Semakin terbuka penyelenggaraan negara maka semakin dapat dipertanggungjawabkan. Hak publik atas informasi ini juga sangat relevan sebagai upaya peningkatan kualitas keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik.

Untuk memberikan pelayanan informasi publik secara optimal, badan publik memiliki kewajiban untuk menyediakan Daftar Informasi Publik (DIP), sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Dengan DIP, badan publik memiliki catatan yang jelas, rinci, dan sistematis tentang informasi publik yang dapat dipertanggungjawabkan. DIP juga menjadi sarana bagi masyarakat untuk mengetahui informasi apa saja yang berada dalam penguasaan badan tersebut. Di sisi lain, DIP membantu efektifitas kerja pada badan publik terkait.

Keberadaan dan ketersediaan DIP ini sangat bergantung pada tata kelola kearsipan yang dimiliki badan publik. Namun hingga saat ini, tata kelola arsip pada lembaga atau kementerian kita secara keseluruhan belum dapat dikatakan baik. Kondisi tersebut terungkap dalam diskusi antara FoINI dengan Arsip Nasional Indonesia (ANRI), Rabu (19/10).

Kepala Bagian (Kabag) Hubungan Masyarakat (Humas) ANRI, Gurandhika, dalam kesempatan itu mengatakan, pengelolaan arsip harus dimulai dari hulunya, yakni unit-unit kerja terkecil. Dari situ akan dihasilkan produk berupa arsip aktif atau arsip yang masih sering digunakan. Arsip aktif ini kemudian dikumpulkan oleh tiap-tiap kementrian/lembaga untuk menjadi DIP. “Jadi tata kelolanya memang harus dimulai tertib sejak awal,” ujarnya.

Ketika arsip di tiap hulu sudah tertib, dapat dipastikan lembaga/kementerian memiliki DIP yang baik dan lengkap. “Yang diminta masyarakat adalah informasi akurat dan dapat dipertanggung jawabkan. Mau tidak mau sumbernya adalah arsip,” kata Gurandhika. (BOW)

Foto: tempo.co

Tata Kelola Arsip Tentukan Akuntabiltas Negara

Tata Kelola Arsip Tentukan Akuntabiltas Negara

ANRI

KebebasanInformasi.org – Pengelolaan arsip menjadi faktor penting bagi suatu badan publik dalam memberikan layanan informasi kepada masyarakat. Sebab hal itu sangat menentukan tersedianya Daftar Informasi Publik (DIP) yang baik, lengkap dan akurat, yang pada ujungnya akan berpengaruh terhadap akuntabiltas lembaga maupun negara.

Namun tak dipungkiri, kesadaran kearsipan dari kementerian/lembaga negara masih sangat minim. Hal ini terungkap dalam diskusi antara Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dengan para pegiat kebebasan informasi, yang tergabung dalam FoINI, Rabu (19/10), di Kantor ANRI, Jakarta Selatan.

Menyikapi kondisi tersebut, ANRI, yang dalam diskusi ini diwakili oleh Gurandhika, selaku Kabag Humas beserta jajarannya, mengungkapkan, pada 17 Agustus 2016 lalu, pihaknya telah menyampaikan keinginan kepada Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) untuk mencanangkan Gerakan Nasional Sadar Arsip.

“Karena di kementerian/lembaga belum terbangun kesadaran itu. Padahal ujung-ujungnya adalah akuntabilitas negara dan pelayanan publik,” kata Gurandhika.

“Yang diminta masyarakat adalah informasi akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Mau tidak mau sumbernya adalah arsip,” kata Kepala Bagian (Kabag) Humas ANRI, Gurandhika,” imbuhnya.

Di samping pencangan mencanangkan Gerakan Nasional Sadar Arsip, selama ini ANRI melakukan pembinaan kepada kementerian dan lembaga, baik di pusat maupun daearah. Dengan itu diharapkan tumbuhnya pengelolaan kearsipan yang lebih baik. “Tujuannya satu, pelayanan publik yang baik,” tutur Gurandhika. (BOW)

36 Peserta Seleksi Calon Anggota KI Sumut Lolos Tes Potensi

Medan – Tim Seleksi (Timsel) calon anggota Komisi Informasi (KI) Provinsi Sumatera Utara meloloskan 36 peserta yang mengikuti tes potensi calon anggota KI Provinsi Sumatera Utara periode 2016-2020, (Kamis, 20/10/2016) malam.

Menurut, Ketua Timsel, Prof DR Robert Sibarani MS, pengumuman hasil tersebut dilakukan setelah melalui proses seleksi dan penilaian yang begitu ketat. Setalah menggelar rapat pleno di Kantor Dinas Kominfo Provinsi Sumut, Timsel akhirnya berhasil mengambil keputusan.

Tim Seleksi mengharapkan masukan dan saran dari masyarakat terhadap calon anggota yang telah lolos tes potensi melauli surat tertulis ke Sekretariat Timsel di Dinas Kominfo Sumut Jalan HM Said Nomor 27 Medan atau melalui SMS ke 08116002809 atau email timsel.kisumut@gmail.com.

Peserta yang lolos Tes Potensi wajib mengikuti Psikotes dan Dinamika Kelompok pada 14 November 2016 mendatang di Gedung Fakultas Psikologi USU Medan.

Berikut nama dan nomor urut peserta calon Anggota KI Sumut yang lolos tes potensi, berdasarkan Keputusan Tim Seleksi Nomor 008/TS-KI/X/2016 tanggal 20 Oktober 2016:

  1. Abdul Jalil SH MSP (nomor peserta 7)
  2. Ahmad Aswan Waruwu SE MSM, (51)
  3. Alida Silalahi SPt (61)
  4. Aripin Rambe SKom (41)
  5. Dewnny Simamora, Dra MSi (58)
  6. Dosiraja Simarmata SH MSi (59)
  7. Eddy Syahputra AS Drs (12)
  8. Endang Setiawaty (20)
  9. Erdiaman Purba SE (19)
  10. Erwin SM Tua Manalu Drs (36)
  11. Gibson Marbun SSos (66)
  12. Hanas Hasibuan Drs MAP (71)
  13. Hendry Simon Sitinjak SH (47)
  14. Irwansyah (53)
  15. Khairul Muslim Drs (45)
  16. Lismer Tambunan SE (54)
  17. M Syahyan HSAg MIkom (40)
  18. M Zaki Abdullah H (37).
  19. Marhaddenis Nasution MHum (42)
  20. Mayjen Simanungkalit Drs (1)
  21. Meyssalina M I Aruan SSos (49)
  22. Muhrizal Syahputra SH (69)
  23. Rahmad Saleh Daulay SE MAP (72)
  24. Ramdeswati Pohan MSP (39)
  25. Reinward Sirait SE SH MH (9)
  26. Robinson Simbolon (8)
  27. Ropinus Sidabutar Drs MPd, AP MPd Mat (22)
  28. RR Wenny Cokrosuwarno SH (64)
  29. Sahat Parlindungan Bauara (34)
  30. Salmon Ginting Drs MAP (24)
  31. Sanggam P Gultom SSi SKom MSi, (62)
  32. Suaib Drs (05)
  33. Swandi Mangadar Marpaung SH CN (17)
  34. Syahruddin P Naibaho (38)
  35. Tambar Malem Sagala SH (29)
  36. Tiong Jhit/ Sudirman SE (23).

Sumber: bumantaranews.com