oleh Parliamentary Center | Nov 15, 2016 | Anggaran, Berita, Bidang, Daerah

ilustrasi foto: antara
Samarinda – Masyarakat Kota Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), mempertanyakan komitmen Pemerintah Kota (Pemkot) dalam menerapkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Menurut Ketua Kelompok Kerja (Pokja) 30, Carolus Tuah, Pemkot Samarinda tidak maksimal dalam melaksanakan amanat UU KIP, bahkan terkesan sangat tertutup.
Ia memberi contoh dalam hal transparansi penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Selama ini masyarakat hanya mendapatkan gambaran secara umum. “Sudah banyak kalangan yang menilai kalau Pemkot Samarinda belum maksimal menerapkan UU KIP,” kata Tuah.
“Masyarakat lebih sering disuguhkan secara garis besar saja, seperti total anggaran APBD, bantuan keuangan, serta pembagian ke pos-pos pengguna anggaran lainnya, tanpa mempublikasikan laporan penggunaan,” terangnya.
Padahal, lanjutnya, data yang ada di Pemkot Samarinda, terutama terkait anggaran, merupakan data publik yang seharusnya dapat diakses oleh masyarakat. “Kami menilai Pemkot Samarinda merupakan pemerintah yang belum melaksanakan secara sungguh-sungguh perintah dari Undang-undang KIP,” tegasnya.
Ia berharap, Pemkot segera melakukan perbaikan dalam melayani warganya untuk memperoleh hak atas informasi. Hal ini juga mesti dilakukan guna menunjang kinerja serta menekan praktik pungutan liar dan korupsi yang masih rawan terjadi dalam lingkup pemerintahan.
“Tidak ada alasan teknis apapun yang dibenarkan terkait layanan informasi publik itu. Misalnya, Pemkot beralasan website susah mengakses data. Jangan jadikan itu sebagai alasan untuk tidak bisa terbuka kepada publik,” ujarnya.
Untuk diketahui, tahun ini Pemkot Samarinda mengalami krisis dan defisit anggaran yang cukup parah. Hal itu membuat beberapa proyek tak dapat berjalan akibat tidak adanya anggaran, bahkan utang kepada pihak ketiga juga terancam tak bisa terbayar.
Di tengah krisis yang melanda daerah berjuluk Kota Tepian tersebut, publik tidak mendapatkan haknya untuk memperoleh informasi yang lengkap terkait anggaran yang sudah digunakan sampai terjadi defisit seperti saat ini. []
Sumber: korankaltim.com
oleh Parliamentary Center | Nov 1, 2016 | Anggaran, Berita, Daerah, Kliping

Mataram – Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memproklamirkan diri sebagai provinsi pertama yang mencanangkan Desa Benderang Informasi Publik (DBIP). Ketua Komisi Informasi (KI) Pusat, Jhon Presley mengatakan, NTB provinsi pertama di Indonesia yang mencanangkan BDIP.
“Konteks keterbukaan informasi adalah adanya komitmen pemimpin, meyakini dengan keterbukaan akan membantu kita menjalankan tugas dan fungsi,” ujarnya dalam pencanangan BDIP di Hotel Lombok Raya, Kota Mataram, Provinsi NTB, Kamis (6/10).
Ia memaparkan, dengan adanya keterbukaan informasi ini diharapkan kepala desa dapat bertanggung jawab akan anggaran secara transparan sehingga warga mengetahui.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pengembangan Daerah Tertentu Kementerian Desa Suprayoga Hadi mengatakan, pencanangan DBIP ini bagian semangat baru, lantaran, pelaksanaanya dilakukan sampai ke level paling bawah yakni, kepala desa.
“Jadi, semua orang harus tahu tentang penggunaan dana desa Itu. Kami berpandangan, keterbukaan informasi jadi poin penting dalam membangun tata kelola desa yang baik oleh pemerintah desa,” kata dia.
Terlebih, lanjutnya, pemerintah pusat telah menggelontorkan dana desa mencapai Rp 46,9 triliun bagi semua desa di Indonesia pada 2016, sehingga penggunaanya diperlukan pengawasan oleh semua pihak. Ia menambahkan, sampai saat ini terdapat sekitar 10 ribu desa yang terdata di Kementrian PDT pada 2014 lalu belum sama sekali terpapar sinyal seluler.
“DBIP ini akan sangat membantu masyarakat, khususnya di daerah terpencil di Papua yang minim adanya sinyal telpon seluler,” kata dia.
Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul Majdi menyambut baik pencanangan BPID di NTB. Ia menuturkan, kesuksesan pembangunan NTB juga bergantung pada para kepala desa. Kendati begitu, ia tidak ingin penandatangan nota keselamatan pencangkokan BDIP hanya sekadar seremonial belaka. Menurutnya, dibutuhkan komitmen tinggi dalam mengawal program ini agar berjalan maksimal. ()
Sumber: republika.co.id
oleh Parliamentary Center | Okt 31, 2016 | Anggaran, Berita, Daerah

Pekanbaru – Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Riau mengatakan saat ini sedang mencoba mengubah pola pikir para pegawai di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang sekarang dipimpinnya.
Ini dikatakan oleh Plt Kadispenda Provinsi Riau, Masperi, di kantor Gubernur Riau, Rabu (19/10/2016).
“Kita sedang mencoba mengubah pola pokir di Dispenda, yang selama ini sepertinya tertutup,” kata Masperi.
Selama ini, kata Masperi, Dispenda sepertinya masih kurang terbuka terhadap segala informasi yang ada di SKPD tersebut, seperti soal program, realisasi dan segala hal informasi publik disana.
“Selama ada ketakutan terhadap hal ini (keterbukaan informasi), saya katakan, kalau kita bekerja sesuai tugas pokok dan fungsi, apa yang perlu kita khawatirkan?,” kata Masperi.
Ini sangat penting dilakukan mengingat Dispenda fungsinya sebagian besar (hampir 90 persen) adalah pelayanan langsung kepada masyarakat. ()
Sumber: riaubook.com
oleh muhammad mukhlisin | Des 17, 2014 | Anggaran, Nasional, Partai Politik, Pemerintahan, Pemilu
Jakarta, Kebebasaninformasi.org – Komisi Informasi Pusat (KIP) menyampaikan Anugerah Keterbukaan Informasi kepada sejumlah kementrian, badan atau lembaga tertinggi, universitas partai politik, pemerintah provinsi, dan BUMN di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (12/12/2014).
Ketua KIP, Abdul Hamid Dipo Pramono menyatakan anugerah ini merupakan upaya untuk mengetahui tingkat kepatuhan badan publik dalam melaksanakan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Pemeringkatan seperti ini telah dilakukan semenjak tahun 2011 dengan menggunakan metode yang terus dikembangkan dan dievaluasi.
Tahun ini, untuk mendapatkan hasil yang presisif sesuai dengan realitas implementasi keterbukaan informasi yang dilakukan badan publik, KIP melakukan dua tahapan, yaitu penyebaran kuesioner penilaian mandiri dan visitasi berupa wawancara dan pembuktian secara langsung dokumen atau informasi.
Penyerahan piala dan piagam penghargaan dilakukan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dan ketua KIP. Dalam sambutannya, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan bahwa Indonesia telah memilih jalan demokrasi, sedangkan demokrasi mensyaratkan transparansi dan dalam tarnsparansi harus ada keterbukaan informasi. Wapres mengatakan bahwa keterbukaan informasi adalah suatu keharusan sehingga evaluasi dan pemeringkatan Badan Publik oleh KIP harus dilakukan karena didasarkan pada undang-undang. “Transparansi adalah kunci dari pemerintahan bersih,” kata Wapres.
Berikut ini adalah hasil penilaian Pemeringkatan Keterbukaan Informasi pada Badan Publik 2014:
Kategori Kementerian
- Kementerian Keuangan: 100
- Kementerian Perindustrian: 98,2
- Kementerian Perhubungan: 95,2
- Kementerian Sekretariat Negara: 93,8
- Kementerian Pertanian: 93,8
- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat: 92,2
- Kementerian Kesehatan: 84,4
- Kementerian Komunikasi dan Informatika: 83,4
- Kementerian Agama: 82
- Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi: 79,6
Kategori Badan/Lembaga
- Arsip Nasional Republik Indonesia: 94,4
- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional: 94
- Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan: 92,2
- Mahkamah Konstitusi: 88
- Badan Tenaga Nuklir Nasional: 87
- Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: 85,6
- Badan Koordinasi Penanaman Modal: 81,8
- Mahkamah Agung: 80,4
- Komisi Yudisial: 79,4
- Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah: 72,4
Kategori Pemerintah Provinsi
- Nusa Tenggara Barat: 98
- Aceh: 93,2
- Kalimantan Timur: 91
- Banten: 87,6
- Bali: 67
- DKI Jakarta: 66
- Jawa Barat: 63
- Jawa Tengah: 59,4
- Kepulauan Riau: 59,2
- Jawa Timur: 58,4
Kategori BUMN
- PT Bio Farma: 85,8
- PT PLN: 78,8
- PT Taspen: 70
- PT Perusahaan Gas Negara: 67,6
- PT Bank Negara Indonesia: 66,2
- PT Kimia Farma: 64,8
- PT Jasa Raharja: 64,6
- PT Inti: 62,6
- PT Perkebunan Nusantara V: 60
- PT Rajawali Nusantara Indonesia: 58
Kategori Partai Politik
- Partai Gerakan Indonesia Raya: 57
- Partai Keadilan Sejahtera: 31
- Partai Kebangkitan Bangsa: 22
- Partai Amanat Nasional: 16
Kategori Perguruan Tinggi Negeri
- Universitas Indonesia: 77,8
- Universitas Brawijaya: 64,6
- Institut Pertanian Bogor: 60,7
- Universitas Udayana: 49,4
- Universitas Islam Negara Syarif Hidayatullah Jakarta: 46,8
- Universitas Nusa Cendana Kupang: 46,8
- Universitas Riau: 44,8
oleh Parliamentary Center | Agu 15, 2014 | Anggaran, Berita, Nasional
Jakarta,- Komisioner Komisi Informasi DKI Jakarta Farhan Basyarahil mengatakan, supaya meminimalisir korupsi di DPR, salah satu kuncinya adalah keterbukaan. Dia mengusulkan, setiap anggota DPR, baik DPRD maupun RI harus melaporkan kekayaannya setahun sekali.
Ia berpendapat seperti itu ketika menanggapi berita pada harian Kompas Rabu (13/8) yang menyebutkan sejak tahun 2005 sebanyak 3.169 anggota DPR terjerat kasus korupsi.
Keterbukaan itu, kata Farhan, pada informasi rencana, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban yang dilakukan anggota DPR sehingga mereka bisa dipantau masyarakat. “Sebab asal-usul korupsi memang dimulai dengan ketertutupan informasi,” katanya kepada kebebasaninformasi.org, Rabu (13/8).
Ia menambahkan, fungsi DPR itu adalah pengawasan, pembuat peraturan, dan penganggaran. Menurut Farhan, fungsinya sebagai penganggaran ini yang memungkinkan mereka korupsi. Tapi kalau penganggaran ini dilakukan secara terbuka akan bisa dicegah.
Sayangnya, sambung dia, peraturan kita memang membolehkan anggaran itu diputusakan dalam sidang tertutup. “Seandainya anggaran terbuka semua, korupsi bisa dicegah,” pungkasnya. (AA)
oleh Parliamentary Center | Jul 21, 2014 | Anggaran, Berita, Kabar FOINI, Laporan, Nasional

Jakarta – Dalam rangka menyusun kajian kelembagaan Komisi Informasi, Indonesian Parliamentary Center bersama dengan Freedom of Information Network Indonesia (FoINI) menyelenggarakan diskusi serial bertajuk “Melihat Komisi Informasi dari Sudut Pandang Ahli Hukum Administrasi Negara”.
Acara yang berlangsung pada Rabu, 16 Juli 2014 bertempat di Hotel Akmani Jakarta Pusat lalu dihadiri oleh Ketua Komisi Informasi Pusat Abdulhamid Dipopramono, Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat, FITRA, PATTIRO, ICEL, PERLUDEM, dan tim IPC.
Diskusi serial tersebut mengulas tafsir mengenai kelembagaan Komisi Informasi dari sudut pandang Hukum Administrasi Negara. Dr. Dian Puji Simatupang selaku narasumber memaparkan terjadinya contario in terminis dalam ketentuan pasal 23 dan pasal 29 UU KIP. Kemandirian sebuah lembaga tidak ditentukan dengan keberadaan secretariat jenderal melainkan adanya pos anggaran sendiri. Upaya membangun kemandirian anggaran Komisi Informasi dapat dilakukan melalui perubahan terlebih dahulu atas pasal 29 UU KIP.
Komisi Informasi dan masyarakat dapat pula mengajukan Judicial Review atas pasal 29 UU KIP bila pasal tersebut merugikan hak konstitusional. Namun bila ingin membentuk kelembagaan yang mandiri, maka KI Pusat bersama dengan FOINI perlu mendorong perubahan regulasi melalui revisi UU KIP.