Lawan Rezim Ketertutupan!!

Lawan Rezim Ketertutupan!!

jangandiam_300

Undang-undang No. 14 tahun 2008 telah menjamin seluruh warga negara indonesia untuk menikmati haknya terhadap informasi publik, dan menjadi kewajiban bagi badan publik untuk menyediakan informasi publik bagi warga negara baik diminta ataupun tidak.

Partai politik sebagaimana dalam UU KIP adalah badan publik dan berkewajiban memberikan informasi publik yang dikuasainya, bahkan secara spesifik UU KIP mengatur informasi apa saja yang harus disediakan oleh Parpol.

Kasus yang menimpa warga negara di NTB (Suhardi), KI NTB dan KI Pusat, yang digugat secara perdata ke Pengadilan Negeri oleh DPD Partai Golkar NTB dan harus membayar ganti rugi sebesar SATU MILIAR RUPIAH karena dianggap tidak beritikad baik hanya karena meminta informasi Rincian laporan keuangan partai tahun 2011 dan 2012 (yang bersumber dari iuran anggota, sumbangan yang sah menurut hukum dan bantuan APBD), Rincian neraca dan laporan realisasi anggaran, Rincian laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan, Rincian laporan program umum dan kegiatan partai tahun 2011 dan 2012, Struktur dan kepengurusan partai (Pasal 15 UU KIP). Telah menunjukkan kepada kita semua betapa tertutup dan pragmatisnya partai di Negeri ini.

FOINI sebagai koalisi yang konsen (concern) terhadap isu keterbukaan informasi publik menilai bahwa; Pertama, tindakan yang dilakukan oleh DPD Golkar NTB adalah sebuah bentuk dari ketertutupan dan anti-keterbukaan. Kedua, upaya gugatan yang dilayangkan DPD Golkar NTB adalah salah alamat dan Pengadilan Negeri Mataram harus menolak gugatannya. Ketiga, putusan Komisi Informasi NTB telah benar dan harus dipatuhi dan dikukuhkan di tingkat lanjutannya. Keempat, tuntutan ganti rugi yang dimintakan oleh DPD Golkar NTB melalui Kuasa Hukumnya adalah sebuah bentuk tindakan intimidasi kepada warga negara.

Koalisi FOINI juga menghimbau kepada seluruh Warga Negara Indonesia untuk tidak takut kepada upaya intimidasi terhadap pemohon informasi baik secara moril maupun materil seperti yang dilakukan oleh DPD Golkar NTB dengan meminta ganti rugi sebesar SATU MILIAR RUPIAH. Dan mengajak kepada seluruh Warga Negara Indonesia sebagai bentuk sanksi sosial untuk tidak memberikan dukungan dan hak pilihnya kepada partai yang tertutup dan anti-keterbukan.

FOINI Gelar Rapat Kerja Nasional Tahun 2014

FOINI Gelar Rapat Kerja Nasional Tahun 2014

Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Freedom of Information Network Indonesia (FOINI) akan menggelar rapat kerja evaluasi dan penyusunan rencana kerja, pada 15 Januari sd 17 Januari 2014 di Jakarta.

Koordinator FoINI, Budi Rahardjo, mengatakan ada tiga tujuan rapat kerja ini. Pertama, melakukan evaluasi terhadap rencana kerja dan roadmap FOINI yang telah dihasilkan pada Mei 2012, menetapkan mekanisme koordinasi dan kelembagaan  FOINI, dan menyusun prioritas kerja  FOINI 2014-2015 berdasarkan tantangan dan pencapaian mutakhir.

Pada hari pertama, akan dua sesi diskusi panel yang menampilkan pemaparan narasumber dari Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Pemilihan Umum, BAPPENAS dan Komisi Informasi Pusat.

Pada hari kedua, refleksi implementasi UU KIP dan keterbukaan yang dilakukan secara inisiatif di luar implementasi UU KIP. Pada tahap ini akan dilakukan pemaparan hasil kerja FOINI berdasarkan roadmap 2012-2015 yang dilanjutkan dengan diskusi untuk mendapatkan klarifikasi, konfirmasi, dsb. Dari proses ini diharapkan muncul catatan-catatan evaluasi
dan untuk penyusunan prioritas kerja FOINI 2014-2015.

Pada hari ketiga, diskusi pencapaian FOINI: identifikasi kendala, tantangan dan peluang dalam pelaksanaan roadmap beserta isu berdasarkan perkembangan mutakhir. diksusi berdasarkan pemaparan pencapaian FOINI berdasarkan roadmap. Diskusi ini juga menetapkan beberapa isu yang akan dibawa ke diskusi kelompok misalnya kelompok OGP dan OGI, kelompok Kebijakan badan publik, kelembagaan FOINI

Acara yang digelar di Hotel Sofyan Betawi, Jl. Cut Mutia No.9, Menteng, Jakarta ini akan difasilitatori oleh Ahmad Alamsyah Saragih, mantan Ketua Komisi Informasi Pusat dengan peserta berjumlah 50 orang yang terdiri atas anggota FOINI dan undangan.

AGENDA SELENGKAPNYA KLIK DI SINI

Sumatera Barat Wajib Bentuk KI Provinsi, Segera!

Sumatera Barat Wajib Bentuk KI Provinsi, Segera!

Lahirnya UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) menjadi era baru keterbukaan informasi di Indonesia, namun tidak untuk Sumatera Barat.Tidak banyak yang peduli dengan isu keterbukaan informasi, padahal keterbukaan informasi publik merupakan bagian terpenting untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Akses terhadap informasi oleh publik adalah pintu untuk mengukur transparansi dan akuntabilitas penyelenggara negara dan badan publik.

Pelayanan informasi yang buruk, masih menjadi wajah badan publik di Sumatera Barat, baik badan publik di tingkat Pemerintah provinsi maupun di 19 Kabupaten dan Kota. Bagian yang sederhana misalnya, salinan APBD dan laporan perjalanan dinas, ataupun laporan keuangan, harusnya disampaikan kepada publik dan tanpa diminta.  Namun bagi sebagian Pemda dokumen tersebut masih dianggap  sebagai ‘dokumen rahasia’.

Dari penelitian yang dilakukan oleh LBH Pers Padang terhadap 19 website Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat dan website Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, tidak ada satu pun yang menyediakan dokumen APBD tahun 2013, maupun ABBD 2012 sekalipun. Padahal, dokumen APBD adalah data dan informasi berkala yang harus disediakan oleh badan publik paling singkat 6 bulan sekali (Pasal 9 UU KIP). Ini adalah salah satu bukti bukti rendahnya keterbukaan informasi publik Pemda di Sumatera Barat.

Kondisi di atas setidaknya mengindikasikan bahwa; pertama, setiap Badan Publik di Pemerintahan Provinsi, Pemerintahan Kabupaten dan Pemerintahan Kota di Sumatera Barat belum memiliki Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No.61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU No.14 Tahun 2008 (bahwa setiap badan publik harus memiliki PPID satu tahun setelah disahkannya PP No.14 Tahun 2008). Kedua, mengindikasikan bahwa lemahnya kemauan badan publik itu sendiri untuk transparan, karena tidak ada alasan bagi setiap badan publik secara norma untuk tidak melaksanakan UU KIP. Ketiga, ketakutan Badan Publik untuk membuka diri, karena kwatir akan membongkar bobroknya badan publik tersebut.

Persoalan buruknya keterbukaan informasi publik di Sumatera Barat tidak hanya sekedar buruknya implementasi UU KIP. Namun kemudian diperburuk dengan tidak adanya Komisi Informasi Provinsi sebagai tonggak pengawasan terhadap implementasi UU KIP. Padahal UU KIP telah memerintahkan bahwa paling lama dua tahun pasca diundangkannya UU KIP masing-masing provinsi harus membentuk Komisi Informasi Provinsi.

Provinsi Sumatera Barat merupakan satu-satunya provinsi di pulau Sumatera yang belum membentuk komisi Informasi sejak tahun 2008. Hal ini tentu sangat disayangkan sekali. Dengan ini patut dipertanyakan kemauan politik pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan dan bersih. Dengan tidak dibentuknya komisi Informasi Provinsi Sumatera barat yang hingga saat ini jelas Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah melanggar UU. Menjadi tanda tanya bagi publik, kenapa harus enggan untuk transparan?

Untuk itu Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat mendesak Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Pemerintah Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat untuk menginstruksikan kepada setiap dinas dan instanasi terkait/ badan publik di bawah pengawasannya untuk segera membentuk PPID, serta Mendesak Pemerintah provinsi Sumatera Barat untuk segera membentuk Komisi Informasi Provinsi sebagai amanat dari UU KIP dan meminta kepada DPRD Provinsi Sumatera Barat untuk melakukan pengawasan terhadap  proses pembentukan tersebut.

Padang, 9 Januari 2014

 

Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat

LBH Pers Padang (Direktur – Rony Saputra, I Arief Paderi, Tasriyal, Ocha Mariadi)

AJI Padang (Sekretaris – Rus Akbar)

Pusako Unand (Charles Simabura, Khairul Fahmi, M. Iksan Alia, Beni Kurnia Illahi)

Walhi Sumbar (Khalid Saifullah)

PBHI Sumbar (Rahmatul Akhir Adi)

Qbar (Armanda. P)

LBH Padang (M. Nurul Fajri)

Aspem Sumbar (Heri Faisal)

KPU & Bawaslu Harus Terbuka

KPU & Bawaslu Harus Terbuka

Siaran Pers

“Mendesak KPU dan Bawaslu Lebih Serius dan Terbuka

Dalam Menangani Pelaporan Dana Kampanye”

30 November 2013

Dana kampanye seharusnya bersifat transparan dan terbuka, untuk menjamin akuntabilitas dana yang digunakan oleh peserta pemilu tidak berasal dari sumber-sumber yang dilarang oleh undang-undang dan sumber-sumber pencucian uang. Pelajaran berharga dari penyelenggaraan Pemilu 2009 yang lalu, sejumlah kasus korupsi yang melibatkan pengurus partai politik, pejabat publik, serta anggota legislatif memperlihatkan bahwa dana kampanye menjadi salah satu cara untuk pencucian uang dari sumber-sumber yang tidak halal dan tidak jelas.

Pengawasan terhadap rekening khusus dana kampanye menjadi fokus penting bagi gerakan antikorupsi di Indonesia. Sejak penyusunan UU No. 8/2012 tentang  Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, rekening khusus dana kampanye menjadi salah satu tuntutan dari masyarakat sipil untuk menjadi data publik dan sudah sejak awal tahapan pemilu diumumkan kepada publik.

Oleh karena itu, salah satu syarat dalam pendaftaran partai politik sebagai peserta pemilu. Pada pasal 8 ayat (2) huruf i menyebutkan bahwa partai politik baru dapat menjadi Peserta Pemilu setelah memenuhi persyaratan tertentu dan menyerahkan nomor rekening dana Kampanye Pemilu atas nama partai politik kepada KPU adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh partai politik.

Penyerahan rekening khusus dana kampanye partai politik pada saat pendaftaran sebagai peserta pemilu bertujuan agar pengawasan terhadap dana kampanye dalah dilakukan sedini mungkin untuk memonitor aliran dana kampanye dengan lebih komprehensif. Namun, sampai saat ini belum penyelenggara pemilu belum ada yang mengumumkan kepada publik perihal rekening khusus dana kampanye ini. Hal ini membuat masyarakat mengalami kesulitan dalam melakukan pemantauan dan pengawasan.

Rekening khusus dana kampanye kandidat seharusnya dibuat terpisah dari rekening partai politik. Hal ini juga berlaku pada calon legislatif DPD, rekening khusus dana kampanye kandidat DPD terpisah dari rekening pribadi calon anggota DPD. Dan calon anggota DPD wajib membuka dan melaporkan rekening khusus dana kampanye) dimulai 3 (tiga) hari setelah ditetapkan sebagai peserta pemilu.

Dana kampanye termasuk juga sumbangan dana kampanye pada pasal 129 ayat (4) ditempatkan pada rekening khusus dana kampanye. Sehingga seharusnya nomor rekening ini justru dipublikasikan kepada masyarakat secara luas karena semua sumbangan untuk dana kampanye harus dialirkan melalui rekening khusus dana kampanye. Namun sampai saat ini belum ada itikad baik dari penyelenggara pemilu maupun peserta pemilu untuk mengumumkannya kepada publik.

Pada pasal pasal 134 ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa Partai Politik Calon dan anggota DPD Peserta Pemilu wajib memberikan laporan awal dana Kampanye Pemilu dan rekening khusus dana Kampanye Pemilu kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum hari pertama jadwal pelaksanaan Kampanye Pemilu dalam bentuk rapat umum. Dan di dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 18/2013 Perubahan Ketiga tentang Tahapan, Program, dan Jadual Penyelenggaraan Pemilu, penyerahan rekening khusus dana kampanye baru dilakukan 2 Februari-2 Maret 2014 bersamaan dengan penyerahan laporan awal dana kampanye.

Padahal, pada pasal 83 ayat (1) jelas sekali disebutkan bahwa Kampanye Pemilu dilaksanakan sejak 3 (tiga) hari setelah calon Peserta Pemilu ditetapkan sebagai Peserta Pemilu. Dan walaupun kampanye dalam bentuk iklan media massa dan elektronik,serta rapat umum baru boleh dilakukan 21 hari sebelum masa tenang tapi nyatanya sudah banyak iklan, spanduk, baliho yang bertebaran di mana-mana.

Berkaitan dengan hal tersebut, Perludem bersama dengan Indonesia Corruption Watch (ICW), Jaringan Pendidikan untuk Pemilih (JPPR), dan Transparency International Indonesia (TII) menuntut untuk menyatakan sikap:

1. Mendesak KPU dan Bawaslu untuk lebih terbuka kepada publik terutama mengenai rekening khusus dana kampanye, dan pelaporan dana kampanye para peserta pemilu.

2. Menuntut KPU dan Bawaslu untuk mengefektifkan aturan hukum yang sudah ada serta menetapkan segala peraturan teknis yang diperlukan untuk pengimplementasian di lapangan.

3. Meminta KPU dan Bawaslu untuk lebih serius dalam menangani permasalahan dana kampanye untuk mencegah korupsi.

Contact Person:

1. Titi Anggraini (Direktur Eksekutif Perludem)-08111348188

2. Abdullah Dahlan (Koordinator Korupsi Politik ICW)-081388768548

3. Sunanto (Koordinator Pemantauan JPPR) -081329668771

4. Ibrahim Fahmy Badoh (Direktur Program TII)-0819684643

16 Rekomendasi Buruh Migran Untuk Pemerintah Indonesia

16 Rekomendasi Buruh Migran Untuk Pemerintah Indonesia

Senin (25/11/2013) Infest, Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSDBM), Yayasan Tifa, dan Media Link mengadakan sosialisasi hasil uji informasi. Hadir dalam acara ini Alween Nusyam (Ditjen Imigrasi), Diah (Komisi Informasi Pusat), Dwi Hartanto (BNP2TKI), dan Fera Nuraini (Buruh Migran Hong Kong). Sosialisasi keterbukaan informasi publik ini mengacu pada hasil permintan informasi yang dilakukan oleh Infest Yogyakarta, PSDBM, Seruni Banyumas, Jingga Media Cirebon, LBH Jogja, Lakpesdam NU Cilacap, DPN SBMI, SBMI Wonosobo, IMWU dan ATKI (Hong Kong).

Persoalan mengenai buruh migran yang paling sering kita ketahui hanya persoalan di permukaan, seperti kekerasan, penyiksaan, over charging, dan hukuman mati yang menimpa TKI. Namun ternyata ada persoalan mendasar, krusial, dan besar yang sebernarnya menjadi akar dari masalah-masalah yang dialami TKI. yakni persoalan mengenai akses informasi. Buruh migran tidak mendapat banyak pilihan karena tak ada akses informasi yang memungkinkan untuk mempelajari informasi publik yang dibutuhkan.

Problem besar dari sektor migrasi ada di sektor informasi yang tidak mudah didapat, pu jikapun bisa didapat malah menyesatkan. Misalnya informasi mengenai kartu tenaga kerja luar negeri (KTKLN) yang digemborkan oleh BNP2TKI bisa didapatkan secara gratis. Faktanya, untuk mendapat kartu tersebut, buruh migran tidak mendapatnya secara cuma-cuma. Buruh migran masih harus dibebankan biaya asuransi kerja dan tes kesehatan sebagai syarat pembuatan kartu. Maka informasi yang dikampanyekan BNP2TKI bisa digolongkan sebagai info sesat jika merujuk pada UU Informasi Publik dan mendapat ancaman pidana.

Contoh lain mengenai ketidaktahuan informasi BMI Arab saudi dengan sistem kafalah, sebabkan muncul TKI yang disebut-sebut sebagai ilegal di Saudi belakangan ini. Sistem kafalah ini memungkinkan TKI terikat dengan majikan. Jika TKI tak sanggup lagi bekerja pada majikan pertama, mereka melarikan diri dengan status buruh migran ilegal karena tidak memiliki kelengkapan surat. Ada lagi mengenai biaya penempatan TKI yang tidak jelas pada setiap negara, menyebabkan banyak calon buruh migran dirugikan dengan potongan-potongan yang diterapkan oleh agen dan tidak diketahui pasti oleh calon TKI.

Mengingat itu semua, maka keterbukaan informasi publik penting dan mutlak dilakukan. Keterbukaan di sini diharapkan bukan hanya keterbukaan yang sifatnya formalitas belaka! Artinya lembaga publik tidak hanya terjebak pada kepemilikan website, PPID, dan kemudian mereka mengaku sudah terbuka, namun belum mampu menyediakan konten informasi dengan baik.
Uji permintaan informasi publik yang dilakukan ini mengambil tiga indikator.

Pertama, kelembagaan PPID di masing-masing lembaga. Kedua, tanggapan lembaga publik atas permintaan informasi. Ketiga, lacakan website lembaga publik atas keteraksesan informasi. Jika bicara mengenai prosentase permintaan informasi, maka dari 53 lembaga yang diminta informasi, 66 % lembaga telah memiliki PPID. Permintaan informasi dilakukan lewat surat via pos, layanan online, dan diantar langsung. Hasilnya ada 31 lembaga yang tidak menjawab permintaan informasi publik sedangkan sisanya dijawab, dijawab lengkap, dialihkan ke lembaga lain, dipanggil.

Rekomendasi Hasil Uji Informasi 

Kemnakertrans

  1. Memperbaiki keseluruhan tata kelola dan pelayanan keterbukaan informasi publik dengan mempersiapkan kelembagaan pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang memenuhi standardisasi yang diatur dalam Undang-undang nomor 14 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 dan Peraturan Komisi Informasi lainnya.
  2. Mengimplementasikan Keterbukaan informasi secara penuh dengan menjadikan kelembagaan PPID sebagai bagian terintegerasi dengan kinerja dan tata layanan yang menjadi tanggungjawab Kemnakertrans.
  3. Menyediakan mekanisme khusus uji konsekuensi atas dokumen atau informasi yang dikecualikan melalui  Keputusan Menteri Nomor Kep. 218/ MEN/ VIII/ 2012 tentang pelayanan informasi publik di kementerian tenaga kerja dan transmigrasi.
  4. Memperbaiki kinerja tata kelola informasi melalui media resmi kementerian, seperti website, agar dapat memenuhi standar keterbukaan informasi yang proaktif dan memenuhi aspek kebutuhan informasi bagi buruh migran dan pihak lain yang turut menjadi kelompok pemanfaat pelayanan.
  5. Memberikan dukungan percepatan implementasi keterbukaan informasi pada jajaran Dinas Tenaga Kerja di tingkat Provinsi dan Kabupaten;
  6. Menyediakan layanan khusus informasi melalui website yang dapat diakses dengan mudah terkait dengan pelayanan publik sektor migrasi ketenagakerjaan, seperti kajian dan evaluasi keberadaan PPTKIS dan implementasi penerapan asuransi untuk BMI.

 

Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI)

  1. Memperbaiki kinerja PPID dalam pelayanan permintaan informasi publik dengan membentuk sistem pengawasan khusus atas kinerja PPID;
  2. Memperbaiki tata kelola saluran informasi melalui media website BNP2TKI sehingga lebih mudah diakses oleh Buruh Migran Indonesia (BMI), terutama dengan penyediaan secara lengkap jenis informasi pokok yang dibutuhkan oleh BMI terkait dengan proses penempatan dan pelayanan langsung kepada BMI;
  3. Mengkaji kembali isi Keputusan Kepala Badan Nomor KEP: 100/KA/X/2012 tentang Daftar Informasi yang dikecualikan di lingkungan BNP2TKI mengingat terdapat pengecualian yang bertentangan dengan UU Nomor 14 Tahun 2004;
  4. Menyediakan mekanisme uji konsekuensi atas pengecualian jenis informasi yang diatur dalam Keputusan Kepala Badan Nomor KEP: 100/KA/X/2012 tentang Daftar Informasi yang dikecualikan di lingkungan BNP2TKI;
  5. Memberikan dukungan kepada jajaran Badan Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) untuk penguatan kapasitas Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) dan pengelolaan mandiri saluran informasi publik di setiap daerah mengingat keragaman kebutuhan informasi di daerah yang perlu difasilitasi;
  6. Mengkaji kembali dan mencabut informasi salah yang disampaikan terkait dengan ancaman pidana yang melekat pada BMI tanpa KTKLN;

Kementerian Luar Negeri

  1. Mempercepat implementasi keterbukaan informasi publik di semua lembaga publik di bawah naungan Kementrian Luar Negeri (Kemlu) dengan pemerataan pembentukan institusi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di lingkungan Kedutaan dan Konsulat Jenderal Indonesia di luar negeri, khususnya di negara-negara penempatan TKI;
  2. Mengevaluasi kinerja PPID di Jajaran Kemlu dan memastikan adanya pengawasan serta supervisi dalam pengelolaan kelembagaan PPID;
  3. Mengefektifkan ruang koordinasi antara PPID Kemlu dan jajaran pejabat Kedutaan dan Kosulat di luar negeri untuk mempercepat proses dan pemenuhan kewajiban keterbukaan informasi publik sesuai dengan UU nomor 14 Tahun 2008;
  4. Mengevaluasi dan memperbaiki tata pelayanan informasi melalui media resmi Kemlu, Kedutaan dan Konsulat di luar negeri agar memenuhi standar pelayanan keterbukaan informasi publik;
Kampus UPB Batam DO Mahasiswa Pemohon Informasi

Kampus UPB Batam DO Mahasiswa Pemohon Informasi

Keberadaan UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, telah menerbitkan secercah harapan pemberdayaan masyarakat sipil di Indonesia. Undang-undang ini telah menjadi preseden baik atas upaya membangun tata sistem demokrasi yang progresif. Undang-undang ini juga telah menjadi bagian dari sejarah perjuangan masyarakat sipil di Indonesia dalam memperjuangkan hak-hak dasarnya.

Namun, harapan itu kini sedikit terganggu dengan munculnya fenomena di Batam Kepulauan Riau. Sekelompok mahasiswa di Universitas Putera Batam (UPB) mengajukan permohonan informasi berupa salinan lembar jawaban ujian tengah semester 5  untuk 8 mata kuliah dan salinan lembar soal ujian tengah semester 5 untuk 8 mata kuliah(Putusan KI Nomor 003/VII/KI-Kepri-PS/2013 Pasal 2.2). Namun upaya para mahasiswa yang telah menggunakan mekanisme yang diatur dalam UU No. 14 tahun 2008 tersebut harus menuai “hukuman”.

Dari 11 mahasiswa yang mengajukan informasi terdapat 2 mahasiswa yang dikeluarkan (Drop Out) dan 5 mahasiswa yang diskors dengan tuduhan yang sama; “melanggar tata tertib UPB bab IV pasal 5 butir 16: bersikap dan bertindak yang dapat merongrong dan menjatuhkan nama baik almameter UPB” (berdasarkan Peraturan Universitas Putra Batam bab IV pasal 5 butir 16)”.

Dalam perkembangannya, Komisi Informasi Kepulauan Riau memutuskan bahwa informasi tersebut merupakan informasi publik dan mewajibkan pihak universitas untuk segera memberikan informasi yang diminta kepada pemohon.

Namun pihak universitas tidak terima atas putusan KI tersebut, dan meminta banding ke pengadilan negeri setempat.  Usaha pengadilan memediasi belum membawa hasil. Di pihak lain universitas justru menghukum para mahasiswa pemohon informasi itu. Proses pengambilan keputusan di tingkat universitas melalui Rapat Senat yang sepihak dan tidak melibatkan pihak berwenang merupakan pelanggaran atas Hak Asasi Manusia.

Fenomena ini merupakan gejala setback dari perjuangan masyarakat sipil dalam memperjuangkan hak kebebasannya untuk memperoleh informasi. Upaya “serangan balik” dari para penentang arus kebebasan memperoleh informasi ini tentu harus dilawan. Peristiwa ini tentu sangat kontra produktif dengan arus keterbukaan di Indonesia dan dunia internasional.

Proses persidangan banding putusan KI Provinsi Kepulauan Riau tersebut di Pengadilan Negeri Batam juga terindikasi penyimpangan. PN Batam sepertinya menyalahi Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 2 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan.

Untuk itu, Koalisi Freedom of Information Network Indonesia (FOINI) menyatakan sikap terhadap kasus ini bahwa Jaringan Keterbukaan Informasi di Indonesia mengecam segala tindakan balasan terhadap warga negarayang menggunakan haknya atas informasi sebagaimana dijamin dalam UUD 45 dan UU KIP.

 Oleh karena itu Koalisi mendesak:

  1. Pengadilan Negeri Kota Batam untuk mengikuti dan melaksanakan Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 2 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan.
  2. Para mahasiswa yang terkena “hukuman” untuk tetap konsisten dan amanah pada sikapnya dalam memperjuangkan kebebasaan memperoleh informasi.
  3. UPB untuk segera mematuhi putusan KI Kepulauan Riau.
  4. Kepolisian agar lebih profesional dalam memproses setiap pengaduan atau laporan terkait dengan sengketa informasi.
  5. Seluruh Komisi Informasi yang ada di Indonesia untuk menjadikan keputusan KI Kepulauan Riau sebagai “yurisprudensi” dalam memutus sengketa informasi yang serupa.

Jakarta, 12 November 2013

Koalisi Freedom of Information Network Indonesia (FOINI)

Kontak:

Sekretariat FOINI 

Freedom of Information Network Indonesia

Jl. Intan No.81, Cilandak Barat. South of Jakarta 12430 Telpon:+62-21-7591 5546

Email: sekretariat.foini@gmail.com atau ariejuna87@gmail.com

Website: www.kebebasaninformasi.org