Diteror Karena Minta Data Publik ke Kampus

Diteror Karena Minta Data Publik ke Kampus

Permohonan informasi yang statusnya mesti dibuka tanpa diminta terjadi di Medan, Sumatera Utara. Adalah James Ambarita (Anggota GMKI Cabang Medan) meminta beberapa informasi ke Universitas Negeri Medan (Unimed).

Permintaan yang dilindungi UU itu ternyata berlarut sampai ke Komisi Informasi Pusat, Pengadilan Tinggi Negeri dan sekarang di Mahkamah Agung.
Tidak hanya itu, selama meminta data itu, James merasa diteror.Nah, bagaimana perjuangan James dan kawan-kawan sampai bisa seperti itu, berikut petikan wawancaranya.

Sebenarnya, data apa saja yang Anda minta ke Unimed sampai tidak diberikan?

Data yang kami minta yaitu:
1.Salinan ringkasan laporan keuangan pada 2011 yang sekurang-kurangnya
terdiri atas: (1) rencana dan laporan realisasi anggaran; (2) neraca; (3)
laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai
dengan standar akuntansi yang berlaku tahun 2011;

2.Salinan seluruh dokumen (kegiatan dan keuangan) berbagai proyek
kerjasama dengan pihak luar tahun 2011;

3.Salinan seluruh dokumen (laporan kegiatan dan keuangan) perjalanan dinas rektor ke luar kota berikut rombongannya mulai tahun 2011.

4.Proposal dan salinan pengadaan (tender) Gedung Laboratorium Fisika dan Gedung Perpustakaan Universitas Negeri Medan baik yang dibiayai dari ABPN/P, kerjasama pihak luar negeri dan sebagainya beserta proses pelaksanaan proyek tersebut.

Menurut UU KIP apa itu data yang harus dipublish?

Menurut pasal 9, 11 dan 13 UU KIP No. 14 Tahun 2008 bahwa seluruh informasi yang kami minta adalah harus dipublis.

Berikut saya lampirkan pendapat Majelis Komisi Informasi Pusat yang memeriksa sengketa informasi publik terkait permintaan informasi yang kami lakukan.

E. Pendapat Majelis
1. Laporan Keuangan Tahun 2011
[4.20] Menimbang Pasal 9 ayat (2) huruf c UU KIP pada pokoknya menyatakan
bahwa Informasi Publik yang wajib disediakan Badan Publik secara berkala antara
lain: informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau
[4.21] Menimbang Penjelasan Pasal 9 ayat (1) UU KIP menyatakan bahwa: Yang
dimaksud dengan “berkala” adalah secara rutin, teratur, dan dalam jangka waktu
tertentu.
[4.22] Menimbang……….

[4.22] Menimbang selanjutnya Pasal 11 ayat (1) huruf d Perki SLIP menyatakan
bahwa: Setiap Badan Publik wajib mengumumkan secara berkala Informasi Publik
yang sekurang-kurangnya terdiri atas: (d) ringkasan laporan keuangan yang sekurangkurangnya
terdiri atas:
1. rencana dan laporan realisasi anggaran
2. neraca
3. laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan
standar akuntansi yang berlaku
4. daftar aset dan investasi;
[4.23] Menimbang keterangan sebagaimana dimaksud pada paragraf [4.19] sampai
dengan paragraf [4.22], Majelis berpendapat bahwa dalil Termohon yang menolak
memberikan informasi salinan laporan keuangan tidak berdasarkan hukum.

2. Dokumen Kerja Sama
[4.24] Menimbang Pasal 11 ayat (1) huruf e UU KIP pada pokoknya menyatakan
bahwa:
Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang meliputi:
(e) perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga.
[4.25] Menimbang Pasal 13 ayat (1) huruf e UU KIP pada pokoknya menyatakan
bahwa:
Setiap Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang
sekurang-kurangnya terdiri atas: (e) surat-surat perjanjian dengan pihak ketiga
berikut dokumen pendukungnya.
[4.26] Menimbang berdasarkan keterangan sebagaimana dimaksud pada paragraf
[4.24] sampai dengan paragraf [4.25], Majelis berpendapat bahwa dalil Termohon
yang menolak memberikan informasi adalah tidak berdasarkan hukum.

3. Dokumen Perjalanan Dinas Rektor
[4.27] Menimbang bahwa alasan penolakan permohonan adalah sebagaimana
dimaksud pada Pasal 6 dan Pasal 17 UU KIP.
[4.28] Menimbang Pasal 9………..

[4.28] Menimbang Pasal 9 ayat (2) huruf c UU KIP pada pokoknya menyatakan
bahwa Informasi Publik yang wajib disediakan Badan Publik secara berkala antara
lain: informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau
[4.29] Menimbang Penjelasan Pasal 9 ayat (1) UU KIP menyatakan bahwa: Yang
dimaksud dengan “berkala” adalah secara rutin, teratur, dan dalam jangka waktu
tertentu.
[4.30] Menimbang Pasal 11 ayat (1) huruf c UU KIP pada pokoknya menyatakan
bahwa Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang meliputi:
(c) seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya.
[4.31] Menimbang bahwa Termohon tidak menjelaskan alasan tidak diberikannya
informasi a quo.
[4.32] Menimbang keterangan sebagaimana dimaksud pada paragraf [4.27] sampai
dengan paragraf [4.31]. Majelis berpendapat dalil Termohon yang menolak
memberikan informasi tidak berdasarkan hukum.

4. Proposal dan Dokumen Pengadaan (Tender) Pembangunan Gedung
[4.33] Menimbang Pasal 9 ayat (2) huruf b UU KIP pada pokoknya menyatakan
bahwa Informasi Publik yang wajib disediakan Badan Publik secara berkala antara
lain: informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait
[4.34] Menimbang Pasal 11 ayat (1) huruf d (1) UU KIP pada pokoknya
menyatakan bahwa Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat
yang meliputi: (d) rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan
pengeluaran tahunan Badan Publik.
[4.35] Menimbang Pemohon menyatakan tidak dapat membuka akun Termohon di
Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
[4.36] Menimbang Termohon……….

[4.36] Menimbang Termohon tidak dapat menjelaskan konsekuensi yang
ditimbulkan apabila dokumen a quo diberikan kepada Pemohon.
[4.37] Menimbang keterangan sebagaimana dimaksud pada paragraf [4.33] sampai
dengan paragraf [4.36], Majelis berpendapat dalil Termohon yang menolak
memberikan informasi tidak berdasarkan hukum.

Kenapa Anda meminta data itu?

Kami melakukan hal ini karena kami menilai Universitas Negeri Medan sebagai badan publik belum memiliki kemauan untuk melaksanakan amanat dari UU KIP. Misalnya saja informasi beasiswa yang faktanya ada (Lembaga pemberi beasiswa tercantum di Buku Pedoman Akademik) tujuh sampai delapan beasiswa namun hanya  tiga yang diinformasikan kepada mahasiswa yaitu beasiswa BBM, PPA dan Supersemar. Informasi tentang program penelitian dan program kewirausahan yang diberikan Dikti kepada mahasiswa juga tidak pernah dibuka informasinya.

Hal ini membuktikan bahwa Unimed sebagai badan publik masih menutup akses informasi kepada warga kampusnya. Masih banyak lagi informasi yang sangat sulit diakses oleh mahasiswa diantaranya informasi tentang alokasi biaya praktikum, biaya meja hijau dan informasi tentang kebijakan pimpinan Perguruan Tinggi (misalnya SK Rektor) yang dalam perencanaannya tidak pernah melibatkan mahasiswa (sebagai penerima manfaat kebijakan) bahkan setelah disahkan kebijakan tersebut tidak pernah ada sosialisasi. Sehingga pada akhirnya menimbulkan kecemasan di kalangan mahasiswa.

Untuk apa?

1.Mendorong akselerasi implementasi UU No. 14 Tahun 2008 di badan publik khususnya di Perguruan Tinggi;
2.Menemukan hambatan dan kendala yang dihadapi oleh badan publik dalam melaksanakan pelayanan informasi;
3.Sebagai upaya kami untuk ikut mewujudkan terciptanya tata kelola Perguruan Tinggi yang transparan dan akuntabel di Indonesia.

Apa dasar Anda sehingga berani meminta hal itu? UU Keterbukaan Informasi-kah? Atau karena memang ingin tahu saja?

Dasar kami adalah UU No. 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi Publik. UU KIP memberikan jaminan kepada setiap warga Negara untuk memperoleh informasi yang dikuasi oleh badan publik. UU KIP memberikan acuan yang sangat jelas kepada Warga Negara tentang tata cara memperoleh informasi dari badan publik. UU KIP juga mengatur tentang apa yang harus dilakukan oleh Warga Negara (pemohon informasi publik) jika niatnya untuk memperoleh informasi dari badan publik dihambat oleh pejabat di dalam publik tersebut.

Kapan Anda tahu UU KIP? Dari siapa?

Saya tahu ada UU KIP ketika saya membaca berita di harian kompas.com tanggal 18 Desember 2010.
Ini beritanya: http://edukasi.kompas.com/read/2011/01/10/17130324/Sssst…..UI.Balas.Surat.ICW.
http://www.anakui.com/2010/12/18/transparansi-keuangan-ui-yang-kurang-kita-awasi-icw-datangi-ui/Dan
http://www.tribunnews.com/nasional/2010/12/16/icw-periksa-transparansi-keuangan-ui-hari-iniKemudian kami mendiskusikan dengan teman-teman tentang UU KIP.

Bisa ceritakan kronologi mulai dari permintaan informasi itu sampai dimenangkan Komisi Informasi?

Kronologi Permintaan informasi
Pemohon : Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia komisariat Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan
Termohon: Universitas Negeri Medan

1.Pemohon meminta informasi kepada Termohon melalui Surat Nomor: 029/F/PK-GMKI/FMIPA-UNIMED/MDN/IV/2012, tertanggal 10 April 2012

2.Bahwa informasi yang diminta oleh Pemohon adalah sebagai berikut:

1.Salinan ringkasan laporan keuangan pada 2011 yang sekurang-kurangnya
terdiri atas: (1) rencana dan laporan realisasi anggaran; (2) neraca; (3)
laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai
dengan standar akuntansi yang berlaku tahun 2011;

2.Salinan seluruh dokumen (kegiatan dan keuangan) berbagai proyek
kerjasama dengan pihak luar tahun 2011;

3.Salinan seluruh dokumen (laporan kegiatan dan keuangan) perjalanan dinas rektor ke luar kota berikut rombongannya mulai tahun 2011.

4.Proposal dan salinan pengadaan (tender) Gedung Laboratorium Fisika dan Gedung Perpustakaan Universitas Negeri Medan baik yang dibiayai dari ABPN/P, kerjasama pihak luar negeri dan sebagainya beserta proses pelaksanaan proyek tersebut. 3.Termohon tidak memberikan tanggapan/jawaban surat Permohonan Informasi Pemohon sebagaimana yang dimaksud dalam Poin 1.4.Karena Termohon tidak memberikan tanggapan/jawaban sebagaimana yang dimaksud dalam Poin 3, Pemohon kemudian mengajukan Surat Keberatan melalui Surat Nomor: 036/F/PK-GMKI/FMIPA-UNIMED/MDN/IV/2012, tertanggal 23 April 2012

5.Termohon tidak memberikan tanggapan/jawaban Surat Keberatan Pemohon sebagaimana yang dimaksud dalam Poin 4

6.Karena Termohon tidak memberikan tanggapan/jawaban surat sebagaimana yang dimaksud dalam Poin 5, Pemohon mengajukan Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik ke Komisi Informasi Pusat melalui surat Nomor: IST/F/PK-GMKI/FMIPA-UNIMED/MDN/VI/2012 tertanggal 15 Juni 2012

7.Pemohon menerima surat dari Komisi Informasi Pusat yang menyatakana bahwa menerima Surat Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik dengan Nomor: BR.PPSIP.143/VII/2012 tertanggal 9 Juli 2012.

Dalam surat tersebut berisi:
Permohonan PSIP yang diajukan oleh : Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia  Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas  Negeri Medan
Dengan Termohon             : Universitas Negeri Medan
Nomor Pendaftaran            : 206/PSI-P/VI/KIP/2012
Tanggal Pendaftaran             : 22 Juni 2012
Telah Diregistrasi dengan Nomor    : 205/VI/KIP-PS/2012
Tanggal Registrasi            : 29 Juni 2012

8.Pemohon menerima surat dari Komisi Informasi Pusat dengan Nomor: 148/IV/KIP-RLS/2013, tertanggal 15 April 2013 yang berisi pemberitahuan Mediasi I sengketa Informasi Publik.

9.Komisi Informasi Pusat menyelenggarakan Mediasi I Sengketa Informasi Publik antara Pemohon Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan dengan Termohon Universitas Negeri Medan yang dilaksanakan di Hotel Madani Medan pada hari Jumat 19 April 2013.

10.Dalam proses mediasi tersebut para pihak menyatakan:

1.Pemohon mengajukan informasi ini guna melakukan uji implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, serta mendorong Universitas Negeri Medan sebagai garda terdepan dalam mengimplementasikan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.

2.Bahwa Termohon menyatakan meminta waktu untuk melakukan rapat internal guna membahas permintaan informasi yang diminta oleh Pemohon.

3.Bahwa Termohon meminta waktu selambat-lambatnya 14 Hari Kerja sejak dilaksanakan mediasi pertama, yang akan menyatakan informasi yang diminta oleh pemohon dapat memberikan atau tidak.

4.Bahawa Pemohon menyetujui jangka waktu 14 hari kerja yang diminta oleh Termohon.

11.Termohon mengirimkan surat  kepada Panitera Komisi Informasi Pusat dengan Nomor: 000996/UN33/LL/2013, tertanggal 29 April 2013 yang ditanda tangani oleh Rektor Unimed Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si. Surat tersebut ditembuskan kepada Pemohon. Surat tersebut berisi tentang tanggapan terhadap Pemohon Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Fakultas MIPA Unimed.

12.Pemohon mengirimkan Surat kepada Rektor Unimed dan ditembuskan ke Komisi Informasi Pusat, tertanggal 11 Mei 2013 perihal Keberatan atas tanggapan dari Rektor Unimed. Dalam surat tersebut Pemohon menyatakan menarik diri dari proses mediasi dan meminta kepada Komisi Informasi Pusat untuk melakukan Penyelesaian Sengketa Informasi melalui sidang ajudikasi.

13.Pemohon menerima Surat dari Komisi Informasi Pusat dengan Nomor: 204/X/KIP-RLS/2013, tertanggal 16 Oktober 2013. Surat tersebut berisi panggilan Sidang Pemeriksaan Penyelesaian Sengketa Informasi.

14.Pemohon menghadiri Sidang Pemeriksaan Penyelesaian Sengketa Informasi yang dilaksanakan di Hotel Swiss-Bellin  Jl. Surabaya No. 88 Medan pada hari Selasa tanggal 29 Oktober 2013 Pukul 13.00 WIB. Pada Saat itu Termohon tidak menghadiri Sidang Pemeriksaan Penyelesaian Sengketa Informasi. Majelis Komisi Informasi menunda persidangan dan akan melanjutkan persidangan tanggal 31 Oktober 2013 di waktu dan tempat yang sama.

15.Pada Hari Kamis tanggal 31 Oktober 2013 Pemohon menghadiri Sidang Pemeriksaan Penyelesaian Sengketa Informasi. Pada saat itu juga Termohon tidak menghadiri Persidangan.

16.Pada hari Jumat tanggal 1 November 2013 Majelis Komisi Informasi membacakan putusan di Jakarta.

Apa Anda merasa diteror karena melakukan hal itu? Baik fisik maupun psikis?

Saya merasakan diteror dan diancam oleh Pembantu Dekan IIIFMIPA UNIMED karena memperjuangkan Keterbukaan Informasi Publik di Unimed. Pembantu Dekan III FMIPA UNIMED pernah berkata kepada Pemohon“saya analisis dengan teman-teman saya, saya sudah tahu apa targetanmu, tapi terserahlah.Kalau saya sudah terusik, saya lacak keberadaanmu. Saya pastikan tidak ada perpanjangan waktu untukmu untuk menyelesaikan studi, dan saya pastikan kau tidak akan bisa menyelesaikan proposal dan skripsimu, hari ini penentuannya, ini bukan ancaman, semua orang sudah marah”.   Ancaman Pembantu Dekan III tersebut benar-benar terjadi pada saya. Saya terancam di drop out (DO) karena habis masa study dan tidakdiperlakukan dengan baik karena telah meminta informasi. Saya dianggapmempermalukan kampus dan akan diberikan tindakan tegas. Saya melihat tindakan tegas yang dimaksud adalah ancaman DO. Pemohon belum menerima surat DO, namun karena saya adalah angkatan 2006 dan sekarang adalah tahun2013, dengan masa study selama 7 tahun tidak lulus maka otomatis akan DO.James dipersulit untuk skripsi dengan pemberlakuan peraturan yang berbeda dengan mahasiswa lainnya. Pada 24 Mei 2013, proposal skripsi James disetujui oleh dosen pembimbing skripsi dan Ketua Prodi. Kemudian pada tanggal 27 Mei 2013 proposal sayaditarik kembali untuk diganti. Kemudian diajukan kembali dan sudah ditandatangani oleh dosen pembimbing skripsi namun sampai sekarang belum ditandantangani oleh Ketua Prodi. Kemudian karena saya tidak lagi diberikan kesempatan untuk mengerjakan skripsi dan saya takut akan diberikan surta DO maka saya membuat surat untuk pindah kuliah/transfer kuliah.

Akhirnya, Anda dimenangkan Komisi Informasi. Berdasar pengalaman, efektifkah UU itu?

Saya merasa UU KIP kurang efektif dalam memutuskan informasi tersebut terbuka atau tidak. Bagaimana jika seorang pemohon informasi yang meminta informasi kepada badan publik dimana informasi yang diminta sangat penting dan harus diberikan pada waktu yang cepat dan jika tidak secepatnya diberikan akan menimbulkan banyak masalah? Disinilah letak kurang efektifnya UU KIP ini. UU KIP sangat sama memutuskan apakah informasi yang diminta merupakan informasi terbuka atau tertutup.

Menurut Anda bagaimana kampus ideal terkait informasi berdasarkan UU KIP?

Menurut saya kampus harus menyampaikan semua informasi yang  ada dikampus tersebut. Informasi tersebut bisa disampaikan di website resmi kampus dan majalah dinding setiap jurusan. Terbentuknya Pejabat Pengelola Dokumentasi dan Informasi (PPID) di kampus yang secara khusus bertanggung jawab menyediakan informasi dan memberikan informasi ketika ada permintaan informasi. PPID yang ada di kampus harus menyediakan seluruh informasi secara berkala dan memberikan informasi ketika ada permintaan informasi.

Apa pesan Anda bagi teman-teman mahasiswa lain yang kemungkinan kampusnya tertutup dalam informasi yang seharusnya terbuka tanpa diminta?

Pesan saya kepada teman-teman mahasiswa yaitu:
1.Baca, pahami serta diskusikan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

2.Lakukan diskusi yang intensif dengan mengajak teman-teman mahasiswa yang lain agar mengetahui seputar  tentang UU KIP.

3.Lakukan diskusi publik yang melibatkan pimpinan jurusan, fakultas hingga kampus agar mengetahui bersama tentang UU KIP.

4.Lakukan permintaan informasi publik kepada pimpinan jurusan, fakultas atau kampus terhadap  informasi yang ditutupi dimana informasi tersebut sangat dibutuhkan oleh  mahasiswa.

Jumaidi: Kampus Tak Terbuka, itu Berarti Bebal

Jumaidi: Kampus Tak Terbuka, itu Berarti Bebal

Mahasiswa Universitas Negeri Mataram Fakultas Hukum semester VIII bernama Jumaidi meminta tiga 4 hal ke kampusnya sendiri. Yakni laporan pelaksanaan pembangunan rumah sakit tahun 2010-2012, laporan pengelolaan SPP 3 tahun terakhir, laporan pengelolaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Kampus (JPKMK), dan pengelolaan denda 10 % SPP mahasiswa yang telat bayar selama 3 tahun terakhir.

Laporan yang sejatinya dibuka tanpa diminta tersebut ternyata sulit didapatkan. Bahkan pria kelahiran Jerowaru, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat tersebut sempat diteror. Bagaimana peristiwa tersebut sampai ke Komisi Informasi, pengadilan, dan pada akhirnya dimenangkan? Berikut wawancara Abdullah Alawi dari kebebasaninformasi.org dengan Jumaidi, Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).

Kenapa Anda meminta hal itu?

Dalam poin permohonan yang saya ajukan, ada empat poin. Kemudian, saya meminta informasi-informasi tersebut karena hal tersebutlah yang paling dekat dengan mahasiswa. Informasi-informasi tersebut  memang seharusnya dipublikasikan tapi nyatanya tidak satupun informasi yang ditahu atau dilihat oleh mahasiswa to.

Sederhananya, uang-uang yang kami keluarkan yaitu SPP ataupun pembayaran-pembayaran lainnya, pengelolaannya seperti apa, uang kami dikemanakan dan dipakai untuk apa?
Kan itu perlu kita lihat, makanya perlu saya rasa kiranya untuk melihat informasi-informasi tersebut.

Kami juga melihat, dalam beberapa hal poin permohonan itu, ada beberapa hal yang menarik saya untuk meminta informasi tersebut. Terutama dalam pengelolaan SPP yang tidak pernah transparan, kemudian denda 10 % telat bayar SPP, regulasinya darimana dan uang itu diarahkan kemana, kan itu perlu kita lihat. Begitu juga dengan JPKMK, uang pelayanan kesehatan yang tidak memadai dengan alat-alat kesehatan yang disediakan oleh Unram, bahkan obat-obat yang ada di Klinik pun obat-obat yang sudah daluarsa. Lalu uang yang ami bayar dikemanakan?

Saya rasa, dalam hal keterbukaan informasi ini merupakan kebutuhan semua mahasiswa, terlihat dengan beberapa aksi yang dilakukan oleh mahasiswa, salah satu poin tuntutan aksinya adalah soal keterbukaan informasi.

Untuk apa informasi itu?

Dalam hal ini, kami mengharapkan suatu keterbukaan informasi di kampus. Jadi tujuan kami meminta adalah untuk mendorong terciptanya suatu perguruan tinggi yang transparan. Dengan melakukan uji akses seperti ini, adalah cara yang tepat untuk melihat komitmen perguruan tinggi dalam menaati aturan. Kalau ditanya informasi itu untuk apa? Kami ingin melihat pengelolaan uang yang kami bayar itu seperti apa dan kemana.

Apa dasar Anda sehingga berani meminta hal itu? UU Keterbukaan Informasi-kah?

Ya, semua itu kan berlandaskan pada hukum. UU No 14 tahun 2008 tentang KIP itu kan menegaskan pada setiap badan publik untuk bersifat terbuka, termasuk perguruan tinggi ini.
Jadi, jika ada badan publik yang masih belum mau terbuka, itu artinya berarti bebel terhadap hukum, tidak taat pada aturan

Bisa ceritakan kronologi mulai dari permintaan informasi itu sampai dimenangkan Komisi Informasi?

Pada tanggal 7 desember 2013, saya mengajukan surat permohonan dengan ditujukan kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Unram. Namun saat itu, surat yang saya ajukan tersebut ditolak mentah-mentah oleh petugas Tata Usaha (urusan surat keluar masuk) karena katanya di Unram tidak ada pejabat semacam itu.

Karena surat saya ditolak, kemudian saya ajukan lagi surat permohonan dengan tujuan kepada Humas Unram (tanggal 13 desember 2013), tapi disitupun surat saya ditollak. Alasannya, humas tidak berani berbicara urusan-urusan seperti itu, menurutnya yang punya kewenangan adalah Rektor. Jadi humas tidak akan berani mengeluarkan suatu informasi kalau tidak ada rekomendasi dari Rektor. Saya berpikirnya bahwa kewenangan tunggal ada di Rektor.

Sehari setelah itu, tanggal 14 desember, saya kemudian mengajukan surat permohonan informasi yang ditujukan kepada Rektor.  Mungkin capek dia lihat saya-saya terus oleh petugas di Tata Usaha tersebut, baru kemudian surat saya diterima.

Setelah itu, saya tunggu sampai 10 hari kerja (sesuai dengan standar permohonan informasi dalam UU). Setelah sepuluh hari, tidak ada tanggapan dari Unram, kemudian saya mengajukan kembali surat keberatan kepada Rektor Unram pada tanggal 3 januari 2014.

Setelah surat keberatan itu saya ajukan, kemudian saya tunggu sampai 30 hari kerja. Dalam rentang waktu 30 hari kerja itu, pihak Unram tidak ada tanggapan atau pemberitahuan sedikit pun.

Setelah genap 30 hari Unram tidak menanggapi, baru saya ajukan lagi surat permohonan penyelesaian sengketa informasi publik tanggal 11 Februari.

Pada tahap mediasi, yaitu dua kali (dalam rentan waktu 14 hari kerja) kami (saya dan pihak Unram) tidak menemukan titik temu. Karena alasannya masih mengkaji soal poin-poin informasi yang saya minta itu. Selain itu juga alasannya adalah pada poin poin surat permohonan yang saya ajukan itu, Unram mempertanyakan soal kata tiga tahun terakhir, padahal sebetulnya pada dua kali mediasi hal itu sudah jelas.

Sampai sidang pemeriksaan dan pembuktian pokok perkara, pihak Unram belum bisa memberikan alasan yang jelas mengenai alasannya tidak mau memberikan informasi itu. Sehingga Ketua Majelis KI, pada hari Senin tanggal 5 mei 2014 memutuskan bahwa mengabulkan semua poin permohonan kecuali poin satu. Pada poin satu itu, Unram harus memberikan laporan pelaksanaan pembangunan rumah sakit pendidikan tahun 2010 dan 2011, karena untuk tahun 2012 tidak ada anggaran dari pusat maupun Pemda. Kemudian untuk tahun 2013 laporan yang di audit belum ada.

Apa Anda merasa diteror karena melakukan hal itu? Baik fisik maupun psikis?

Memang dalam perjalanan peroses penyelesaian sengketa informasi itu, saya mendapatkan sedikit tekanan. Bahkan sempat saya mendengarkan isu kalau saya mau dikeluarkan dari kampus, tapi saya sama sekali tidak merasa takut, karena secara akademis saya rasa tidak ada alasan untuk memecat saya.

Lalu kemudian, kalau misalnya dia mengeluarkan saya dari Unram dengan alasan karena saya hanya sekedar meminta informasi, itu saya rasa ndak masuk akal.

Selain itu juga, secara institusi, Dekan sering panggil saya ke ruangannya dan suruh saya untuk menghentikan sengketa itu, bahkan Dekan suruh saya cabut surat permohonan penyelesaian sengketa itu.

Tapi bagi saya, hanya setan yang menghamba pada keburukan/kejahatan. Selama saya masih berada dalam kebenaran, saya tidak akan mundur. Saya akan terus perjuangkan, apalagi ini demi kepentingan publik. Karena informasi ini bukan hanya saya yang butuh tapi mahasiswa secara keseluruhan.

Akhirnya, Anda dimenangkan Komisi Informasi. Berdasar pengalaman, efektifkah UU itu?

Kalau ditanyakan soal efektif, saya rasa UU itu sangat efektif karena lahirnya UU tersebut adalah untuk melindungi hak-hak dasar manusia.

Apa pesan Anda bagi teman-teman mahasiswa lain yang kemungkinan kampusnya tertutup dalam informasi yang seharusnya terbuka tanpa diminta?

Sama seperti yang saya katakana sama kawan-kawan mahasiswa Unram lainnya, perguruan tinggi ini adalah badan publik yang harus transparan baik dalam anggaran maupun pengelolaan lainnya. Oleh karena itu, bagi kawan-kawan mahasiswa mari kita sama-sama dorong perguruan tinggi ini menjadi perguruan tinggi yang terbuka/transparan.  Kita dorong perguruan tinggi ini untuk membuat Pejabat Pengelola Informasi (PPID), karena itu adalah amanah Undang-undang. Teruslah berjuang demi kebenaran dan untuk kepentingan bersama.

IBC: Faktanya Komisi Pemilihan Umum Tertutup

IBC: Faktanya Komisi Pemilihan Umum Tertutup

Sebagai lembaga publik, seharusnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) terbuka dalam pengelolaan anggaran, proses perencanaan, proses pengadaan logistik, sampai manajemen aset dan lain-lain. Tapi hingga saat ini harapan masyarakat Indonesia kepada lembaga penyelenggara itu tidak terjadi.

Indonesia Budget Center (IBC) akan mencoba meneliti KPU dari empat hal tersebut. Abdullah Alawi dari kebebesaninformasi.org berhasil meawancarai salah seorang peneliti IBC, Roy Salam pada FGD di Hotel Sofyan beberapa waktu lalu. Berikut petikannya:

Focus Grup Discussian (FGD) yang digelar di sini tentang apa, Bang?

FGD ini menyusun panduan studi anggaran dan logistik Pemilu. FGD ini dilakukan untuk memberikan input atau masukan terhadap draft atau panduan yang sudah disusun yang akan difinalisasi menjadi pegangan mitra lokal atau peneliti lokal untuk melakukan studi atau riset.

Lalu saya kira dengan FGD ini juga bisa mengupdate informasi-infoemasi penting tentang perkembangan logistik dana juga dan juga bisa mendapat metode-metode baru seperti menarik tadi bagaimana membangun koordinasi tim dengan dalam sebuah penelitian. Seperti tadi membuat jurnal, menurut saya adalah hal yang juga dapatkan dalam FGD ini. Dan ini sangat memberikan masukan dalam untuk pencapaian out put dalam riset.

Objek risetnya ini apa?

Riset ini untuk melihat kinerja KPU sebagai penyelenggara Pemilu. Bagaimana kita melihat KPU dalam menerapakan sebuah proses pengelolaan anggaran dan pengadaan logistik yang  transparan dan akuntabel. Kita berangkat pada satu situasai dimana KPU belum transparan dan belum terbuka terkait dengan hak masyarakat terhadap infoemasi anggaran dan pengadaan logistik di KPU.

Bisa diperjelas, ini asumsi atau fakta?

Saya kira fakta ya. Jadi, dari Pemilu ke Pemliu, di Pemilu 204 muncul namanya korupsi di KPU. Korupsi disebabkan oleh sebuah sistem yang tertutup. Semakin tertutup, semakin korup. Itu satu term yang harus kita pecahkan dan kita dorong agar KPU ini banar-benar terbuka. Kalau benar-benar terbuka akan merangsang pemilih untuk berpartisipasi. Kalau partisipasi masyarakat dalam KPU tinggi, bisa mendorong tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPU juga bisa tinggi. Nah, disamping itu juga mendorong Bawaslu untuk lebih bertanggung jawab dalam mengelola penyelenggaraan Pemilu ini.

Indikator selama ini KPU tertutup itu apa?

Sebenarnya, pertama bisa dilihat sederhana saja. Dokumen anggaran misalnya, anggaran KPU tahun 2013 itu kan harusnya bisa dipublikasi di website.

Buktinya nggak ya?

Itu tidak terjadi. Itu indikasi awal. Lalu, informasi kontrak, itu kan harusnya tersedia juga. Tidak alasan bagi KPU untuk tidak membuka informasi itu. Kalau mengatakan bahwa datanya ada, silakan ambil. Artinya KPU, ini kan bicara kadar transparansi, kalau KPU seperti itu dipraktikan, itu kan levelnya 5 ke bawah. Tapi kalau dia sudah proaktif; proaktif itu orang tanpa harus mendatangi KPU, mereka sudah bisa akses, data bisa diperolah siapa saja dan dimana saja; itu levelnya sudah di atas 6 atau 7. Kita kan berharap sampai ke arah situ.

Lalu, terkait dengan informasi dari Pemilu ke Pemilu, Dua pemilu yang sudah kita lewati, korupsi logistik yang sukar diakses adalah dokumen kontrak. Harapannya, KPU kalau pengusaha tidak membuka, maka KPU yang membuka informasi itu. Nah, sebab apa? Sebab KPU ini kan sebenarnya, salah satu tujuan dibentuk KPU kan supaya mewarnai rezim yang dulu tertutup menjadi terbuka, menjadi peloporlah. Kita berharap KPU menjadi pelopor. KPU mendorong dana kampanye harus terbuka partai politik. Tapi anggaranmu kok tidak terbuka. Bagaimana ceritanya?! Jadi kita berharap ada praktik-praktik transparansi itu sudah dahulu dipraktikan oleh KPU sehingga ketika memaksa partaii politik untuk terbuka, itu mereka sudah memberikan contoh.

Ada indikasi kepentingan politik KPU semacam itu?

Saya kira, seharusnya begini, KPU itu kan bisa mengajak publik untuk tidak berpikir KPU ini politis, tapi KPU ini adalah lembaga independen, tidak memihak parpol mana pun, di situlah tingkat kepercayaan publik. Tapi ketika KPU membawa kerja-kerja KPU mengantar pikiran publik pada bekerja politis, maka kebenaran KPU itu wajib dipertanyakan.

Kalau mekanisme yang dilakukan IBC dengan cara apa mengawasi mereka?

Ada dua metode advokasi yang dilakukan karena memang IBC sendiri dengan mencari atau menemukan praktik-praktik penyimpangan. Lalu meilhat regulasinya dan mengapa penyiimpangan itu terjadi. Itu dilaporkan kepada kepada lembaga yang berwenang untuk menindaknya seperti ke KPK atau Bawaslu. Ada juga kita pakai, mengirimkan surat, meminta informasi anggaran mereka. Tapi itu tidak terjadi.

Tidak terjadi maksudnya tidak ditanggapi?

Tidak ditanggapi oleh KPU, ketika kita meminta infomasi anggaran. Kalau kita ke KPK saya kira ada proses tindak lanjut, hanya update-nya yang kurang. Tetapi maskud saya adalah cara kita melakukan advokasi dengan cara mencoba menemukan praktik-praktik penyimpangan yang ada di KPU, itu yang kita praktikan di 2004 dan 2009. Di 2012 lalu, kita coba melakukan uji dengan cara sederhana kita mengirim surat ke KPU untuk meminta dokumen anggaran mereka, tapi itu tidak ditanggapi, memang target kita tidak sampai menyengketakan. Kita hanya melihat respon mereka seperti apa?

Kenapa tidak sampai menyengketakan?

Karena sebenarnya kami sendiri berpikir begini, mengapa kita harus menguji informasi kalau informasi itu sudah jelas informasi publik. Kita hanya menghabiskan energi untuk menguji. Bagi kami seperti itu. Ya sudah, kita katakan saja, KPU tidak transparan. Kita ada ruang uji publlik, tapi bagi kita adalah kita akan melihat bahwa harusnya dengan kita mengirimkan surat, bahwa dengan tujuan kita meminta informasi itu, kita seharusnya kita ditanggapi KPU. Bagi kami, informasi anggaran itu adalah informasi publik yang itu disampiakan secara-serta merta dan berkala. Ketika anggaran sudah ditetapkan, maka KPU wajib menyampaikan informasi itu. Kalau dia tidak punya media, internet, dia memakai berita cetak. Jadi, ini soal kemauan. Bagi kita, memang, tidak sampai pada proses keberatan itu sendiri.

Itu sudah kesepakatan IBC?

Iya. Iya, kecuali kita sampai menguji undang-undangnya sampai tuntas. Ya memang saat ini kita masih pada, kita tidak lakukan sampai pada menyampaikan keberatan. Tapi kita coba menguji pada bersurat saja, kita melihat responnya karena susah juga semua informasi harus disengketakan. Artinya begini, harusnya kita mengajak mereka serta-merta menyampaikan informasi itu karena sudah jelas. Kecuali misalnya ada informasi lain. Maksudnya begini, ada kategori informasi baru yang itu masih debatable. Tapi ini informasi anggaran yang mana mulai dari konstitusi sampai kepada yang namanya Undang Undang, peraturan Pemerintah, bahkan peraturan KPU itu sudah jelas menyebutkan, bahwa anggaran itu, dokumen anggaran itu informasi publik, yang wajib disampaikan.

Terus sampai dimana lembaga tertentu bisa menyengketakan KPU?

Saya belum tahu persis ya apakah ada lembaga yang mensengketakan KPU sampai pada proses menerima dokumen itu.

Apa masyarakat tahu bahwa KPU tidak transparan?

Umumnya masyarakat mengetahui lewat berita yang itu yang merupakan aktivitas advokasi yang dilakukan oleh teman-teman NGO seperti IBC, ICW, IPC, ada juga maysarakat yang tahu lewat proses-proses penguatan di komunitas-komunitas, misalnya ada training tentang kepemiluan yang itu menyinggung tugas dan fungsi KPU dan bagaimana kerja-kerja KPU. Dan saya kira untuk masyarakat yang mengetahui KPU belum banyak juga bahwa KPU itu sudah membuat laporan kinerja, misalnya. Karena selama inii juga KPU juga jarang mempublikasikan sendiri bahwa mereka sudah membuat yang namanya laporan kerja mereka.

Ok, Bang, kenapa riset IBC di empat daerah, Jawa Timur, Aceh, Sulsel dan DKI Jakarta?

Empat daerah ini dipilih ada pertimbangan khusus, misalnya terkait kesiapan mitra juga. Lalu kemudian ada kakhasan juga masing-masing. Jawa timur itu memang representasi di sana jumlah pemilih begitu banyak, tentu bagaimana kita melihat kesiapan pemilu yang berjumlah demikian besar. Aceh, dengan karakteristiknya kan di sana ada partai lokal, bagaimana melihat kerja-kerjanya. Saya kira di Makassar atau Sulawesi Selatan, itu kita coba ambill sebagai representasi wilayah timur, itu juga mereka dalam manajemen itu sudah baik apa belum. Kalau di Jakarta sendiri kan karena ini pusat ya. Pendekatan-pendekatan itu mengapa wilayah ini penting untuk dijadikan wilayah studi.

Silih AW: Produk Bisa Diboikot. Parpol, Kenapa Tidak?

Silih AW: Produk Bisa Diboikot. Parpol, Kenapa Tidak?

Selama ini, dorongan untuk transparansi partai politik (parpol), kebanyakan dilakukan melalui mekanisme UU. Setidaknya, saat ini melalui dua UU, yaitu UU Keterbukaan Informasi Publik dan UU Partai Politik. Tapi hasilnya tidak maksimal, tetap saja parpol ogah terbuka, terutama terkait anggaran, padahal uang itu dari APBN. Berikut wawancara kami tentang fenomena perilaku partai ini bersama Silih Agung Wasesa, penulis buku Political Branding & Public Relation.
.
Jika dunia bisnis, mengarah pada marketing 3.0 dimana misi dan nilai menjadi basis utama, sepertinya fenomena parpol justru sebaliknya. Apa komentar mas Silih dengan kondisi ini?
.
Sebetulnya antara dunia bisnis dan politik tidak jauh berbeda koq, basisnya adalah Corporate Governance. Di Indonesia, parpol masih menjadi semacam dewa yang tidak memiliki alat kontrol, sehingga mereka bisa semau mereka sendiri bertindak. Dunia bisnis kalau didiamkan juga akan seperti itu, mereka akan menjadi kartel atau mafia. Jadi, pengabaian publik terhadap partai menyebabkan mereka menikmati zona nyaman yang keliru itu. Dengan ketertutupan, apapun bisa terjadi. Jika perusahaan, menutup diri dari publik berarti kematian karena dari publiklah, kesinambungan mereka terjaga. Sementara di sebagian partai, rakyat hanya di awal, selanjutnya mereka menghidupi diri dari APBN dan yah, berbagai cara.
.
Kira-kira apa yang menyebabkan perilaku parpol seperti ini (tertutup). Padahal, bukankah transparansi itu modal untuk menumbuhkan trust publik dan menuai simpati. 

Basis parpol sekarang masih pada pengusaha besar dan penggunaan anggaran negara soalnya, sehingga mereka belum membutuhkan partisipasi publik. Trust publik pun belum menjadi prioritas utama, kecuali 5 tahun sekali. Ini mindset yang tak tepat di partai politik. Coba lihat, perusahaan komersil lebih cerdas menggaet dan merawat konsumen mereka. Sekarang banyak CEO yang turun, menyatu dalam kehidupan konsumen. Tujuannya bukan agar mereka jadi konsumen semata, tapi values driven. Nah, apakah partai-partai itu sudah punya values itu?

Jika dengan UU yang mereka buat sendiri pun tak ditaati, apa yang perlu dilakukan publik untuk mendorong keterbukaan parpol.

Sebetulnya kan negara kita basisnya adalah trias politika, dimana masing-masing memiliki tugas dan konsekuensinya masing-masing. Nah, paska reformasi, negara kita masih mencari bentuk nih. Sekarang legislatif dan parpol seolah masih menjadi raja. mereka yang menentukan presiden dan lembaga peradilan. Ini yang mesti dikembalikan fungsinya masing-masing.
.
Survei TII menyebutkan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap parpol itu rendah. Nah, bagi parpol sendiri, apa yang perlu dilakukan?

Tidak ada yang perlu dilakukan oleh Parpol, toh mereka belum tergantung pada public trust. Ini harus kembali pada masing-masing pemegang trias politika tadi, mau kah mereka memperbaiki diri. Publik seharusnya semakin diberdayakan juga, sehingga bisa melakukan gerakan-gerakan tandingan (bukan demo ya), yang menghambat keberadaan parpol. Seperti halnya konsumen yang memboikot tidak beli produk, maka ada saatnya publik memboikot parpol untuk tidak boleh berkegiatan di area mereka.

 

Keterangan Narasumber

Silih Agung Wasesa is an associate member of Association of American Political Consultant and also as member of International Public Relation Association. He is a development brand strategic (brand framework, brand diagnostic and brand communication), behavior modification expert with multi-faceted experience in corporate issue, public relations strategic and also consumer behavior.

Silih’s background as psychologist and experience designing and managing large-scale communications programs gives him unique perspective in creating innovative brand, fully integrated strategies to build both internal and external communications. Not only focus on output communications, Silih also experience to change attitude and behavior of target audiences with his expertise as psychologist.

Sixteen years working in communication, brand and marketing fields in Indonesia has provided Silih with extensive experience on all sides Awareness, Attitude, and behavior of Indigenous people of Indonesia.  Those experiences give him with critical understanding the needs of Indonesian people, and insight him to make Indonesian Communication framework, which call DAIA (Desire, Attention, Interest, Action).  This framework has been implemented in many project in Indonesia, both for corporate or branding program, and successful.

 

Fathulloh: KJRI Hongkong Abaikan UU KIP

Fathulloh: KJRI Hongkong Abaikan UU KIP

Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) bersama Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) di Malang, Wonosobo, dan Indramayu, LAKPESDAM NU Cilacap, Infest Yogyakarta, Paguyuban Buruh Migran dan Perempuan Seruni Banyumas, Serikat Paguyuban Petani Qoryah Thoyyibah (SPPQT) Salatiga, LBH Yogyakarta, dan Jingga Media Cirebon, sejak 26 Januari 2013 telah merancang gerakan permintaan informasi publik. Bagaimana proses dan hasilnya, berikut Wawancara kami dengan Fathulloh, Pegiat Pusat Sumber Daya Buruh Migran.

Gerakan permintaan informasi oleh buruh migran ini berlangsung massif. Selain di Indonesia, di luar negeri juga?

Ya, di luar negeri juga. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Hong Kong yang tergabung dalam Tim 11 juga meminta hak informasi dengan cara mendatangi dan mengirim surat kepada badan-badan publik.

Organisasi-organisasi tenaga kerja Indonesia di Hongkong yang melakukan permintaan informasi ini, apa saja?

Ada Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI), Indonesian Migrant Workers Union (IMWU), Persatuan BMI Tolak Overcharging (PILAR), dan Liga Pekerja Migran Indonesia (LIPMI). Selain itu juga jejaring organisasi TKI di Hong Kong .

Informasi apa yang diminta?

Ada 150 lebih jenis permintaan informasi telah dikirim ke badan-badan publik seperti Kemeterian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) dan unit kerja turunannya di daerah, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dan unit kerja turunannya di daerah, Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Dirjen Imigrasi, dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hong Kong. Intinya terkait tata kelola penempatan dan perlindungan TKI. Sejak Terhitung hingga Mei 2013 lalu.

Apakah badan publik tersebut memberikan tanggapan yang cukup baik?

Ya, beragamlah. Mayoritas memang belum memberikan tanggapan. Sebagian ada yang memberikan respon. Misalnya, BNP2TKI, PPID-nya berupaya memberikan beberapa dokumen yang diminta. Kemenkumham juga meneruskan surat permintaan informasi tentang pencekalan TKI kepada Dirjen Imigrasi dan beberapa hari kemudian Dirjen Imigrasi membalas.

Yang tidak memberikan tanggapan, lembaga mana?

Kemenakertrans dan KJRI Hong Kong.

Kemenakertrans lama baru ngasih respon. Kami masukkan surat dari Februari, tapi Mei 2013 baru ada jawaban dari Kemenakertrans.Nah, yang parah. KJRI Hong Kong. Mereka mengabaikan. Tak ada balasan sama sekali. Bahkan surat keberatan yang sudah dikirim sejak 7 April 2013 pun diabaikan.

Sikap ini, mencerminkan mutu pelayanan KJRI Hongkong?

KJRI Hong Kong

Kantor KJRI Hong Kong

Ya, jika informasi yang diminta aja diabaikan, apalagi terhadap informasi yang wajib disediakan?

Apa langkah selanjutnya?

Pertama, kami sudah mengajukan gugatan. Akan ada sidang gugatan jarak jauh, antara kami dan KJRI Hongkong, itu janji KI Pusat. Kedua, kami akan terus mensosialisasikan UU KIP kepada buruh migran. Banyak dari mereka yang terabaikan haknya karena minimnya informasi. Gerakan minta informasi ini, perlu dimassifkan.

Nampat: Saya Diperlakukan Begini. Apalagi Mahasiswa Yang Muda-Muda!

Nampat: Saya Diperlakukan Begini. Apalagi Mahasiswa Yang Muda-Muda!

Setelah selesai diskusi di Bakoel Koffie Cikini (12/11/13), siang itu kami dari redaksi kebebasaninformasi.org menghampiri Nampat Silangit, Mahasiswa Universitas Putera Batam, pemohon informasi yang di DO karena dianggap mencermarkan nama baik kampus. Btw, beberapa hari yang lalu, Mukhlisin, tim redaksi kebebasaninformasi.org mendapat telepon dari Nampat, “Saya ini korban,”  Wah, sangar kata Mukhlisin. Tetapi, setelah bertemu, Nampat, justru sangat bersahabat. 🙂

Berikut petikan wawancara kami.

Niat awalnya, Anda ingin mempertanyakan nilai ujian?

Ya, nilai ujian di semester 5, di sejumlah mata kuliah saya dapat 16, 17, 18. Aneh, padahal saya merasa dapat menjawab dengan benar. Sejak semester 1 sampai 4, nilai paling rendah saya itu 80. Saya senang dengan bidang hukum. Saya merasa, hukum itu jiwa saya.

Apa respon dosen?

Dosen saya bilang, dia tidak menentukan dan tidak pernah melihat nilai-nilai itu. Padahal, menurut UU 14/2005 merekalah yang seharusnya menentukan nilai.

Jadi, siapa yang menentukan nilai itu?

Entah, yang pasti dari pihak rektorat.

Terus, Anda bertanya ke Rektorat?

Ya, saya mengajukan permohonan sesuai UU KIP. Tidak ditanggapi, saya mengajukan keberatan. Saya gugat ke Komisi Informasi Provinsi Kepri, dan dimenangkan. Kampus tak puas, lalu menggugat ke PN Batam. Di sini, saya merasa PN Batam tak menjalankan persidangan sesuai aturan.

Apa yang akan dilakukan, selanjutnya?

Saya akan ke Komisi Yudisial, untuk melaporkan bahwa hakim PN Batam tidak mematuhi Perma No 2 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi. Saya sudah menyampaikan bukti fotocopy putusan KI yang dilegalisir KI, tetapi ditolak. Ini bukan yang asli, kata majelis hakim PN Batam.

Anda yakin tetap semangat memperjuangkan ini?

Saya hampir menyerah. Tapi kehadiran Lais Abid, dari FoI-NI menumbuhkan semangat saya lagi untuk memperjuangkan hak atas informasi, hak pendidikan, dan hak dosen terhadap nilai mahasiswa yang diambil oleh pihak Rektorat UPB,”

Anak saya kelas III SMA. Jika terhadap orang seperti saya, diperlakukan buruk seperti ini, apalagi terhadap mahasiswa-mahasiswa baru yang masih muda-muda itu. Perjuangan ini bukan untuk saya saja, tetapi untuk keadilan bagi semua mahasiswa dan dosen-dosen di sana.

IMG_2622

Dari 11 teman-teman yang semula memperjuangkan ini, ada yang akhirnya memilih sikap lain. Saya hargai itu sebagai pilihan mereka. Kampus juga memutus kontrak lima orang dosen yang mendukung saya dan teman-teman.

Mulai dari rektorat kampus, Kepolisian, hingga PN Batam, upaya untuk memperjuangkan hak kami, selalu dipersulit. Itulah mengapa saya katakan, saya hampir menyerah.

Dukungan teman-teman FoI-NI, dukungan Komisi Informasi Kepri, dan kesadaran bahwa ini perjuangan dengan segala risiko, membuat saya semangat.

Menurut Anda, apa saja yang tidak tepat dilakukan kampus UPB?

Pertama, hak atas nilai tidak ditentukan oleh Dosen (Melanggar UU 14/2005). Saya sudah bertanya ke dosen, mereka mengatakan tidak tahu, bahkan tidak pernah melihat nilai itu. Kedua, permohonan informasi tidak dilayani dan tidak diberikan (Melanggar UU KIP 14/2008). Ketiga, pemusnahan hasil ujian (Mengacu pada UU Kearsipan, ini sebuah pelanggaran. PPID Kemendkbud menyatakan hal yang sama, red). Keempat, mereka tidak menghadiri media yang dilakukan oleh Komisi Informasi Kepri. Ini menunjukkan rendahnya komitmen mereka pada upaya damai dan keterbukaan.