FAQ
Berikut ini beberapa pertanyaan yang sering diajukan seputar keterbukaan informasi publik
Apa saja informasi yang bersifat terbuka?
Informasi yang bersifat terbuka, antara lain:
Pertama, informasi publik, sebagaimana diatur dalam UU KIP. Ada informasi yang wajib diumumkan dan disediakan secara berkala, informasi yang wajib diumumkan secara serta merta, dan informasi yang wajib tersedia setiap saat;
Kedua, informasi pribadi yang wajib dibuka karena perintah UU, putusan lembaga peradilan yang berkekuatan hukum tetap, atau karena adanya izin yang bersangkutan;
Ketiga, informasi korporasi yang diperintahkan UU. Misalnya: Informasi mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Contoh negara yang mengatur hak atas informasi dalam UU
NO |
NEGARA |
TAHUN UU |
NAMA UU |
1 |
Sweden |
1766 |
Freedom of The Press Act |
2 |
Finland |
1951 |
Act on The Openness of Government Activities |
3 |
United States |
1966 |
Freedom of Information Act |
4 |
Denmark |
1970 |
Access to Public Administration Files Act |
5 |
Norway |
1970 |
Freedom of Information Act |
6 |
France |
1978 |
Law on Freedom of Access to Administrative Documents |
7 |
Netherlands |
1978 |
Act on Public Access to Government Information |
8 |
Australia |
1982 |
Freedom of Information Act |
9 |
Canada |
1982 |
Access to Information Act |
10 |
New Zealand |
1982 |
Official Information Act |
11 |
Colombia |
1985 |
Law Ordering the Publicity of Official Acts and Documents |
12 |
Greece |
1986 |
Code of Administrative Procedure |
13 |
Austria |
1987 |
Federal Law on The Duty to Furnish Information |
14 |
Italy |
1990 |
Law on Administrative Procedure and The Right of Access |
15 |
Ukraine |
1992 |
Law on Information |
16 |
Portugal |
1993 |
Law on Access to Administrative Documents |
17 |
Belgium |
1994 |
Law on The Right of Access to Administrative Documents |
18 |
Belize |
1994 |
Freedom of Information Act |
19 |
Iceland |
1996 |
Information Act |
20 |
Thailand |
1997 |
Official Information Act |
21 |
Uzbekistan |
1997 |
Law on The Principles and Guarantees of FOI |
22 |
Ireland |
1997 |
Freedom of Information Act |
23 |
Latvia |
1998 |
Law on Freedom of Information |
24 |
South Korea |
1996 |
Act on Disclosure of Information by Public Agencies |
25 |
Albania |
1999 |
Law on Right to Information for Official Documents |
Apa pengertian informasi publik?
Informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim dan/atau diterima oleh Badan Publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggara Negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan Badan Publik lainnya yang sesuai dengan UU ini serta informasi lainnya yang berkaitan dengan kepentingan publik. (Pasal 1 angka 2 UU KIP).
Dengan demikian, informasi publik di terdiri dua unsur.
- pengelola (Badan Publik). Sebuah informasi baru dikatakan sebagai informasi publik jika dikelola oleh Badan Publik (baik dihasilkan sendiri maupun diterima dari pihak lain); dan
- isi (berkaitan dengan penyelenggara dan/atau penyelenggaraan Negara, Badan Publik lain, dan yang terkait kepentingan publik).
Jika tidak memenuhi dua syarat tersebut, tidak dapat disebut informasi publik. Misalnya, informasi tentang data diri ASN. Ini adalah informasi pribadi, meskipun informasi tersebut dikuasai Badan Publik.
Kalaupun karena perintah UU, informasi pribadi tersebut dibuka, maka sebenarnya lebih tepat disebut informasi pribadi yang dikecualikan (informasi pribadi yang dibuka karena perintah UU). Bukan informasi publik.
Namun, sebagian kalangan terbiasa menyebut informasi yang dipublikasikan Badan Publik sebagai informasi publik, terlepas apakah substansinya merupakan informasi pribadi atau bukan.
Apakah Informasi terkait kepentingan publik yang tidak dikelola Badan Publik dapat disebut informasi publik?
Informasi terkait kepentingan publik yang tidak dikelola oleh Badan Publik (hanya dihasilkan dan dikelola Badan Privat), tidak dapat disebut informasi publik. Misal: informasi tentang daftar pejabat yang memiliki bisnis pertambangan, yang hanya dimiliki secara eksklusif oleh TV swasta.
Lalu, apa istilah yang tepat? UU tidak memberikan istilah secara khusus. Kita dapat menyebutnya “Informasi Umum”. Istilah ini meminjam dari PP No. 24 Tahun 1998 yang menyebut Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan sebagai dokumen umum. Kami meminjam kata “umum”. (Anda dapat menggunakan istilah lain).
Mengapa harus dibedakan? Karena definisi informasi publik ini adalah makna terminologi yang acuannya adalah UU KIP. Sementara UU KIP telah memberikan batasan dengan dua syarat (lihat definisi informasi publik).
Apakah Badan Privat wajib mengumumkan informasi umum tersebut? Ini tergantung pada konteksnya. Sepanjang diperintah oleh UU, maka wajib dibuka. Misalnya: informasi yang terkait hak-hak konsumen yang dikelola perusahaan swasta, laporan keuangan tahunan perusahaan, dan lain-lain. Apakah informasi umum tersebut dapat berubah menjadi informasi publik? Ya, jika informasi tersebut diserahkan ke Badan Publik untuk disimpan dan/atau dikelola.
Apa pengertian informasi pribadi?
Informasi pribadi adalah informasi tentang pribadi seseorang dan keluarganya, baik tentang data kependudukan sebagaimana diatur dalam UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk), maupun data atau informasi lain yang berkaitan dengan kehidupan pribadi. Misalnya, ideologi, pilihan politik, dll.
Dalam Pasal 58 UU Administrasi Kependudukan, informasi pribadi ini disebut dengan istilah “Data Pribadi”. Pada Pasal 1 angka 22 UU Adminduk disebutkan bahwa Data Pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya.
Salah satu jenis informasi pribadi adalah data perseorangan terkait kependudukan. Pada Pasal 58 UU Adminduk disebutkan bahwa data perseorangan meliputi: a. nomor KK; b. NIK; c. nama lengkap; d. jenis kelamin; e. tempat lahir; f. tanggal/bulan/tahun lahir; g. golongan darah; h. agama/kepercayaan; i. status perkawinan; j. status hubungan dalam keluarga; k. cacat fisik dan/atau mental; l. pendidikan terakhir; m. jenis pekerjaan; n. NIK ibu kandung; o. nama ibu kandung; p. NIK ayah; q. nama ayah; r. alamat sebelumnya; s. alamat sekarang; t. kepemilikan akta kelahiran/surat kenal lahir; u. nomor akta kelahiran/nomor surat kenal lahir; v. kepemilikan akta perkawinan/buku nikah; w. nomor akta perkawinan/buku nikah; x. tanggal perkawinan; y. kepemilikan akta perceraian; z. nomor akta perceraian/surat cerai; aa. tanggal perceraian; bb. sidik jari; cc. iris mata; dd. tanda tangan; dan ee. elemen data lainnya yang merupakan aib seseorang.
Sementara itu, dalam UU KIP, informasi pribadi disebutkan pada Pasal 17 huruf h. Pasal ini secara tegas menyebut dengan istilah rahasia pribadi, yang terdiri dari lima jenis, yaitu: a. Riwayat dan kondisi anggota keluarga; b. Riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang; c. Kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang; d. Hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan seseorang; dan/atau e. Catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal.
Selain lima jenis di atas, dalam Pasal 17 huruf g juga disebutkan tentang informasi pribadi yaitu isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang.
Apa pengertian informasi sensitif?
Informasi sensitif merupakan informasi yang bersifat terbuka, namun diperlakukan secara khusus karena potensial berdampak negatif pada kehidupan sosial, politik, ekonomi, keamanan Negara, privasi, persaingan bisnis, karya cipta seseorang, dan lain-lain. Pengklasifikasian sebagai informasi sensitif ini dapat dilakukan oleh Badan Publik atau berdasarkan putusan dari Komisi Informasi.
Contoh informasi sensitif
Komisi Informasi Pusat RI pernah menetapkan bahwa dokumen penawaran lelang tidak dicantumkan dalam bentuk utuh karena adanya kasus dimana oknum perusahaan tertentu melakukan tindakan yang tidak bertanggungjawab dengan mengganti nama perusahaan pada dokumen lelang tersebut kemudian diikutsertakan dalam lelang pada Badan Publik lainnya.
Informasi yang bersifat sensitif pada aspek bentuk dokumen ini bersifat kasuistis. Jika memang kekhawatiran penyalahgunaan tersebut sulit diantisipasi/ditangani, maka Badan Publik dapat mempublikasikannya dengan pengolahan terlebih dahulu sehingga tidak ditampilkan dalam bentuk asli.
Contoh lainnya adalah ijazah calon Kepala Daerah. Ijazah berpotensi disalahgunakan oleh oknum tertentu dengan mengganti nama pada dokumen hasil pindaian (scan) atau fotokopi tersebut. Karena itu, ada pendapat yang mengatakan agar ijazah tidak dipublikasikan dalam bentuk asli misalnya foto, fotokopi, atau pindaian.
Solusinya, informasi yang ada pada ijazah diolah dalam bentuk tabel sebagaimana tabel yang ada pada formulir Daftar Riwayat Hidup Calon Kepala Daerah (BB.2-KWK), dengan penambahan sejumlah informasi yang ada pada ijazah.
Ijazah sendiri mengandung setidaknya tujuh subjek informasi, yaitu: nama perguruan tinggi; nama penerima; tanggal dan tempat lahir; gelar akademik; tempat dan tanggal penyerahan; nama, tanda tangan, dan NIP Dekan; nama, tanda tangan, dan NIP Rektor. Silakan KPU menentukan informasi minimal apa yang bisa digunakan publik untuk memastikan keaslian ijazah tersebut. Itulah yang dicantumkan dalam formulir Daftar Riwayat Hidup.
Sebenarnya, ada cara lain untuk mengecek keaslian sebuah ijazah yaitu melalui sistem verifikasi ijazah secara elektronik (https://ijazah.ristekdikti.go.id). Untuk itu, dibutuhkan adanya nomor ijazah.
Masalahnya, belum semua ijazah mencantumkannya. Ke depan, pemerintah perlu menyeragamkan subjek informasi pada ijazah perguruan tinggi. Jika telah demikian, maka nomor ijazah dapat menjadi bagian yang diumumkan dalam kolom riwayat pendidikan pada formulir Daftar Riwayat Hidup.
Berikut ini contoh lain informasi sensitif pada aspek substansi, yaitu:
Pertama, setelah tahun 1971, Pemerintah Orde Baru tidak lagi mengadakan sensus yang memisahkan data berdasarkan etnis. Pemerintah Kalimantan Barat mengikuti instruksi tersebut dengan tidak mencantumkan informasi kesukuan dalam riwayat para pegawai. Pendokotomian istilah Dayak dan Melayu di koran-koran lokal sangat jarang.
Berbagai laporan mengenai Dayak disamarkan dengan istilah suku pedalaman atau suku terasing. Dalam pelaporan tentang konflik etnis, media tidak pernah mengungkap latar belakang suku yang melakukan. Penyebabnya selalu dinyatakan bukan masalah kesukuan namun kejahatan biasa.
Kedua, Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat pernah memutuskan bahwa alamat kantor Ahmadiyah di Kabupaten/Kota se-Jawa Barat, sebagai informasi publik yang dikecualikan. Pada dasarnya, alamat Badan Publik adalah informasi publik yang bersifat terbuka. Namun, Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat menyatakan jika informasi tersebut dibuka, berpotensi mengganggu kenyamanan dan keamanan warga Ahmadiyah.
Apa pengertian badan publik?
Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fugsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan Negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri (Pasal 1 angka 3 UU KIP).
Intinya, sepanjang sebuah lembaga mengelola anggaran dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri, maka lembaga tersebut wajib untuk memenuhi hak publik atas informasi. Misalnya, sebuah minimarket yang menghimpun donasi publik, maka minimarket tersebut wajib membuka pengelolaan donasi tersebut. Dalam hal ini, status Badan Publik bukan dilihat dari aktivitasnya yang menghimpun dana dari masyarakat (lihat putusan Komisi Informasi Pusat RI No. 011/III/KIP-PS/A/2016). Badan usaha seperti di atas oleh UU KIP dikategorikan sebagai organisasi non pemerintah, sebagaimana tertera dalam bagian Penjelasan UU KIP.
Siapa yang dapat menjadi pemohon informasi?
Pada dasarnya, informasi yang telah diumumkan, apalagi melalui situs web, dapat diakses siapapun. Namun, pemohon informasi yang tidak diumumkan (wajib tersedia setiap saat), haruslah warga Negara dan/atau badan hukum Indonesia.
Sementara permohonan informasi oleh warga Negara dan/atau badan hukum asing, Badan Publik perlu melihat kembali apakah permohonan tersebut memerlukan izin dari lembaga berwenang atau tidak. Misalnya, informasi lokasi pariwisata di Indonesia, seharusnya dapat diperoleh tanpa izin khusus.
Sementara permohonan informasi dari warga Negara dan/atau badan hukum asing untuk kepentingan penelitian, diatur antara lain dalam PP No. 41 Tahun 2006 tentang Perizinan Melakukan Kegiatan Penelitian dan Pengembangan bagi Perguruan Tinggi Asing, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Asing, Badan Usaha Asing, dan Orang Asing.
Berapa lama waktu pelayanan informasi hingga penyelesaian sengketa?
NO |
KEGIATAN |
JUMLAH HARI KERJA |
DASAR HUKUM |
1 |
Permohonan Informasi |
– |
Pasal 4 UU 14/2008 |
2 |
Pemberitahuan tertulis oleh Badan Publik |
10 hari sejak diterimanya permintaan |
Pasal 22 ayat (7) UU 14/2008 |
3 |
Penyampaian Perpanjangan waktu pemberitahuan tertulis oleh Badan Publik |
7 hari berikutnya |
Pasal 22 ayat (8) UU 14/2008 |
4 |
Pemberian informasi, jika dikabulkan oleh Badan Publik |
– |
– |
5 |
Pengajuan Keberatan oleh Pemohon Informasi |
30 hari setelah ditemukan alasan keberatan |
Pasal 36 ayat (1) UU 14/2008 |
6 |
Jawaban Badan Publik atas Keberatan pemohon informasi |
30 hari sejak diterimanya keberatan |
Pasal 36 ayat (2) UU 14/2008 |
7 |
Permohonan sengketa informasi ke KI |
14 hari sejak diterimanya tanggapan tertulis atasan PPID |
Pasal 37 ayat (2) UU 14/2008 |
9 |
Pemberitahuan kepada pemohon jika dokumen tidak lengkap |
3 hari sejak diterimanya permohonan |
Pasal 17 ayat (1) Perki 1/2013 |
10 |
Pelengkapan dokumen permohonan sengketa oleh pemohon. Termasuk penyampaian tertulis kepada KI, jika pemohon tidak dapat melengkapi berkas permohonan dan berkas keberatan karena tidak disediakan oleh Badan Publik. |
7 hari sejak diterimanya pemberitahuan |
Pasal 17 ayat (2) Perki 1/2013 |
11 |
Penerbitan dan Pemberian Akta oleh KI bahwa permohonan tidak diregistrasi (jika pemohon tidak melengkapi). |
3 hari sejak sejak penerbitan akta yang menyatakan bahwa permohonan tidak diregistrasi |
Pasal 17 ayat (3) Perki 1/2013 Pasal 18 ayat (2) Perki 1/2013 |
12 |
Pengiriman bukti registrasi oleh KI ke pemohon informasi, sejak permohonan diregistrasi |
3 hari sejak permohonan diregistrasi |
Pasal 18 ayat (3) Perki 1/2013 |
13 |
Penyampaian formulir Permohonan dan dokumen kelengkapan Permohonan setelah diregistrasi oleh Panitera kepada Ketua Komisi Informasi |
– |
Pasal 19 Perki 1/2013 |
14 |
Penetapan Majelis Komisioner dan Mediator oleh Ketua KI |
– |
Pasal 20 Perki 1/2013 |
15 |
Permohonan penggantian Komisioner untuk mediasi atau ajudikasi |
2 hari sebelum mediasi atau ajudikasi dimulai. |
Pasal 22 ayat (3) Perki 1/2013 |
16 |
Majelis Komisioner menetapkan metode, tempat, agenda, serta jadwal sidang hari pertama ajudikasi. |
– |
Pasal 23 Perki 1/2013 |
17 |
Penyampaian Surat Panggilan kepada para pihak secara langsung atau melalui surat tercatat |
3 hari sebelum pelaksanaan mediasi/ ajudikasi |
Pasal 24 ayat (2) Perki 1/2013 |
18 |
Termohon dapat menyerahkan jawaban tertulis kepada Majelis Komisioner melalui Panitera Pengganti sebelum hari pertama ajudikasi. |
Sebelum hari pertama ajudikasi |
Pasal 25 Perki 1/2013 |
19 |
Pelaksanaan sidang/Pelaksanaan mediasi pertama |
– |
Pasal 40 ayat (1) Perki 1/2013 |
20 |
Penundaan mediasi (mediasi berikutnya) |
3 hari setelah proses ajudikasi dinyatakan ditunda |
Pasal 38 ayat (4) Perki 1/2013 |
21 |
jangka waktu mediasi |
14 hari sejak pelaksanaan mediasi pertama |
Pasal 41 ayat (1) Perki 1/2013 |
22 |
Perpanjangan mediasi |
7 hari sejak pemohonan perpanjang mediasi |
Pasal 41 ayat (2) Perki 1/2013 |
23 |
Penyerahan putusan |
3 hari sejak putusan dibacakan |
Pasal 59 ayat (4) Perki 1/2013 |
24 |
Ajudikasi (jika mediasi gagal). Penetapan jadwal ajudikasi dan pemberitahuan kepada para pihak |
– |
Pasal 49 ayat (2) dan ayat (3) Perki 1/2013 |
25 |
Sidang Pembuktian |
– |
Pasal 51 – 55 Perki 1/2013 |
26 |
Pemeriksaan setempat |
– |
Pasal 56 Perki 1/2013 |
27 |
Kesimpulan para pihak |
3 hari (sebelum pembacaan putusan) |
Pasa 57 Perki 1/2013 |
28 |
Pembacaan putusan |
– |
Pasal 58, Pasal 59 Perki 1/2013 |
29 |
Pengajuan keberatan terhadap putusan KI (pengajuan keberatan/gugatan ke PTUN/PN) |
14 hari sejak salinan putusan KI diterima oleh para pihak |
Pasal 60 ayat (2) Perki 1/2013 |
30 |
Permintaan salinan putusan dan berkas sengketa oleh Panitera PN/PTUN kepada KI |
14 hari sejak keberatan teregister |
Pasal 6 ayat (1) Perma 2/2011 |
31 |
Penyerahan berkas oleh KI kepada Panitera PN/PTUN |
14 hari sejak permintaan diajukan |
Pasal 6 ayat (2) Perma 2/2011 |
32 |
Penyerahan jawaban keberatan termohon kepada PN/PTUN |
30 hari sejak keberatan teregister |
Pasal 6 ayat (3) Perma 2/2011 |
33 |
Penunjukan Majelis Hakim oleh Ketua PN/PTUN |
3 hari setelah lewat tenggang waktu keberatan teregister |
Pasal 6 ayat (4) Perma 2/2011 |
34 |
Putusan PN/PTUN |
60 hari sejak Majelis Hakim ditetapkan |
Pasal 9 ayat (1) Perma 2/2011 |
35 |
Pengajuan kasasi ke MA |
14 hari sejak pembacaan putusan/sejak putusan diterima para pihak/ sejak pemberitahuan putusan dikirimkan |
Pasal 9 ayat (2) Perma 2/2011 |
36 |
Putusan oleh MA |
30 hari sejak Majelis Hakim ditetapkan |
Pasal 9 ayat (3) Perma 2/2011 |
37 |
Permohonan eksekusi putusan ke PN/PTUN oleh Pemohon |
– |
Pasal 12 ayat (1) dan (2) Perma 2/2011 |
38 |
Penolakan atau pemberian penetapan eksekusi oleh Pengadilan |
7 hari sejak permohonan penetapan eksekusi |
Pasal 12 ayat (3) Perma 1/2011 |