Dua Kemungkinan Bentuk Kesalahan Jika Dokumen TPF Munir Tidak Ditemukan

Dua Kemungkinan Bentuk Kesalahan Jika Dokumen TPF Munir Tidak Ditemukan

Haris Azhar

KebebasanInformasi.org – Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar, mengatakan, ada dua kemungkinan apabila dokumen laporan akhir Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Kematian Munir tidak ditemukan. Pertama, ada pihak yang sengaja menghilangkan dokument tersebut, kemungkinan kedua ialah adanya faktor keteledoran.

“Kalau dokumen itu tidak ditemukan juga, berarti ada dua kemungkinan bentuk kesalahan. Pertama, ada yang sengaja menghilangkan dokumen tersebut. Berarti harus dicari, siapa maling di kantor Setneg. Kemungkinan kedua adalah keteledoran. Siapa pegawai di kantor Sekretariat Negara (Setneg) yang teledor? Pecat saja segera,” jelasnya, usai sidang putusan sengketa di Komisi Informasi Pusat, antara KontraS dengan Setneg/Pemerintah, terkait permintaan dokumen laporan akhir TPF Kasus Pembunuhan Munir, Senin (10/10).

Pernyataan tegas Haris Azhar tersebut lantaran hal ini menyangkut soal hak publik, termasuk 240 juta jiwa warga negara Indonesia. Meski mengaku bahwa KontraS memiliki salinan dokumen yang ia minta ke Setneg, namun KontraS tetap membutuhkan dokumen, yang harus disampaikan dan diumumkan ke publik, sebagai bentuk pengakuan dari negara.

“Ini soal pengakuan dan kinerja negara, dalam hal ini diwakili oleh pemerintah. Ini urusan serius, dijamin konstitusi, menjadi perhatian publik, menggunakan anggaran publik. Saya pikir sudah tidak alasan lagi buat pemerintah untuk mengabaikan kasus Munir,” ujarnya.

Sengketa informasi ini sendiri bermula dari ditolaknya permohonan dokumen TPF Pembunuhan Munir oleh Setneg. Setneg beralasan, dokumen yang diminta tidak berada dalam penguasaannya. Selain itu juga, Setneg menyatakan tidak mengetahui keberadaan maupun lembaga negara yang menimpan dokuman laporan akhir TPF Kasus Pembunuhan Munir.

Atas penolakan tersebut, KontraS bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Suciwati mendaftarkan sengketa informasi kepada KIP pada tanggal 27 April 2016. Selelah menjalani enam kali persidangan, Majelis KIP akhirnya menggelar sidang putusan yang pada intinya mengabulkan permohonan KontraS dan LBH Jakarta dengan memerintahkan kepada pemerintah Republik Indonesia untuk segera mengumumkan secara resmi informasi hasil penyelidikan TPF kasus meninggalnya Munir kepada masyarakat.

“Kedua, alasan pemerintah Republik Indonesia belum mengumumkan hasil TPF kasus Munir sebagaimana dalam penetapan sesuai kepres nomor 111 tahun 2004 atas pembentukan tim TPF kasus meninggalnya Munir adalah informasi yang wajib diumumkan untuk publik,” kata Evi Trisulo selaku Ketua Mejelis Hakim dengan anggota Dyah Aryani dan Yhannu Setiawan, dalam sidang terbuka untuk umum yang berlangsung di Kantor KIP, Graha PPI, Jakarta Pusat tersebut.

“Memerintahkan kepada termohon (Setneg/Pemerintah) untuk mengumumkan informasi berupa pernyataan sebagaimana yang tertuang dalam tanggapan atas keberatan informasi publik melalui media elektronik dan non elektronik yg dikelola termohon. Memerintahkan kepada termohon untuk menjalankan sesuai UU KIP berkekuatan hukum tetap,” tambah Evi. (BOW)

Foto: Jawapos.com

Provinsi DKI Jakarta Buka Pendaftaran Calon Anggota Komisi Informasi

Provinsi DKI Jakarta Buka Pendaftaran Calon Anggota Komisi Informasi

kip_dki_ilustrasi1

Jakarta – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuka pendaftaran calon anggota Komisi Informasi untuk periode 2016 – 2020. Pembukaan pendaftaran tersebut menyusul berakhirnya masa bhakti Anggota  Komisi Informasi DKI Jakarta  periode 2012-2016 pada Januari 2016. Tahapan pendaftaran dibuka hingga tanggal 12 November 2015.

Batas waktu yang singkat dan menjelang pergantian tahun menuntut kerja keras dari tim seleksi. “Kami akan bekerja keras untuk memperoleh calon yang berkualitas dan berkimpeten,” kata Bejo Untung, Anggota Tim Seleksi. Peran KI penting dalam kerangka

KI provinsi berperan penting dalam mengawal keterbukaan informasi di Provinsi DKI Jakarta. Terlebih Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sedang menggalakkan proactive disclosure di media daring.

Oleh karena itu, partisipasi masyarakat selama proses penjaringan dan seleksi ini sangat dibutuhkan dan diharapkan. “Kita butuh calon yang memiliki komitmen untuk mengawal KI DKI hingga 4 tahun mendatang,” pungkas Bejo. []

informasi lebih lanjut klik: http://www.beritajakarta.com/pendaftaran

 

KI Pusat Anggap Somasi Bareskrim Mengancam Hak Informasi Publik

KI Pusat Anggap Somasi Bareskrim Mengancam Hak Informasi Publik

Jakarta, Kebebasaninformasi.org – Komisioner Komisi Informasi (KI) Pusat, Rumadi Ahmad menyatakan bahwa somasi yang dilayangkan oleh Bareskrim Polri terhadap Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait hasil investigasi penangkapan Wakil Ketua (non aktif) Bambang Wijoyanto merupakan ancaman terhadap hak terhadap kebebasan memperoleh informasi.

Menurut Rumadi, informasi hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM dalam kasus penangkapan Bambang Widjoyanto, bukanlah informasi yang patut untuk dirahasiakan. Menurut Rumadi, penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM bukan merupakan Pro Justitia sehingga tergolong aktivitas kinerja badan publik.

Dalam perspektif keterbukaan informasi, menurut Rumadi, informasi tersebut  terkategorikan sebagai informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Ayat (2) huruf b UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Selain itu, publik juga sangat menantikan informasi bagaimana hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM terkait penangkapan BW tersebut.

“Banyak aktivitas yang dilakukan oleh Kepolisian maupun Komnas HAM yang berkaitan dengan persoalan-persoalan publik. Oleh karenanya, Komisi Informasi Pusat berharap agar sebagai badan publik, baik Kepolisian maupun Komnas HAM sama-sama mendukung agenda keterbukaan informasi dengan senantiasa menyampaikan informasi publik yang berada di bawah kewenangannya secara akurat, benar, dan tidak menyesatkan,” kata Rumadi dalam siaran persnya.

Seperti diketahui sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipid Eksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri melayangkan somasi kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada tanggal 8 Februari 2015 yang lalu.

Somasi tersebut disampaikan menanggapi pemberitaan yang komisioner Komnas HAM dan rekan-rekannya sampaikan di media televisi, online dan cetak tanggal 4 Februari 2015.  Komnas HAM dan rekan-rekan menyimpulkan bahwa ada dugaan kriminalisasi KPK yang merupakan tindakan penyalahgunaan kekuasaan Polri.

Dalam somasi itu, disebutkan bahwa dengan adanya keterangan yang dilakukan oleh Komnas HAM di hadapan media, maka baikde facto maupun de jure, komisioner Komnas HAM telah melanggar Pasal 87 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999.

“Bahwa tiada satu pun pasal yang memberikan wewenang kepada saudara dan kawan-kawan untuk menyampaikan apa pun hasil penelitian saudara kepada publik melalui media, sehingga baik de facto maupun de jure tindakan saudara telah memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana Pasal 310 KUHP, 311 KUHP, Pasal 27juncto Pasal 47 UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik,” demikian bunyi somasi Bareskrim. (kompas.com)

Masyarakat Sipil Kalimantan Barat Susun Kertas Posisi Percepatan Pelantikan Komisi Informasi Kalimantan Barat

DPRD Provinsi Kalimantan Barat telah berhasil memilih 5 orang Komisioner Komisi Informasi dan diumumkan DPRD melalui surat No. 162/139/DPRD-D pada tanggal 21 Agustus 2014. Namun, hingga 10 November 2014 Komisi Informasi Kalimantan Barat belum juga dilantik oleh Gubernur Kalimantan Barat.

Menyikapi kondisi tersebut, elemen masyarakat sipil di Kalimantan Barat mengkonsolidasikan diri menyusun kertas posisi percepatan pelantikan Komisi Informasi Kalimantan Barat. Selain itu, masyarakat sipil juga berkonsolidasi menyusun kertas kerja untuk Komisi Informasi Kalimantan Barat 5 tahun ke depan. Dalam forum konsolidasi tersebut, hadir pula 3 orang Komisi Informasi Kalimantan Barat terpilih.

Dalam forum konsolidasi tersebut, IPC hadir dan berbagi pengalaman assesmen tentang kelembagaan dan kinerja Komisi Informasi di 9 Komisi Informasi Provinsi bekerjasama dengan simpul FoINI lainnya.  Hasil assesment tersebut menjadi referensi terkait pilihan kelembagaan, anggaran dan konsep Komisi Informasi yang ideal sehingga dapat membantu elemen masyarakat sipil Kalimantan Barat menyusun rancang bangun Komisi Informasi Provinsi Kalimantan Barat (Desiana Samosir).

FoINI Nilai Buruk Kinerja KI

FoINI Nilai Buruk Kinerja KI

IMG_1302Memperingati Right to Know Day (28/10) Freedom of Information Network Indonesia (FOINI) menyatakan kekecewaannya terhadap kinerja Komisi Informasi (KI) Pusat periode 2013-2017. FOINI menilai KI berkinerja buruk, bahkan berpotensi menghambat iklim keterbukaan informasi. Ahmad Rofik, juru bicara FOINI menyatakan bahwa KI yang seharusnya menjadi pengawal dan penjamin hak warga Negara atas informasi public telah menjadi ancaman.

“Komisi informasi di beberapa daerah dan Pemerintah Daerah telah menafsirkan secara sesat terhadap Undang-Undang Organisasi Masyarakat (Ormas) yang menetapkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) sebagai syarat formal permohonan sengketa informasi”

“Komisi Informasi incumbent di daerah mendorong Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) seleksi KI yang mempertimbangkan pengangkatan kembali tanpa melalui proses seleksi”

Hendrik Rosdinar, anggota FOINI yang lain juga kecewa terhadap hasil Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KI pertengahan September lalu. “Rakornas tidak berhasil merumuskan hal-hal yang strategis. Tapi malah menghasilkan hal-hal yang menurut saya genit. Misalnya, pembuatan mars KI. Menurut informasi yang saya terima Rakornas malah menghasilkan hal-hal yang kontraproduktif. Ada friksi di tubuh KI terkait dengan rencana judicial review,” ungkap Hendrik kesal.

“KI Pontianak sudah setahun lebih proses seleksinya terhenti di DPR. Komisi Informasi Provinsi masih belum terbentuk di 4 provinsi tersisa.  Sudah empat tahun UU KIP diberlakukan.  PATTIRO sudah memasukkan gugatan atas penolakan permintaan informasi oleh BPK pada November 2013. Hingga sekarang belum ada tindaklanjut dari KI. Di sejumlah daerah, permintaan informasi APBD, DPA dan RKA ditolak. Tidak ada tanggapan apa-apa dari KI”

FOINI meminta kepada KI untuk memperbaiki kenerjanya. Terutama untuk menyikapi hal-hal di atas.  KI juga dituntut untuk mempublikasikan kepada masyarakat seluruh anggaran yang telah digunakan oleh KI. Khususnya anggaran  pelaksanaan Rakornas. []