Masyarakat Minta Pemkot Samarinda Terbuka dan Transparan

Masyarakat Minta Pemkot Samarinda Terbuka dan Transparan

ilustrasi foto: antara

ilustrasi foto: antara

Samarinda – Masyarakat Kota Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), mempertanyakan komitmen Pemerintah Kota (Pemkot) dalam menerapkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Menurut Ketua Kelompok Kerja (Pokja) 30, Carolus Tuah, Pemkot Samarinda tidak maksimal dalam melaksanakan amanat UU KIP, bahkan terkesan sangat tertutup.

Ia memberi contoh dalam hal transparansi penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Selama ini masyarakat hanya mendapatkan gambaran secara umum. “Sudah banyak kalangan yang menilai kalau Pemkot Samarinda belum maksimal menerapkan UU KIP,” kata Tuah.

“Masyarakat lebih sering disuguhkan secara garis besar saja, seperti total anggaran APBD, bantuan keuangan, serta pembagian ke pos-pos pengguna anggaran lainnya, tanpa mempublikasikan laporan penggunaan,” terangnya.

Padahal, lanjutnya, data yang ada di Pemkot Samarinda, terutama terkait anggaran, merupakan data publik yang seharusnya dapat diakses oleh masyarakat. “Kami menilai Pemkot Samarinda merupakan pemerintah yang belum melaksanakan secara sungguh-sungguh perintah dari Undang-undang KIP,” tegasnya.

Ia berharap, Pemkot segera melakukan perbaikan dalam melayani warganya untuk memperoleh hak atas informasi. Hal ini juga mesti dilakukan guna menunjang kinerja serta menekan praktik pungutan liar dan korupsi yang masih rawan terjadi dalam lingkup pemerintahan.

“Tidak ada alasan teknis apapun yang dibenarkan terkait layanan informasi publik itu. Misalnya, Pemkot beralasan website susah mengakses data. Jangan jadikan itu sebagai alasan untuk tidak bisa terbuka kepada publik,” ujarnya.

Untuk diketahui, tahun ini Pemkot Samarinda mengalami krisis dan defisit anggaran yang cukup parah. Hal itu membuat beberapa proyek tak dapat berjalan akibat tidak adanya anggaran, bahkan utang kepada pihak ketiga juga terancam tak bisa terbayar.

Di tengah krisis yang melanda daerah berjuluk Kota Tepian tersebut, publik tidak mendapatkan haknya untuk memperoleh informasi yang lengkap terkait anggaran yang sudah digunakan sampai terjadi defisit seperti saat ini. []

Sumber: korankaltim.com

KPU Harus Pro Aktif Terhadap Warga yang Terdampak Relokasi

KPU Harus Pro Aktif Terhadap Warga yang Terdampak Relokasi

Foto: sp.beritasatu.com

Foto: sp.beritasatu.com

KebebasanInformasi.org – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, Sumarno, mengungkapkan, belum lama ini pihaknya mendapat komplain dari warga Kampung Akuarium yang terdampak relokasi terkait permintaan data dan informasi. Komplain tersebut berbuntut sengketa di Komisi Informasi.

“Ada masyarakat yang komplain, mereka meminta informasi daftar pemilih di Kampung Akuarium. Itu sudah diberikan tapi karena alamatnya tidak jelas, kami kirim lewat pos, tapi tidak sampai pada yang bersangkutan,” kata Sumarno, di Jakarta, Minggu (6/11/2016).

Merasa tidak mendapat tanggapan, karena informasi yang diminta tidak sampai, warga mengajukan keberatan ke Komisi Informasi. “Merasa itu tidak direspon oleh KPU, mereka menggugat ke Komisi Informasi,” jelas Sumarno.

Dalam persidangan, KPU DKI menjelaskan, informasi yang diminta telah dikirim ke alamat yang bersangkutan. KPU DKI menyodorkan berbagai bukti pengiriman berupa surat, fotokopi, tanda bukti pengiriman lewat pos.

Setalah melewati tiga kali persidangan, Komisi Informasi memutuskan menolak gugatan warga tersebut dengan alasan bahwa apa yang dilakukan KPU DKI sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang. “Mereka bertanya dan KPU menjawab. Kemudian dia (warga) bilang tidak menerima, tapi bukti-bukti pengiriman ada,” papar Sumarno.

“Sudah disidangkan dua atau tiga kali sidang, Komisi Informasi menolak gugatan mereka, sekitar dua atau tiga pekan yang lalu,” terang pria yang juga berprofesi sebagai dosen tersebut.

Menanggapi kejadian ini, Direktur Eksekutif Perkumulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menekankan KPU untuk pro aktif, persuasif dan lebih responsif berkaitan dengan pendataan warga yang terdampak penggusuran/relokasi oleh pemerintah. Hal ini penting agar masyarakat tidak kehilangan haknya. Sebab, pergerakan warga yang terdampak relokasi itu akan sangat dinamis.

“Saya tidak paham kenapa datanya itu tidak sampai ke alamatnya, karena tidak jelas atau bagaimana. Karena bergerak kan warga yang terdampak relokasi ini,” katanya.

Sejak awal, Titi telah menyarankan agar petugas pemutakhiran data pemilih ataupun perangkat KPU di tingkat kelurahan dan kecamatan, berkoordinasi dengan perangkat RT/RW atau juga tingkat kota hingga provinsi, soal pergerakan warga yang terdampak oleh relokasi atau penggusuran ini.

Ia mengungkapkan, sebelumnya KPU DKI juga telah berjanji akan menyediakan call center bagi warga yang terdampak relokasi atau penggusuran. Namun sampai saat ini, ia tidak melihat hal itu. “Setahu saya call center ini tidak ada untuk warga yang teradampak penggusuran dan relokasi,” tandas Titi.

Ia juga mengingatkan, harus ada pembenahan berkaitan dengan pemutakhiran data pemilih di daerah-daerah yang terdampak relokasi atau penggusaran.

Meski demikian, Titi mengapresiasi respon KPU DKI dalam uji akses itu. “Saya kira KPU DKI sudah cukup baik karena merespon, hanya saja saya belum mengklarifikasi, kenapa sampai kemudian ada ketidakjelasan alamat itu. Apakah karena memang dari awal tidak jelas atau bagaimana. Karena bisa saja mereka memasukan alamat yang lama, sementara mereka sudah terelokasi. Bisa jadi. Tapi saya tidak update soal itu,” jelasnya.

Sumarno menegaskan, KPU DKI berkomitmen penuh melaksanakan keterbukaan informasi dan data dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI 2017.

Ia mengatakan, semua tahapan terkait dengan pelaksanaan Pilgub DKI terbuka untuk umum. KPU DKI memersilakan dan siap melayani masyarakat yang datang untuk meminta informasi. “Selain yang dikecualikan oleh undang-undang, kami silakan masyarakat yang datang untuk meminta informasi itu kita layani,” jelas Sumarno. (BOW)

Batasan Dana Kampanye Rp 203 Milyar, KPU DKI Harapkan Peserta Pilkada Jujur dan Terbuka

Batasan Dana Kampanye Rp 203 Milyar, KPU DKI Harapkan Peserta Pilkada Jujur dan Terbuka

 Komisioner KPU DKI Jakarta Betty Epsilon Idroos dalam sebuah diskusi di Kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (9/11/2016) (Foto: Kompas.com)

Komisioner KPU DKI Jakarta Betty Epsilon Idroos dalam sebuah diskusi di Kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (9/11/2016) (Foto: Kompas.com)

KebebasanInformasi.org – Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta resmi menetapkan batasan dana kampanye, yang boleh digunakan setiap pasangan calon (paslon) gubernur dan calon wakil gubernur, pada Pilkada 2017 sebesar Rp 203 milyar. Angka tersebut lebih besar dari yang ditawarkan sebelumnya, yakni Rp 93 milyar.

Komisioner KPU DKI Jakarta bidang Sosialisasi, Betty Epsilon Idroos, menjelaskan, batasan dana ini merupakan angka moderat yang ditemukan KPU DKI setelah melakukan berbagai penghitungan dan pertimbangan serta perbincangan dengan para tim kampanye.

“Sebelumnya masih hitung-hitungan kasar kami, rapi kemudian tidak realistis. Maka keluarlah angka Rp 203 miliar,” jelas Betty di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa (9/11/2016).

“Itulah angka yang paling moderat yang dapat kami keluarkan hasil perbincangan dengan tim kampanye. Bahkan tim kampanye minta lebih-lebih lagi,” imbuhnya.

Di antara pertimbangan KPU DKI menetapkan angka Rp 203 milyar ialah kegiatan kampanye rapat umum yang melibatkan 100.000 massa jika digelar di Gelora Bung Karno (GBK). Sedangkan sebelumnya, KPU DKI menghitung jumlah peserta rapat umum hanya sekitar 20.000 orang.

Kemudian, tim kampanye pasangan cagub-cawagub meminta batasan dana kampanye ditingkatkan dari yang ditawarkan KPU sebelumnya.

“Untuk kegiatan yang mereka lakukan terkait dengan tatap muka atau pertemuan terbatas, mereka ingin lebih banyak lagi,” jelas Betty.

Ia menerangkan, kampanye tidak hanya dilakukan paslon tapi juga tim kampanye, parpol pengusung, dan relawan yang terdaftar, dengan dana yang berasal dari satu pintu, yakni paslon yang dananya harus dilaporkan.

“Dalam satu hari melakukan kegiatan sekian kali, lalu dikali frekuensi kegiatan, dikali dengan jumlah orang. Ini tentu lebih banyak yang melakukan kampanye,” jabar Betty.

Di samping itu, penambah bahan kampanye sebanyak 35 persen dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT) juga diperbolehkan bagi tim kampanye.

Dengan ditetapkannya batasan dana kampanye tersebut, KPU berharap semua paslon dan tim kampanye dapat secara jujur dan terbuka melaporkan pemasukan dan pengeluaran dana kampanye mereka.

Nantinya, lembaga Kantor Akuntan Publik (KAP) akan mengaudit alokasi dana setiap paslon.  (BOW)

Titi Anggraini: Seharusnya KPU DKI Tentukan Batasan Dana Kampanye Sejak Awal Tahun

Titi Anggraini: Seharusnya KPU DKI Tentukan Batasan Dana Kampanye Sejak Awal Tahun

Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno

Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno

KebebasanInformasi.org – Masa kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017 berlangsung dari 28 Oktober 2016 sampai 11 Februari 2017. Sehari sebelum masa kampanye dimulai, yakni 27 Oktober 2016, seluruh pasangan calon (paslon) wajib menyerahkan Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) di daerah masing-masing. Setelah itu, KPU segera mengumumkan LADK tersebut kepada publik.

Namun ada yang unik dalam pelaksanaan Pilkada di DKI Jakarta. Salah satu paslon, yakni pasangan Anis Baswedan-Sandiaga Uno, telah mengumumkan besaran dana kampanyenya ke publik sebelum menyerahkan LADK ke KPU.

Kepada awak media di Jakarta, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Gerindra DKI Jakarta M. Taufik mengatakan dana kampanye calon yang diusung partainya dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu tidak kurang dari Rp200 miliar. “Sedang dihitung, yang jelas tak sedikit dan saya kira tak akan kurang dari itu (Rp200 miliar),” kata Taufik, Rabu (27/10/2016) lalu.

Langkah tersebut sempat menyedot perhatian publik, ada yang yang mendukung dan ada pula yang menilainya kurang etis.

Ketua KPU DKI Sumarno menanggapinya dengan mengatakan tidak masalah. Sebab, kata dia, pada akhirnya, masing-masing paslon tetap menyerahkan LADK dengan semua rincian, termasuk penerimaan dan pengeluaran sebelum mereka ditetapkan sebagai calon.

“Ya nggak apa-apa. Kan di laporan awal dana kampanye mereka juga disebutkan, bahwa saldo yang tersisa saat memasuki masa kampanye berapa, termasuk juga laporan penerimaan dan pengeluaran para calon ketika mereka belum ditetapkan sebagai calon, sebelum masa kampanye dimulai,” jelas Sumarno, Minggu (6/11/2017).

Sebagai penyelenggara Pilkada, pihaknya akan menginformasikan semua data, termasuk laporan dana kampanye, kepada publik. Meski Sumarno tidak menafikan bisa jadi laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye yang disampaikan ke KPU itu tidak lengkap.

“Pokoknya semua data yang masuk ke KPU itu diinformasikan ke publik. Mungkin saja, belum tentu bahwa semua penerimaan dan pengeluaran itu diinformasikan ke KPU. Tapi bagi KPU, apa yang masuk ke KPU itu yang akan kami informasikan,” kata Sumarno.

Berbeda dengan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini. Ia berpandangan, seharusnya KPU mengambil sejak awal menentukan batasan belanja kampanye. Sebab variabel batasan belanja kampanye itu sudah diatur jelas dengan rumusan yang ada dalam Peraturan KPU Nomor 13 tahun 2016.

“Ini jadi koreksi bagi KPU DKI. Mestinya tidak usah menunggu semua proses pendaftaran selesai baru mengumumkan batasan belanja kampanye. Harusnya batasan belanja kampanye diumumkan segera setelah KPU RI menetapkan PKPU tentang pelaporan dana kampanye. Sebab rumusannya sudah jelas semua, berapa kali pertemuan yang boleh, alat peraga berapa, dan hitung-hitungan harga satuan standar daerah, HSU harga satuan unit itu kan sebenarnya standar harga daerah itu ada sejak awal tahun,” paparnya.

“Karena laporan dana awal kampanye yang diserahkan pada tanggal 27 Oktober 2016 kemarin itu juga harus menyertakan penerimaan dan pengeluaran sebelum dibuka rekening khusus dana kamapnye kalau memang calon itu ada menerima dan mengeluarkan dana kampanye,” tambahnya.

Menurut Titi, hal ini menjadi kritik bagi kedua belah pihak, baik KPU maupun pasangan calon.

Komitmen KPU DKI untuk Pilgub Terbuka dan Akuntabel

Komitmen KPU DKI untuk Pilgub Terbuka dan Akuntabel

bang-monas

KebebasanInformasi.org – Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta berkomitmen melaksanakan Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI 2017 secara transparan dan akuntabel. Sebagai wujud dari transparansi ini, Ketua KPU DKI, Sumarno, mengungkapkan, seluruh tahapan pelaksanaan Pilgub DKI terbuka untuk umum. Hal itu bisa dilihat dari berbagai dokumen terkait dengan tahapan Pilkada di KPU DKI dapat diakses oleh publik.

“Kecuali memang informasi yang dikecualikan. Misalnya informasi riwayat kesehatan calon, itu memang dikecualikan oleh undang-undang (UU). Selain yang dikecualikan oleh UU, kami silakan masyarakat yang datang untuk meminta informasi itu kita layani,” jelas Sumarno, Minggu (6/11).

Tak hanya terbuka, KPU DKI juga berupaya menyampaikan informasi secara cepat dan akurat. Misalnya, laporan awal dana kampanye, publik sudah dapat mengaksesnya sehari sebelum masa kampanye dimulai. “Juga daftar pemilih sementara (DPS). Begitu kita tetapkan DPS, langsung kita share ke masing-masing pasangan calon, steakholder terkait, ke Bawaslu. Masyarakat juga bisa melihat di dalam Sistem Informasi Daftar Pemilih. Masyarakat juga bisa membuka,” terang Sumarno.

Keterbukaan KPU DKI ini mendapat pengakuan dari masyarakat. Salah satunya Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Angraini. Menurutnya, dibandingkan daerah lain yang menyelenggarakan Pilkada 2017, keterbukaan data dan informasi dari KPU DKI jauh lebih baik.

Selain ditunjang infrastruktur yang memadai, tingginya keingintahuan publik serta perhatian dari media massa yang cukup besar turut mendukung hal itu.

“Kalau dari konteks pilkada satu per satu daerah, keterbukaan data dan informasi di Pilkada DKI relatif baik ya, kalau dibandingkan 100 daerah lainnya. Termasuk dengan daerah yang sama-sama menyelengarakan Pilkada provinsi di 2017,” kata Titi.

“Ini memang ditunjang, salah satunya faktor permintaan yang kuat dari publik, dalam hal ini media, dan juga masyarakat. Karena media ini ingin melayani publik, sehingga kebutuhan publik difasilitasi oleh media, yang intens meminta data-data kepada KPU DKI,” lanjut Titi.

Ia juga mengapresiasi kerja Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) KPU DKI, yang menurutnya cukup serius dalam memberikan layananan informasi kepada masyarakat.

“Walau sekali lagi keterbukaan itu bukan hanya soal komitmen untuk terbuka, tapi juga memastikan datanya ada. Nah ini yang harus diuji terus, misalnya dalam perjanan ke depan 22 November 2016 laporan penerimaan dana kampanye, kemudian akan diikuti dengan pengumuman DPT. Fase-fase di mana data-data yang lebih signifikan itu akan jadi basis penilaian apakah betul KPU DKI lebih maju komitmennya dibandingkan daerah-daerah lain,” tandasnya.

Titi berharap, KPU DKI bisa memanfaatkan momentum Pilgub DKI ini sebagai ajang untuk membuktikan kinerjanya, terutama dalam keterbukaan data dan informasi. Karena dengan segala dukungan dan infrastruktur yang ada, KPU DKI bisa menjadi rule model atau pelopor dalam penerapan data terbuka di dalam penyelenggaraan Pilkada.

Tapi sayangnya, sampai saat ini, keterbukaan yang dijalankan KPU DKI belum sepenuhnya diiringi dengan platform open data.

“Kami berharap keterbukaan data itu lebih ditingkatkan lagi dengan menyediakan data-data berbasis open data atau data terbuka. Kalau saat ini kan bentuknya masih pdf, belum sepenuhnya mengadobsi konsep open data. Itu catatatan sederhananya,” pesan Titi.

Ia juga menyampaikan kritikan kepada KPU-KPU di daerah dalam penyediaan data dan informasi Pilkada. Titi mengatakan, kendati KPU RI telah menyediakan kompilasi portal data dari seluruh daerah, yaitu portal infopilkada.kpu.go.id, namun mestinya hal itu tidak mengesampingkan kewajiban KPU-KPU di daerah untuk memutakhirakan data di website-nya masing-masing. (BOW)