Dana ‘Haram’ dan Transparansi Kampanye Parpol

Dana ‘Haram’ dan Transparansi Kampanye Parpol

Sistem pelaporan dana kampanye pemilihan umum saat ini dinilai hanya formalitas dan tidak mencerminkan transparansi partai politik sehingga peluang masuknya dana-dana ‘siluman’ masih amat besar.

Padahal, transparansi dana kampanye parpol dan praktek korupsi dalam pemerintahan sangat berhubungan erat, kata sejumlah pakar.

“Beberapa kasus korupsi yang terungkap ujungnya selalu ada kepentingan politik -yaitu kepentingan parpol- di belakangnya. Misalnya kasus Nazarudin dan yang terbaru Atut,” kata Direktur Eksekutif Perkumpulkan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggaraini.

“Apa sih ujungnya? Ini kan untuk pembiayaan kemenangan yang mereka tebus ketika mereka menjabat,”

“Ketika misalnya keuangan dalam pemilu dianggap bukan isu besar tetapi sebagai isu pelengkap saja, ini [akan menjadi] awal dari korupsi besar yang terjadi dari penyelenggaraan pemerintahan kita nanti.”

Dia menilai, kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam konteks ini masih jauh dari harapan sementara partai politik hanya menyetor laporan dana dengan asal-asalan saja.

“Dalam perjalannannya Bawaslu malah terbawa arus dengan sibuk mengurusi isu dana saksi partai. Ini [pengawasan dana kampanye] kan kerja cape. Apalagi belum banyak kinerja penegakan hukum yang berarti yang dilakukan Bawaslu sampai saat ini.”

Kapan wajib laporkan dana?

  • Partai politik dan calon anggota DPD diwajibkan untuk melaporkan data penerimaan sumbangan kampanye secara periodik tiga bulan sekali, yaitu pada 27 Desember 2013 dan 2 Maret 2014.
  • Partai politik dan anggota DPD juga diwajibkan menyetor laporan dana awal kampanye pada 2 Maret 2014 dan laporan akhir pada 24 April 2014 kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk KPU.
  • Harus dibuat rekening khusus dana kampanye yang terpisah dari pembukuan dana rutin partai politik.
  • Ketentuan tentang pelaporan dana kampanye diatur dalam UU Pemilu No. 8 tahun 2012 dan PKPU No. 17 tahun 2013

Sumber: KPU, TII, ICW

Bawaslu sendiri mengakui bahwa sistem pelaporan dana kampanye kali ini hanya menitikberatkan pada faktor ketaatan saja, bukan akuntabilitas. Benar tidaknya laporan dana kampanye baru akan diaudit setelah pemilu selesai.

‘Sekedar himbauan’

Dalam penyelenggaraan pemilu kali ini, KPU sebetulnya telah menerapkan aturan baru untuk mendorong transparansi dana partai, salah satunya dengan mewajibkan pembuatan rekening khusus dana kampanye bagi partai politik dan calon anggota DPD.

Melalui PKPU No 17 tahun 2013 dijelaskan bahwa pembukaan rekening ini terpisah dari rekening partai dan wajib dibuka tiga hari setelah ditetapkan sebagai peserta pemilu. Laporan pembukuannya harus diserahkan pada KPU paling lambat 14 hari sebelum pelaksanaan kampanye pemilu.

Selain itu, parpol juga diwajibkan menyiapkan laporan dana secara periodik tiga bulan sekali, dan pada awal serta akhir kampanye.

Dibanding praktek dalam pemilu sebelumnya, aturan ini cukup diapresiasi untuk mendorong transparansi. Semua dana parpol yang dilaporkan ke KPU pun dapat diakses terbuka di situs resmi kpu.go.id, memungkinkan warga untuk menelisik lebih jauh.

Sayangnya, sejumlah terobosan ini tidak diikuti dengan pengecekan dan penegakan hukum. Direktur Program Transparency International Indonesia (TII) Ibrahim Fahmi Badoh mengatakan aturan masih “sekedar himbauan saja, bukan enforcement.

bawasluKPU dan Bawaslu bertanggung jawab jika ada pelanggaran

Ini, lanjutnya, terlihat jelas dari mekanisme pelaporan dana kampanye parpol periodik pada 27 Desember 2013 kemarin.

“Tidak ada upaya KPU misal untuk meminta parpol perbaiki laporannya, KPU terkesan menunggu laporan awal pada 2 Maret nanti. Sepertinya PKPU yang dibuat tidak mau ditegakan sendiri oleh KPU, bahkan mereka tidak peduli jika format pelaporan yang tidak sesuai standar yang ditetapkan,” ujar Ibrahim Fahmi Badoh.

“Mekanisme yang dibuat terkait akuntabilitas keuangan ini sangat mengkawatirkan.”

“Ini menjadi boomerang karena bisa jadi para kandidat itu dicukongi oleh kekuatan ekonomi tertentu sehingga mereka gampang diarahkan di kemudian hari dalam konteks kebijakan oleh para pemodal.”

“Saya kita KPU dan Bawaslu bertanggung jawab jika itu terjadi.”

Dalam pelaporan dana kampanye 27 Desember lalu, TII bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan bahwa selain tidak sesuai format, mayortitas sumbangan kampanye yang dicantumkan parpol adalah berbentuk jasa, yang dalam prakteknya sulit dilakukan audit.

Dana Kampanye Partai (Rp miliar)

*) Laporan periodik tiga bulanan per Desember 2013

Sumber: ICW, TII

Diukur oleh ketaatan

Anggota Bawaslu, Nelson Simanjuntak mengakui bahwa pihaknya memang tidak melakukan pemeriksaan terhadap laporan-laporan dana kampanye perpol yang diserahkan pada Desember lalu.

Selain mengaku sulit untuk melakukan audit, dia mengatakan hingga kini belum ada dasar hukum yang jelas jika laporan tersebut terbukti salah.

“Selama ini aturannya hanya bersifat adminis

tratif. Kalau parpol tidak menyerahkan, misalnya pada 2 Maret nanti, mereka bisa dikeluarkan dari peserta pemilu,” katanya.

Masalah laporan benar atau tidak, sambung Nelson, harus dibuktikan pada proses audit setelah laporan akhir dana kampanye disetor ke KPU.

“Di sana ada auditor independen yang akan menilai benar atau tidaknya. Jika terbukti salah, baru dikenakan sanksi. Nah, kalau dari sekarang kita sudah periksa dan terbukti salah, belum ada dasar hukumnya. Sulit.”

Hal ini sangat disayangkan oleh Titi Anggraini dari Perludem, pasalnya transparan atau tidaknya partai politik bisa menjadi bahan pertimbangan oleh masyarakat untuk memilih. Sangat terlambat menurutnya, jika audit hanya dilakukan setelah pemilu.

“Masyarakat harusnya bisa melihat mana partai yang jujur, mana yang bohong, sehingga bisa menentukan dengan tepat pada saat pemilu,” tutupnya.

Sumber: BBC

The Absences of Parliamentary Member is Public Information that Managed by Fraction

The Absences of Parliamentary Member is Public Information that Managed by Fraction

Absensi Anggota DPR adalah informasi publik yang sifatnya terbuka dan berada dalam tanggung jawab Fraksi-Fraksi di DPR RI, demikian dikatakan Wakil Ketua PPID DPR RI, Suratno, dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Indonesian Parliamentary  Center (IPC), di DPR RI, kemarin (16/01).

Hal ini disampaikan Suratno terkait banyaknya permintaan informasi oleh lembaga swadaya masyarakat ke PPID DPR RI tentang absensi Anggota DPR RI. Menurutnya, sejauh ini belum ada kesamaan pandangan antara PPID dengan fraksi-fraksi di DPR. “Tidak semua fraksi sepakat bahwa absensi sebagai informasi publik. Jadi, PPID tidak bisa memberikan, jika fraksi sendiri menyatakannya sebagai informasi tertutup,” tegasnya.

Dia berharap ada peran Komisi Informasi Pusat untuk membangun kesepahaman antara fraksi, alat kelengkapan dewan, dan sekretariat jenderal DPR RI tentang UU Keterbukaan Informasi Publik, sehingga dapat dibangun sebuah sistem pengelolaan dan pelayanan informasi yang lebih baik.

Keuangan Tertutup, Sengketa Informasi Pun Tak Dihadiri

Keuangan Tertutup, Sengketa Informasi Pun Tak Dihadiri

Sengketa informasi antara LSM Kelompok Kerja (Pokja) 30 melawan sembilan partai politik (parpol), dilanjutkan melalui sidang yang digelar Komisi Informasi (KI) Kaltim (4/11), hanya dihadiri lima pengurus dari sembilan parpol yang diadukan.

Kelima pengurus parpol yang hadir yakni Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nusantara (PAN), dan Partai Damai Sejahtera (PDS). Sementara dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Demokrat, dan Gerindra, tak seorang pengurus pun yang tampak.

“Saya menduga mereka (empat partai yang tidak hadir)  menyepelekan sidang mediasi. Padahal pada pasal 52 (Undang-Undang Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik) badan publik dengan sengaja tidak memberikan informasi dapat berujung pidana,” ucap Sekretaris Pokja 30, Ramlianur.

Pasal 52 yang dimaksud berbunyi ; Badan Publik dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan informasi publik berupa informasi publik secara berkala, informasi publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, informasi publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau informasi publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan undang-undang ini dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain, dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5 juta.

Untuk diketahui, hasil uji akses Pokja 30 yang diadakan sejak 19 Agustus 2013 lalu, sembilan partai pemilik kursi di DPRD Kaltim ogah menyerahkan laporan keuangan dan memberi banyak alasan. Hal itu yang mendasari Pokja 30 melakukan permohonan sengketa publik kepada KI.

Selain itu, kata Ramlianur, ketidakhadiran empat partai pada sidang itu justru memperlihatkan kepada publik bahwa mereka tidak terbuka. Sudah barang tentu, akan merugikan citra dalam menarik simpatik masyarakat. “Kan sama aja ketidakhadiran mereka melawan amanat UU. Jika mereka serius menjalankan amanah konstitusi mereka seharusnya datang,” timpal Ramlianur.

Sementara itu, Ketua KI Kaltim, Jaidun mengatakan, sidang ditunda hingga minggu depan yaitu 10 Desember. Sebab kata dia, pada sidang perdana hanya lima partai yang menghadiri. “Minggu depan kami jadwalkan mediasi lanjutan kepada parpol yang hadir. Sementara untuk yang tidak hadir kami akan melakukan panggilan secara patut untuk menghadiri sidang,” ujar dia.

Dia menjelaskan pada pasal 15, parpol wajib menyediakan informasi tentang asas dan tujuan, program umum dan kegiatan partai politik. Selain itu, nama, alamat, susunan kepengurusan, dan perubahannya;
wajib diberikan.

Begitu pun pengelolaan dan penggunaan dana bersumber dari APBN atau APBD. “Kalau mereka tidak menghadiri hingga dua kali panggilan sidang, maka KI akan mengambil keputusan tanpa kehadiran pengurus parpol,” tegas Jaidun.

Diolah dari Kaltimpost

12 Parpol Di Samarinda Terima 988 Juta, Wajib Akuntabel

12 Parpol Di Samarinda Terima 988 Juta, Wajib Akuntabel

Sebanyak 12 partai politik di Kota Samarinda mendapatkan bantuan anggaran dengan total Rp988 juta dari pemerintah kota Samarinda, pada 2013. Demikian dilansir LKBN Antara (3/12), berdasarkan keterangan Asisten III Bidang Sosial Kemasyarakatan Sekretariat Kota Samarinda, Ridwan Tassa.

Tassa menjelaskan bantuan tertinggi untuk parpol berjumlah Rp178 juta dan terendah Rp 30 Juta. Menurutnya, setiap tahun terdapat perubahan dari sisi regulasi yang perlu mendapat perhatian pemerintah maupun parpol. khususnya yang berkaitan dengan langkah-langkah yang harus dipersiapkan sebelum bantuan disalurkan.

Staf Ahli Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri Murwoto, mengatakan. sudah menjadi keharusan dokumen laporan penggunaan bantuan keuangan bagi partai politik dari dana APBD wajib tersusun rapi, kendati seiring pergantian pengurus dalam sebuah partai. Pengelolaan dana yang bersumber dari APBD menurut Murwoto harus dapat dipertanggungjawabakan dengan jelas, khususnya bagi bendahara di sebuah partai politik.

“Bendahara harus mampu menatausahakan sebuah buku kas, jika tersusun rapi maka nantinya pada akhir tahun akan kelihatan jelas keluar masuknya dana,” kata Murwoto. Ia menambahkan, dana bantuan tersebut setidaknya bisa dimanfaatkan untuk kegiatan pendidikan politik.

Persoalan klasik masih menghantui dalam pengelolaan keuangan parpol ini. Apalagi kalau bukan soal akuntabilitas. Logika beberapa parpol di Samarinda yang menyatakan, tak selayaknya dana parpol dipersoalkan karena jumlahnya tidak sebanding dengan dana yang dikelola pemerintah, tentu bukan logika yang tepat. Ini bukan soal besar – kecil, tapi tentang bagaimana parpol bersikap transparan, membuka akses, dan mempertanggungjawabkannya ke publik. Itulah kewajiban logis dari penggunaan uang rakyat. Apalagi secara regulasi diatur dalam UU Keterbukaan Informasi Publik dan UU Partai Politik.

9 Parpol Kaltim Jalani Sidang Ajudikasi

Sementara itu, sembilan parpol kemarin (4/12) menjalani sidang mediasi oleh Komisi Informasi (KI) Kaltim. Seperti diketahui, hasil uji akses Pokja 30 yang diadakan sejak 19 Agustus 2013 lalu, menyebutkan sembilan partai pemilik kursi di DPRD Kaltim tak menyerahkan laporan keuangan dan memberi banyak alasan. Hal itu yang mendasari pegiat antikorupsi Kaltim tersebut melakukan permohonan sengketa publik kepada KI.

Aktivis Pokja 30 Carolus Tuah mengatakan, uji akses bertujuan mengukur kepatuhan parpol terhadap undang-undang.  Untuk uji akses, Pokja 30 mengirim surat permohonan data partai yang terdiri dari struktur pengurus dan laporan keuangan. Dalam laporan keuangan, sumber dana dari luar APBD atau APBN dapat diketahui.

Informasi sementara dari Tuah mengatakan, sidang ajudikasi kemarin dihadiri oleh 4 partai (PPP, Golkar, PKS, dan PDS). PPP, Golkar, PKS menyatakan akan menyerahkan informasi yang diminta, sementara PDS akan menjalani sidang ajudikasi kembali.

KPU Bantu Partai Susun Laporan Rekening Kampanye

KPU Bantu Partai Susun Laporan Rekening Kampanye

Komisi Pemilihan Umum siap membantu peserta Pemilu 2014 menyusun laporan pembukaan rekening khusus dana kampanye dan pembukuan penerimaan serta pengeluaran dana kampanye. Untuk itu KPU membentuk help desk di setiap tingkatan, mulai kabupaten/kota, provinsi, sampai pusat.

“Partai politik yang mau berkonsultasi silakan datang ke kantor KPU setempat. Petugas di sana akan memberikan penjelasan tentang sistem dan mekanisme pelaporan dana kampanye tersebut,” kata anggota KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah kepada VIVAnews, Selasa 3 Desember 2013.

Ferry mengimbau kepada seluruh jajaran KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota agar memberikan layanan konsultasi yang maksimal bagi partai politik. Ia meminta keberadaan help desk pelaporan dana kampanye di setiap daerah harus disertai kemampuan para stafnya untuk memberikan penjelasan yang rinci dan lengkap kepada parpol.

“Pelaporan dana kampanye merupakan salah satu bagian penting dalam kegiatan kampanye,” ujar Ferry. Kepatuhan parpol untuk melaporkan semua penerimaan dan pengeluaran dananya selama kampanye akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemilu.

Pengelolaan dana kampanye yang transparan dan akuntabel akan turut berkontribusi dalam meningkatkan partisipasi pemilih. “Upaya kita untuk meningkatkan partisipasi pemilih sebesar 75 persen tidak hanya dihasilkan dari kinerja penyelenggara, tetapi juga komitmen dan kerjasama yang baik dari partai politik,” kata Ferry.

Ia mengatakan, pembukaan rekening khusus dana kampanye harus dibuat terpisah dari rekening parpol untuk memudahkan parpol dalam mengelola dan melaporkan dana kampanye. Selain itu dalam pelaporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye, parpol wajib melampirkan laporan penerimaan dan pengeluaran dari semua calon anggota legislatifnya.

“Oleh karena itu partai politik sejak awal diharapkan menyosialisasikan kewajiban tersebut kepada para calegnya, sebab kendala pelaporan dana kampanye dari satu orang caleg dapat mengganggu seluruh sistem pelaporan dana kampanye parpol,” ujar Ferry. (umi)

Sumber: Viva

Judul Asli: KPU Siap Bantu Parpol Susun Laporan Dana Kampanye