Jakarta – Badan Publik dinilai masih menutup akses informasi kepada masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan belum menjalankan mekanisme pelayanan informasi seperti yang diamanatkan UU Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) oleh sebagian besar Badan Publik.

Berdasarkan uji akses Freedom of Information Network atau Jaringan Kebebasan Informasi di 10 daerah, hampir separuhnya permintaan akses informasi di 69 lembaga negara dan 158 badan publik di daerah tak bisa diberikan. “Proporsi ini berarti Badan Publik tak responsif pada UU KIP,” ungkap Direktur Pattiro Semarang Hendrik Rosdinar, kepada wartawan di Cikini, Jakarta, Jumat (17/12).

Menurutnya, asil lengkap uji akses ini menyebutkan,ada 347 permintaan yang diajukan jaringan lembaga swadaya masyarakat usai UU KIP diberlakukan sejak 30 April 2010 ini. Senyak 166 permintaan informasi ditolak, 106 permintaan diterima, tapi 75 permintaan diabaikan. Dia memaparkan, jumlah permintaan informasi yang disampaikan, sebagian besar direspon dinas-dinas di daerah sebanyak 74 informasi.

Disusul kantor kecamatan/kelurahan ada 21 informasi,perguruan tinggi/ sekolah sebanyak 16 informasi, dan oleh Badan/ Komisi 13 informasi.

“Informasi yang banyak diminta terbanyak tentang anggaran atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) sekitar 39 persen. Lalu, tentang peraturan perundangan (14%), kasus hukum (13%),dan prosedur akses kesehatan atau kependudukan (10%),” ujarnya.

Dia menyayangkan, lembaga yang dimintai informasi cenderung mengabaikan permintaan individual daripada permintaan institusi. Hendrik mengkhawatirkan, iklim ketertutupan ini berbahaya. Padahal di awal UU KIP ini jadi jalan keluar masyarakat grassroot.

“Tertutupnya informasi karena ketidaktersediaan mekanisme dan prosedur lalu ada sengketa substansial,” tuturnya.

Sumber: Cybernews