Ahmad Alamsyah Saragih

Uji kepentingan publik merupakan ketentuan yang lazim digunakan untuk menentukan apakah suatu ‘informasi yang dikecualikan’ harus dibuka atau ditutup berdasarkan pertimbangan bahwa menutupnya dapat melindungi kepentingan yang lebih besar atau sebaliknya. Ketentuan ini juga dianut oleh sebagian besar negara yang memiliki Undang-undang keterbukaan informasi. Tidak ada definisi yang jelas tentang Kepentingan Publik[1], meski berbagai Undang-undang yang mengatur keterbukaan informasi menggunakannya. Kantor Komisioner Informasi Inggris menjelaskan:

The public interest can cover a wide range of values and principles relating to the public good, or what is in the best interests of society. Thus, for example, there is a public interest in transparency and accountability, to promote public understanding and to safeguard democratic processes. There is a public interest in good decision-making by public bodies, in up-holding standards of integrity, in ensuring justice and fair treatment for all, in securing the best use of public resources and in ensuring fair commercial competition in a mixed economy.[2]

Konsep Public Interest merupakan suatu konsep yang “cair”, biasanya tidak didefinisikan pada peraturan terkait akses informasi. Hal ini karena para pembuat undang-undang dan pembuat keputusan menyadari bahwa “kepentingan publik” akan terus berubah sesuai dengan waktu dan kondisi di setiap keadaan. Sama halnya dengan pengertian kata ‘reasonable’ (alasan yang masuk akal), hukum tidak memberikan definisi kategori mengenai apa itu reasonable. Studi yang disusun oleh Carter & Bouris (2006)[3] membahas beberapa aspek mengenai kepentingan publik dan uji kepentingan publik (public interest test). Pada rezim yang mengatur mengenai informasi yang berada di bawah kekuasaan pemerintah, terdapat beberapa aspek yang sama:

  • mengatur akes terhadap informasi yang berada dalam penguasaan badan publik;
  • akses informasi dikecualikan untuk isu yang meliputi keamanan, hubungan internasional, rahasia bisnis dan urusan pribadi;
  • permintaan membuka ‘informasi dikecualikan’ mensyaratkan pembuat kebijakan untuk melakukan uji kepentingan publik. Pada saat memutuskan untuk membuka dapat menerapkan prima facie.
  • mekanisme ini juga disebut sebagai “pengutamaan kepentingan publik (public interest override)” atau “uji kepentingan publik (public interest test)” sebab pertimbangan kepentingan publik untuk membuka informasi dapat menyampingkan pengecualian.

Perlu dipahami bahwa istilah public interest merujuk pada kepentingan publik yang luas, bukan semata-mata apa yang menjadi perhatian publik atau justru kepentingan pribadi (private).[4] Apa yang menjadi perhatian publik tidak semata-mata merupakan kepentingan publik dan apa yang menjadi kepentingan publik terkadang tidak menjadi perhatian publik. Sering kali pula apa yang diutarakan sebagai kepentingan publik sesungguhnya adalah suatu kepentingan privat atau hanya merupakan perhatian individu yang ‘peduli’ pada kepentingan publik. Information Commissioner Office, di Inggris mecatat (ICO, 2005):[5]

Furthermore, disclosures of information under FOIA are in effect to the world at large and not merely to the individual requester. So the requester’s private interests are not in themselves the same as the public interest and what may serve those private interests does not necessarily serve a wider public interest… The requester’s private interests are not in themselves relevant to the public interest test. For example, a requester may have a grievance they are pursuing and may think the information they want will help them. This in itself is not a relevant factor. There would only be a public interest argument if it could be shown that there is a wider public interest that would be served by disclosing that information.

Relevansi Sebagai Prasyarat

Pada bagian terdahulu yang membahas tentang jenis dan sifat pengecualian informasi penulis telah menyatakan bahwa uji kepentingan publik hanya dilakukan kepada sifat ‘pengecualian dengan kualifikasi’. Pengecualian dengan kualifikasi terdiri dari menjadi dua: pengecualian atas dasar praduga (prjudiced based exemption) dan pengecualian yang bersifat kelas (class based exemption) atau kategorikal. Pengecualian atas dasar praduga mesti melalui proses pengujian atas konsekuensi terlebih dahulu (consequential harm test). Jika terbukti dikecualikan barulah masuk ke tahap pengujian atas kepentingan publik. Hal ini berbeda untuk pengecualian berdasarkan kelas atau kategorikal yang dapat langsung dilakukan pengujian atas kepentingan publik.

Pada prinsipnya menutup atau membuka informasi yang dikecualikan sama-sama bertujuan melindungi suatu kepentingan publik. Akan tetapi, khusus untuk pengecualian berdasarkan praduga formulasi kepentingan publik yang ingin dilindungi tidak boleh menyimpang dari apa yang dideskripsi-kan oleh Undang-Undang yang mengatur.

Berbeda dengan pengecualian yang berdasarkan praduga, pada pengecualian berdasarkan kelas atau kategorikal, menguraikan kepentingan yang akan dilindungi memerlukan upaya lebih karena Undang-undang tidak menjelaskan secara eksplisit apa kepentingan yang akan dilindungi. Untuk itu, menelusuri dokumen pendukung seperti risalah perumusan undang-undang tersebut, atau mende-ngarkan pendapat ahli menjadi penting. Kadang kala, pengecualian atas dasar kelas juga merupakan turunan dari satu atau lebih kerahasiaan mendasar yang diataur di pasal 17 UU KIP dan bersifat praduga. Untuk kasus ini, identifikasi kepentingan yang akan dilindungi dapat dilakukan berdasarkan pasal-pasal ini.

Informasi telah berada di wilayah publik (Public Domain). Dalam pengalaman Komisi Informasi Pusat, sering kali penolakan Badan Publik untuk memberikan suatu informasi yang dikecualikan berdasarkan praduga gugur karena telah kehilangan relevansinya sebelum dilakukan pengujian atas kepentingan publik. Sebagai contoh, PT Telekom sebagai suatu BUMN diminta informasi berapa total tagihan pertahun mereka kepada Pemerintah Kabupaten Bangkalan untuk periode 2005-2012. Alasan permintaan adalah untuk membandingkan apakah total realisasi anggaran untuk belanja komunikasi Pemerintah Daerah tersebut adalah sesuai dengan total tagihan dari PT Telekom Cabang Bangkalan. Pemohon informasi (Bangkalan Corruption Watch-BCW) menyatakan tidak ada cara lain untuk membandingkan kecuali dengan mengetahui secara resmi berapa total tagihan versi BUMN yang bersangkutan, karena Pemerintah Daerah hanya menggunakan jasa BUMN tersebut. PT Telekom menyatakan menolak memberikan karena beberapa alasan. Satu diantaranya adalah jika total tagihan tersebut diketahui oleh pesaing mereka, maka pesaing bisa menawarkan jasa sejenis kepada Pemerintah Daerah yang bersangkutan, sehingga permintaan informasi tersebut ditolak dengan alasan dapat mengganggu perlindungan persaingan usaha yang sehat sebagaimana diatur pada pasal 17 huruf b UU KIP.

Namun demikian, khusus untuk alasan ‘dapat mengganggu persaingan usaha yang sehat’, Majelis Komisioner berpendapat bahwa argumen BUMN tersebut tidak relevan. Semua pesaing tentunya dapat melihat anggaran realisasi belanja jasa dari BUMN yang bersangkutan kepada suatu Pemerintah daerah melalui dokumen realisasi APBD yang terbuka untuk publik. Lagi pula informasi yang dibuka adalah total tagihan, bukan rincian tagihan yang berisikan jenis layanan. Untuk kasus ini, alasan pengecualian yang diajukan telah kehilangan relevansinya sebelum dilakukan uji kepentingan publik karena informasi telah berada di wilayah publik (public domain).

Informasi tidak terkait fungsi penyelenggaraan negara atau urusan publik. Dalam kasus yang lain, Pemohon Informasi meminta Majelis Komisioner untuk mengabulkan permohonannya terkait dasar perhitungan biaya pasokan air bersih oleh PT Pelindo III, suatu BUMN Pengelola Pelabuhan. Alasan yang bersangkutan adalah untuk mengetahui kualitas air yang dipasok oleh BUMN tersebut kepada para pengguna. Termohon, dalam hal ini BUMN Pengelola Pelabuhan menolak memberikan dengan alasan dapat mengganggu perlindungan persaingan usaha yang sehat.

Dalam pertimbangan Majelis Komisioner melihat bahwa fungsi penyediaan air bersih tersebut murni merupakan fungsi korporasi (fungsi privat), dan keinginan untuk mengetahui kualitas air bersih tersebut merupakan hak yang telah diatur secara khusus oleh UU Perlindungan Konsumen, bukan oleh UU KIP. Pemohon dapat mengajukannya melalui skema yang telah diatur oleh Undang-Undang tersebut. Dalam kasus ini, Majelis Komisioner memandang bahwa pengujian atas kepentingan publik terkait akses informasi publik telah kehilangan relevansinya, sehingga tidak perlu dilakukan.

Relevansi jangka waktu pengecualian. UU KIP mensyaratkan jangka waktu pengecualian yang diatur melalui Peraturan Pemerintah. Jika suatu alasan pengecualian dijadikan dasar penolakan namun informasi yang dikecualikan tersebut telah melampaui jangka waktu pengecualiannya, pengujian atas kepentingan publik menjadi tidak relevan untuk dilakukan. Dari sisi lain, informasi seperti ini dapat juga dikatakan sebagai informasi yang telah berada di wilayah publik (public domain).

Adakah Parameter Baku?

Uji kepentingan publik tidak memiliki parameter baku. Hal ini dapat dipahami mengingat definisi tentang kepentingan publik sendiri masih bersifat cair. Namun demikian berbagai pengadilan dan komisi informasi di negara lain telah berulang kali menggunakan ini sebagai pertimbangan dalam memutuskan suatu sengketa. Khusus untuk sengketa informasi, paling tidak dapat diambil beberapa aspek yang sering secara berulang dijadikan dasar pertimbangan, yakni:

Jika informasi yang dikecualikan tersebut ditutup maka:

  • Masyarakat tetap dapat berpartisipasi efektif dalam pembuatan keputusan yang memiliki dampak serius pada publik;
  • Masyarakat tetap dapat memperoleh informasi mengenai kemungkinan bahaya bagi kesehatan dan keselamatannya serta upaya-upaya yang memadai untuk mencegahnya;
  • Pihak yang berwenang tetap dapat bertindak secara adil terhadap masyarakat;
  • Masyarakat tetap tidak akan mengalami kerugian akibat penyalahgunaan wewenang;
  • Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat tetap dapat diketahui oleh publik;
  • Akuntabilitas Badan Publik tetap terjaga.

Beberapa hal diatas tentunya akan diuraikan lebih konkrit ketika pemutus akan menilai apakah informasi tersebut patut ditutup atau dibuka. Oleh karenanya pengujian ini sering disebut juga sebagai balancing public interest. Pihak yang berperan sebagai pemutus akan mempertimbangkan kepentingan publik mana yang lebih besar antara menutup informasi dengan membuka informasi. Dalam kalimat negatif, dapat dikatakan mana kerugian publik yang lebih kecil akibat ditutupnya informasi atau dibukanya informasi yang dikecualikan tersebut.

Contoh Kasus: ICW vs Kemendikbud[6]

Dalam memberikan pertimbangan, maka perlu terlebih dahulu menguraikan apa saja kepentingan publik yang ingin dilindungi oleh Undang-undang dengan menutup informasi yang dimohon (favored to maintain the exemption. Untuk pembandingnya maka perlu juga diuraikan apa sesungguhnya kepentingan pulik yang dapat diselamatkan jika informasi tersebut dibuka (favored to disclose).

ICW meminta informasi kepada kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Informasi yang diminta diantaranya adalah: salinan kunci jawaban Ujian Nasional mata pelajaran Matematika kode soal A69, B71, C86, D45, dan E57, dan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk kodel soal A51, B63, C75, D36, dan E48 SMP/MTs Tahun 2012.

Soal Ujian Nasional ditetapkan oleh Pimpinan Unit yang mengelola bank soal. Surat keputusan yang dihasilkan tentunya merupakan suatu surat intra Badan Publik. Sebelumnya, dari bebeberapa argumen Kemendikbud selaku Termohon, Majelis Komisioner menerima satu argumen penolakan yang dijadikan dasar pengecualian oleh pihak Kemendikbud, yang menyatakan bahwa ‘apabila dibuka dapat secara serius merugikan proses penyusunan kebijakan, yakni dapat: menghambat kesuksesan kebijakan karena adanya pengungkap-an secara prematur. Konsekuensi ini diatur pada pasal 17 huruf i UU KIP, berikut penjelasannya. Oleh karenanya Kemendikbud menolak memberikan dengan alasan informasi tersebut dikecualikan.

Meskipun UN telah dilaksanakan, soal masih akan digunakan pada periode mendatang. Selain itu soal bersumber dari bank soal yang telah dirakit sedemikian rupa dengan menggunakan metode kaliberasi yang akan rusak jika informai kunci jawaban diketahui oleh publik. Kemendikbud mendatangkan ahli psikometrik dalam persidangan untuk menjelaskan hal tersebut. Akhirnya majelis melakukan pengujian atas kepentingan publik dengan beberapa tahapan.

Pertama, majelis mengidentifikasi kepentingan publik yang ingin dilindung dengan menutup informasi dan kemudian membandingkannya dengan kepentingan publik yang ingin dilindung dengan membuka informasi.

[4.28] Menimbang dalam fakta persidangan diperoleh bahwa pengecualian sebagaimana dimaksud pada paragraf [4.26] adalah bertujuan untuk melindungi kepentingan publik sebagai berikut:

  1. Bahwa apabila salinan informasi kunci jawaban dibuka, test information yang dihasilkannya akan menyesatkan karena item information function (soal berikut kuncinya) yang sudah diketahui publik secara meluas tidak lagi menggambarkan itemnya (item drift).
  2. Bahwa informasi yang diminta masih terkait item yang belum memasuki tahap retired sesuai exposure index.

[4.29] Menimbang berdasarkan tujuan permohonan informasi oleh Pemohon, Majelis Komisioner memandang terdapat kepentingan publik berikut yang relevan untuk dipertimbangkan:

  1. Apabila informasi a quo ditutup publik tidak dapat mengetahui apakah telah terjadi kerusakan item information function akibat kebocoran soal UN SMP yang akan berpotensi merugikan peserta UN SMP di periode berikutnya jika soal yang sama digunakan.
  2. Apabila informasi a quo ditutup, publik tidak dapat mengetahui apakah peserta UN di sejumlah SMP terhindar dari perlakuan tidak adil akibat adanya kebocoran, baik dalam penyelenggaran maupun ketika hasil UN (NEM) digunakan untuk masuk ke jenjang pendidikan berikutnya.
  3. Apabila informasi a quo ditutup, publik tidak dapat berpartisipasi secara setara untuk mempengaruhi perbaikan kebijakan dan sistem penyelenggaraan pendidikan yang adil bagi mereka.

Kedua, Majelis mangkaji risiko berdasarkan mempertimbangkan konsekuensi negatif yang ditimbulkan apa bila informasi dibuka dan mengidentifikasi mitigasi yang masih mungkin dilakukan tanpa mengurangi tujuan dari pemohon. Hal ini penting mengingat ahli menyatakan bahwa secara teoritik, meskipun informasi tidak diberikan berdasarkan salinan sehingga dapat diketahui publik secara meluas, kerusakan item information function tidak terjadi sepanjang penyaksian oleh pemohon informasi terhadap kunci jawaban tidak dapat merekam informasi yang termuat dalam kunci jawaban tersebut. Majelis mengidentifikasi mitigasi dan tingkat risiko sebagai berikut:

[4.31] Menimbang bahwa kepentingan publik untuk membuka adalah valid namun memiliki risiko mengganggu kepentingan publik untuk menutup. Untuk itu Majelis akan mempertimbangkan apakah ada alternatif pemberian informasi yang tidak memiliki risiko berarti pada terganggunya kepentingan publik yang ingin dilindungi dengan menutup informasi, sebagi berikut:

  1. Memberikan informasi a quo berupa salinan kepada Pemohon akan menimbulkan konsekuensi bahaya terjadinya ‘item drift’ yang meluas dengan tingkat risiko sangat tinggi.
  2. Memberikan informasi a quo dengan cara hanya melihat dan mencatat kepada Pemohon akan menimbulkan konsekuensi bahaya terjadinya ‘item drift’ yang meluas dengan tingkat risiko tinggi.
  3. Memberikan informasi a quo dengan cara hanya melihat tanpa mencatat dan/atau tanpa teknik perekaman lainnya kepada Pemohon akan menimbulkan konsekuensi bahaya terjadinya ‘item drift’ akibat meningkatnya permintaan sejenis dengan tingkat risiko moderat.
  4. Memberikan informasi a quo dengan cara hanya melihat tanpa mencatat dan/atau tanpa teknik perekaman lainnya kepada Pemohon, dan secara spesifik dibatasi hanya untuk kunci jawaban di lokasi terjadinya peristiwa, akan menimbulkan konsekuensi bahaya terjadinya ‘item drift’ dengan risiko rendah.

Bagaimanapun, Majelis Komisioner cenderung konservatif dalam memutus. Oleh karenanya, opsi keempat (risiko rendah) akhirnya menjadi putusan majelis. Pilihan ini dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa tujuan Pemohon yang mencerminkan kepentingan publik masih dapat terpenuhi.

[4.33] Menimbang bahwa dengan teknis pemberian informasi dengan cara “hanya melihat” tanpa mencatat dan/atau tanpa teknik perekaman lainnya kepada Pemohon, dan secara spesifik dibatasi hanya untuk kunci jawaban di lokasi terjadinya peristiwa, Pemohon tidak kehilangan haknya untuk memperoleh informasi a quo. Dengan demikian, tujuan permohonan tetap dapat tercapai.

Pertanyaan berikutnya adalah apakah informasi yang sudah sangat dibatasi tersebut dapat diakses oleh pihak lain. Karena ststusnya terbuka, maka sudah barang tentu dapat diakses oleh pihak lain sesuai Undang-Undang. Bagaimana jika permintaan sejenis kemudian terjadi lagi untuk lokasi lain dan terus bertambah? Tentunya tingkat risiko meningkat kepada opsi ketiga, yakni risiko yang bersifat moderat. Dalam hal ini, putusan dapat berbeda. Dengan pertimbangan yang konservatif, opsi dengan tingkat risiko rendah tidak terpenuhi, sehingga besar kemungkinan putusan yang akan dipilih adalah menutup informasi dan menolak permohonan Pemohon. Dalam kondisi demikian, kepentingan publik yang ingin dilindungi dengan menutup informasi dapat menjadi lebih besar dibandingkan dengan membukanya.

Penutup

Kendati kepentingan publik bersifat cair, dalam melakukan pengujian atas kepentingan publik beberapa hal berikut perlu dijadikan catatan: Pertama, pengujian atas kepentingan publik hanya relevan dilakukan apabila hasil pengjian atas konsekuensi terbukti (prima facie).

Kedua, pengujian bertujuan untuk melakukan balancing terhadap kepentingan publik yang luas, bukan kepentingan privat pemohon. Oleh karenanya perlu dipastikan terebih dahulu bahwa kepentingan tersebut bukan merupakan kepen-tingan privat Pemohon, kendati Pemohon adalah pihak yang memiliki kepedulian atas kepentingan publik.

Ketiga, Pengujian atas kepentingan publik hanyalah relevan dilakukan untuk informasi yang tidak berada di ruang publik (public domain). Misalkan: informasi mengenai jumlah pinjaman 10 kreditor UKM terbaik di bank BUMN yang telah diumumkan di media oleh bank bersangkutan atas persetujuan UKM yang bersangkutan. Kendati informasi tersebut dikecualikan, namun ia telah berada di ruang publik.

Keempat, keberadaan cara lain yang sah untuk mencapai tujuan permohonan Pemohon yang mencerminkan kepentingan publik luas dapat mengurangi derjat kepentingan publik dalam mengakses informasi namun tidak dapat serta-merta menjadi alasan untuk menutup informasi. Dalam contoh kasus ICW melawan Kemendikbud, keberadaan Ombudsman dapat menjadi salah satu cara untuk merekomendasikan perbaikan sistem jika memang ada yang harus diperbaiki secara administratif. Namun demikian, keberadaan Ombudsman berikut fungsinya tidak dapat dijadikan dasar untuk menentukan apakah status informasi yang diminta menjadi tertutup.

Gambar-1 Pengujian Atas Kepentingan Publik

Uji Kepentingan Publik

Kelimahazard analysis penting untuk dilakukan kendati majelis tidak menemukan hasil penelitian empirik terkait hal ini. Analisis ini diperlukan untuk memastikan bahwa pertimbangan telah menyertakan opsi yang mempertimbangkan antisipasi dampak (mitigasi) yang memiliki risiko terendah dalam batas-batas hak atas informasi dan tujuan Pemohon yang mencerminkan kepentingan publik (bukan kepentingan privat Pemohon) masih dapat terpenuhi.

Hal tersebut merupakan penerapan atas prinsip kehati-hatian dalam mempertimbangkan apakah permohonan Pemohon akan ditolak, atau dikabulkan sebagian atau dikabulkan seluruhnya. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian dapat dengan menyatakan hanya untuk sebagian item permohonan dan/atau dengan mengurangi derajat akses terhadap informasi sesuai dengan tingkat sensitifitas atau risiko yang ditimbulkan sepanjang masih memiliki relevansi dengan tujuan permohonan yang mencerminkan kepentingan publik luas.

————

[1] Lihat: A Short Guide to the FOIA and Other New Access RightsThe Campaign for Freedom of Information. UK. 2005

[2] ICO, The Guide to Freedom of Information, The Public Interest Test. 20120504. Version 1.0. UK, 2005, p. 5-6

[3] Carter, M., Bouris, A., Freedom of Information, Balancing the Public Interest, (2008), http://www.ucl.ac.uk/spp/publications/unit-publications/134.pdf

[4] Lihat: ‘Manual of Guidance Freedom of Information’. Association of Chief Police Officer & Hampshire Constabulary, 2008

[5] Op. cit., p. 7, 15.

[6] Lihat putusan Nomor: 244/VII/KIP-PS-M-A/2012, Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, ICW melawan Kemendikbud, 28 Mei 2013.