oleh muhammad mukhlisin | Mar 11, 2015 | Nasional
Jakarta, Kebebasaninformasi.org – Komisioner Komisi Informasi (KI) Pusat, Rumadi Ahmad menyatakan bahwa somasi yang dilayangkan oleh Bareskrim Polri terhadap Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait hasil investigasi penangkapan Wakil Ketua (non aktif) Bambang Wijoyanto merupakan ancaman terhadap hak terhadap kebebasan memperoleh informasi.
Menurut Rumadi, informasi hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM dalam kasus penangkapan Bambang Widjoyanto, bukanlah informasi yang patut untuk dirahasiakan. Menurut Rumadi, penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM bukan merupakan Pro Justitia sehingga tergolong aktivitas kinerja badan publik.
Dalam perspektif keterbukaan informasi, menurut Rumadi, informasi tersebut terkategorikan sebagai informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Ayat (2) huruf b UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Selain itu, publik juga sangat menantikan informasi bagaimana hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM terkait penangkapan BW tersebut.
“Banyak aktivitas yang dilakukan oleh Kepolisian maupun Komnas HAM yang berkaitan dengan persoalan-persoalan publik. Oleh karenanya, Komisi Informasi Pusat berharap agar sebagai badan publik, baik Kepolisian maupun Komnas HAM sama-sama mendukung agenda keterbukaan informasi dengan senantiasa menyampaikan informasi publik yang berada di bawah kewenangannya secara akurat, benar, dan tidak menyesatkan,” kata Rumadi dalam siaran persnya.
Seperti diketahui sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipid Eksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri melayangkan somasi kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada tanggal 8 Februari 2015 yang lalu.
Somasi tersebut disampaikan menanggapi pemberitaan yang komisioner Komnas HAM dan rekan-rekannya sampaikan di media televisi, online dan cetak tanggal 4 Februari 2015. Komnas HAM dan rekan-rekan menyimpulkan bahwa ada dugaan kriminalisasi KPK yang merupakan tindakan penyalahgunaan kekuasaan Polri.
Dalam somasi itu, disebutkan bahwa dengan adanya keterangan yang dilakukan oleh Komnas HAM di hadapan media, maka baikde facto maupun de jure, komisioner Komnas HAM telah melanggar Pasal 87 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999.
“Bahwa tiada satu pun pasal yang memberikan wewenang kepada saudara dan kawan-kawan untuk menyampaikan apa pun hasil penelitian saudara kepada publik melalui media, sehingga baik de facto maupun de jure tindakan saudara telah memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana Pasal 310 KUHP, 311 KUHP, Pasal 27juncto Pasal 47 UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik,” demikian bunyi somasi Bareskrim. (kompas.com)
oleh muhammad mukhlisin | Mar 10, 2015 | Daerah
Kalimantan Barat, Kebebasaninformasi.org – Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis mengukuhkan Komisi Informasi Provinsi Kalimantan Barat, Selasa (10/3/2015). Dia berharap Komisi Informasi yang terbentuk ini dapat menyampaikan informasi yang akurat kepada masyarakat sesuai dengan tugas dan wewenangnya.
Cornelis berharap Komisi Informasi ini dapat menyaring mana informasi yang bisa disampaikan ke publik dan mana informasi yang dirahasiakan. Terutama informasi yang menyangkut persoalan keamanan negara dan rahasia negara.
“kami minta lembaga ini bisa memberikan informasi dengan benar kepada masyarakat, terkait uinformasi apapun suseuai dengan tugas dan wewenangnya” kata Cornelis seperti dilansir antarakalbar.
Anggota yang dilantik sejumlah lima orang, namun salah satu anggota berhalangan hadir karena sedang menunaikan ibadah umrah di tanah suci. Anggota yang berhalangan hadir rencananya akan dikukuhkan oleh Kepada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi.
Anggota komisioner yang dilantik adalah Abdullah, Hawad Sriyanto, Chaterina Pancer Istiyani,SY. Muhammad Herry, Abang Amirullah.
oleh muhammad mukhlisin | Mar 9, 2015 | Nasional
Jakarta, Kebebasaninformasi.org – Meskipun sudah aktif diberlakukan sejak tahun 2010, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) sebagai ujung tombak implementasi UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP), masih bingung dalam menentukan informasi yang dikecualikan. Mantan Komisioner Komisi Informasi Pusat (KI Pusat), Alamsyah Saragih memberikan panduan mengenali informasi-informasi yang dikecualikan.
Dalam sebuah pelatihan yang dilaksanakan Indonesian Parliementary Center (IPC) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Alamsyah menyetakan, dalam UU KIP terdapat dua Jenis Pengecualian Informasi, yakni:
- Pengecualian substansial, tidak boleh diberikan kepada publik karena secara substansial informasi tersebut termasuk dalam kategori yang harus dirahasiakan berdasarkan Undang-undang. Pasal 6 ayat (1)
- Pengecualian prosedural, suatu informasi yang secara substansial terbuka namun tata cara pemberiannya diatur melalui suatu prosedur khusus yang diatur oleh peraturan perundang-undangan. Pasal 6 ayat (2)
Selain itu, menurut Alamsyah, dalam Pasal 6 UU KIP juga menjelaskan kerahasiaan mendasar yang dapat dijadikan sebagai dasar pengecualian suatu informasi. Berikut petikan lengkapnya:
Pasal 6 UU KIP:
- Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
- Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi Publik apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
- Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
- informasi yang dapat membahayakan negara;
- informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat;
- informasi yang berkaitan dengan hakhak pribadi;
- informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan; dan/atau
- Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.
NEXT: (Lanjutan 1) Informasi Publik Berikut Ini, Dapat Di Rahasiakan
oleh muhammad mukhlisin | Mar 9, 2015 | Panduan
Jakarta, Kebebasaninformasi.org – Tidak semua informasi publik dapat dibuka ke masyarakat umum. Berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik ada beberapa informasi yang dirahasiakan atau dikecualikan. Informasi secara garis besar menyangkut kerahasiaan negara, kerahasiaan untuk persaingan sehat, dan kerahasiaan atas hak probadi.

Sementara pada Pasal 18 ayat (2) menjelaskan, suatu informasi dapat berubah menjadi terbuka jika memenuhi syarat tertentu. Berikut petikannya:
Pasal 18 ayat (2)
Tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g dan huruf h, antara lain apabila :
a. pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis; dan/atau
b. pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatanjabatan publik