foto: indoprogress.id

Foto: indoprogress.id

KebebasanInformasi.org – Sesuai Undang-Undang (UU) Keterbukaan Infomasi Publik, Komisi Informasi (KI) Pusat memutuskan bahwa pemerintah harus mengumumkan hasil rekomendasi Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan Munir Said Thalib. Namun, bukannya mematuhi perintah KI, pemerintah, yang diwakili Kementerian Sekretaris Negara (Kemensetneg), malah mendaftarkan permohonan banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Dari situs resmi PTUN Jakarta, Kemensetneg mendaftarkan gugatan kasus tersebut pada 1 November 2016. Gugatan teregistrasi dengan nomor perkara 3/G/KI/2016/PTUN-JKT.

Mantan anggota TPF, Amiruddin Al-Rahab, menyesalkan langkah pemerintah tersebut. Menurutnya, ini merupakan contoh buruk bagi lembaga-lembaga lain. Ke depannya, mereka yang bersengketa dengan KI terkait keterbukaan informasi, bisa jadi akan mengikuti sikap Kemensetneg dalam mengambil kebijakan. Ketika diminta untuk membuka informasi, mereka akan menghindar dengan cara mengajukan permohonan ke PTUN.

“Contoh yang buruk, mestinya Kemensetneg sebagai perwakilan negara, mengambil langkah untuk memberi contoh kepada lembaga-lembaga lain dalam kasus seperti ini,” kata Amiruddin kepada wartawan, di Bakkoel Coffee, Jakata Pusat, Minggu (27/11/2016).

Ia menjelaskan, banyak fakta yang masih harus diungkap terkait kasus pembunuhan Munir. Kunci pengungkapannya ada dalam laporan TPF. Di situ memuat berbagai petunjuk pengungkapan kasus tersebut untuk menyeret para pelaku yang selama ini lolos dari proses hukum. “Mengumumkan ke publik temuan TPF Munir ini bisa jadi pintu masuk untuk mengungkap,” terang Amiruddin.

Oleh sebab itu, ia mempertanyakan komitmen pemerintah di bawah pimpinan Jokowi dalam penegakan hukum Hak Asasi Manusia (HAM). “Munir adalah simbol penegakan HAM, ketika dibunuh tidak ada tanggungjawab negara untuk menuntut orang orang itu. Kita bertanya-tanya di posisi itu sesungguhnya,” kata Amiruddin Al-Rahab. (BOW)