Arbain, peneliti Indonesian Parliamentary Center menjelaskan betapa pentingnya memahami makna filosofis bagi keterbukaan  informasi. Menurutnya, tanpa adanya pemahaman pada perspektif filosofis, maka pelayanan informasi akan minus etika.

“Karena itu, perspektif terhadap filosofis ini perlu. Karena kalau tidak ada perspektif filosofis ini, maka dampaknya adalah adanya pelayanan minus etika,”  tutur Arbain dalam kegiatan workshop Keterbukaan Informasi Publik di hadapan jajaran Humas kesekretariatan DPR RI pada Jumat (19/05/2107) di Gedung KK3 DPR RI.

Sebagai informasi bahwa Humas DPR RI sendiri merupakan salah satu bagian kepegawaian yang bertanggung jawab sebagai  Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Dilansir dalam UU KIP Pasal 1 angka 9 dijelaskan PPID adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di Badan Publik.

Semenetara itu menurut Arbain, jika para Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi  hanya bersandar pada UU yang berlaku, maka akan banyak celah untuk dapat menghindari kewajibannya sebagai pelayan informasi.

Padahal tegasnya, informasi adalah hak. Meskipun tidak ada pelanggaran ketika melayani para pemohon dengan berat hati, namun ada suatu prinsip yang dilanggar.

“Tapi kalau ada orang datang kita layani dengan seadanya dan berat hati, itu tidak melanggar UU, tapi melanggar prinsip dasar tadi bahwa informasi adalah hak” ungkap Arbain.

Arbain juga menyampaikan, selain pelayanan yang minus etika, tiadanya pemahaman makna filosofis juga akan berdampak pada lambatnya pelayanan di Badan Publik. Walau sebenarnya hal tersebut juga tidak melanggar UU. Sebab UU sendiri mengatur terkait adanya respon yang diberikan oleh PPID itu adalah selama 7 hari.

“Kalau tanpa perspektif filosofis tadi, maka ada kemungkinan badan publik memperlambat pelayanan. Dan memperlambat pelayanan itu juga tidak bertentangan dengan UU. UU memberi kesempatan 7 hari untuk dijawab,” tandas Arbain.

“Dan 7 hari itu bukan dikasih melainkan sekedar dijawab saja apakah informasinya ada atau tidak. Kemudian ditambah lagi 10 hari boleh tidak? Boleh, UU memberikan kesempatan itu. Dan ini sah menurut UU,” tambahnya.