oleh Parliamentary Center | Des 15, 2016 | Agraria, Berita, Bidang, Lingkungan, Nasional, Tata Ruang
KebebasanInformasi.org – PengadilanTata Usaha Negara menggelar sidang putusan antara Forest Watch Indonesia (FWI) sebagai Termohon dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) sebagai Pemohon, di ruang sidang PTUN Jakarta, Rabu (14/12).
Putusan Majelis Hakim PTUN menguatkan amar putusan Komisi Informasi (KI) Pusat yang menyatakan dokumen HGU Perkebunan Kelapa Sawit sebagai informasi terbuka.
Linda Rosalina, Pengkampanye FWI, menyambut baik putusan PTUN tersebut sekaligus meminta Kementrian ATR berbesar hati menerimanya dengan membuka atau memberikan yang diminta. “Kita berharap ATR BPN berbesar hati menerima putusan PTUN. Karena tidak ada alasan lagi buat mereka menutup-nutupi dokumen HGU itu,” jelas Linda, seusai sidang, Rabu (14/12/2012).
Ia juga mengungkapkan, perkara serupa sebenarnya sudah diputus oleh MA yang menyatakan dokumen tersebut terbuka. “Sebelumnya juga telah terdapat dua putusan serupa dengan jenis dokumen sama yang dikeluarkan PTUN Samarinda dan Mahkamah Agung RI. Teman-teman Walhi Bengkulu sudah (menang) kasasi di MA pada permohonan informasi yang sama,” papar Linda.
Oleh karena itu, ia berharap, selain menerima putusan PTUN, Kementerian ATR juga merevisi dan memperbaiki pelayanan publiknya. Mengacu pada putusan tersebut, maka dokumen HGU yang dikecualikan itu semestinya dibuka. Langkah sederhana tersebut penting guna mengembalikan kepercayaan publik kepada Kementerian ATR. Mengingat, dari proses yang selama ini FWI jalani, tampak selaki bahwa ATR BPN bersikukuh menutup-nutupi dokumen HGU itu.
“Kita sebagai publik ngin berpartisipasi. Kami berharap sekali BPN mau menunjukan keterbukaannnya. Yang terpenting momen putusan PTUN ini, kami berharap juga BPN merevisi kebijakan tentang pelayanan informasi publik,” kata Linda.
“Sudah banyak putusan sama, yang menyatakan dokumen itu terbuka. Sekarang kan data-data yang kita minta itu mereka (Kementerian ATR) kecualikan. Kami berharap itu direvisi dan juga memperbaiki pelayanan informasi publiknya. Jadi upaya sederhana macam itu bisa mengembalikan kepercayaan publik terhadap ATR BPN,” tambahnya.
oleh Parliamentary Center | Nov 19, 2016 | Agraria, Berita, Bidang, Daerah, Lingkungan, Tata Ruang

Warga Desa Sukamulya Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka menduduki sawah untuk menolak pengukuran lahan Bandara Internasional Jawa Barat, Kamis, 17 November 2016./DOK. KONSORSIUM PEMBARUAN AGRARIA
Bandung – DPD Pemuda Tani HKTI Jawa Barat (Jabar) menilai Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar dan pengembang tertutup dalam rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Desa Sukamulya, Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka, Jabar. Ketidakterbukaan ini merupakan sumber utama dari kiruh yang berlarut-larut di masyarakat hingga berujung bentrokan antara warga dan aparat kepolisian.
“Pangkal masalah sebetulnya sederhana. Petani meminta Pemprov Jabar dapat membuka dokumen penetapan harga tanah di wilayah Majalengka khusus di Desa Sukamulya. Pemprov juga diminta menjelaskan kepada masyarakat agar konflik soal lahan yang akan dijadikan bandara internasional itu tidak berlarut-larut,” jelas Sektetaris Wilayah DPD Pemuda Tani HKTI Jawa Barat Ijang Faisal, melalui rilisnya kepada media, Jumat (18/11/2016).
Mengacu pada ketentuan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), semestinya masyarakat mendapatkan informasi yang transparan tentang penetapan harga. Untuk itu, HKTI menegaskan agar Pemprov Jabar membuka semua dokumen dan menjelaskannya kepada masyarakat.
“Sehingga proyek ini bisa tergambar dengan jelas, apa manfaatnya, apa yang harus dilakukan pemprov?” kata Ijang.
Bentrok Warga dan Aparat Saat Pengukuran Lahan
Seperti diketahui, bentrok antara warga dengan aparat kepolisian tak terhindarkan, saat Badan Pertanahan Nasional (BPN) melakukan pengukuran lahan untuk perluasan landasan pacu BIJB di Desa Sukamulya, Kertajati, Majalengka, Kamis (17/11/2016).
Menurut Ijang, bentrok ini sebenarnya tidak perlu terjadi apabila Pemprov terbuka mengenai hal tersebut. “Apa gunanya sebuah pembangunan kalau masayarakat sekitar tidak mendapatklan manfaatnya, artinya keterbukaan Pemprov dan pengembang yang ditunjuk dituntut untuk segera menyelesaikan proses pemahaman dengan seluruh warga terdampak dari pembangunan BIJB,” ujarnya.
Bentrokan bermula saat warga melakukan aksi penolakan dengan apel bersama. Sebagian besar peserta aksi adalah para petani dan pemilik lahan. Mereka kemudian bergerak dan berbaris di pematang sawah untuk menghalangi pengukuran, sembari mengibarkan dua buah bendera merah putih.
Sekitar 2000 personel aparat dari Polda Jabar, Polres Majalengka, bantuan PHH TNI, Dishub dan Satpol PP diterjunkan untuk mengawal jalannya pengukuran lahan yang dimulai sekitar pukul 9.30 WIB.
Sekitar pukul 10.00, tim negosiator dikawal pihak keamanan berusaha membujuk warga. Namun, hingga pukul 12.45 negosiasi tak menghasilkan kesepakatan.
Pihak BPN kemudian memaksa untuk melakukan pengukuran meski tak ada kesepakatan. Hal itu memicu kemarahan warga kukuh menolah hingga bentrok dengan aparat keamanan tak terhindarkan. Polisi akhirnya menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan dan memukul mundur warga.
Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin mengatakan, sembilan warga ditangkap saat aparat keamanan masuk ke permukiman warga yang menolak pengukuran. Ia menuturkan, warga ditembaki gas air mata dan aparat terus memasuki pemukiman. Warga ditangkap saat dalam posisi mengevakuasi diri karena takut aparat yang makin beringas.
“Negosiasi-negosiasi, akhirnya polisi menembakkan gas air mata. Masyarakat ada yang duduk, ada yang nangis, teriak dan sebagainya karena tembakan gas air mata. Lalu mereka masuk ke dalam kampung, tidak di sawah lagi. Dan polisi terus merangsek masuk ke dalam kampung. Masyarakat mengevakuasi, istilahnya ya, ke balai desa. Nah dalam perjalanan ke balai desa ini lah banyak yang berpencar-pencar dan lain sebagainya, ada yang ditangkap polisi karena dianggap menghalangi pengukuran,” terangnya.
Guna penyelesaian konflik ini, Iwan Nurdin mengaku sudah bertemu dengan Kantor Staf Presiden (KSP). Ia mengungkapkan, KSP berjanji akan menindaklanjuti hal itu dengan memanggil beberapa pihak. Diantaranya, warga Sukamulya, Pemerintah Provinsi Jabar, Pemerintah Daerah Majalengka dan Polda Jabar.
Polda: Warga Ditahan Karena Bawa Sajam
Di pihak lain, Polda Jabar mengatakan, pihaknya melakukan penahanan terhadap warga karena mereka diduga membawa senjata tajam dan katapel. Juru Bicara Polda Jabar, Yusri Yunas, menyatakan senjata itu diduga digunakan dan menyebabkan petugas terluka.
“Ketika hendak melakukan pengukuran, mereka menghalangi, mereka melempari petugas dengan katapel sehingga ada tiga korban,” terang Yusri.
Ia juga membantah kabar yang menyatakan bahwa polisi menahan sembilan warga. Ia menjelaskan, polisi hanya membawa tujuh orang untuk dimintai keterangan.
Sumber: pikiran-rakyat.com & kbr.id
oleh Parliamentary Center | Nov 10, 2016 | Berita, Daerah, Pemilu, Tata Ruang

Foto: sp.beritasatu.com
KebebasanInformasi.org – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, Sumarno, mengungkapkan, belum lama ini pihaknya mendapat komplain dari warga Kampung Akuarium yang terdampak relokasi terkait permintaan data dan informasi. Komplain tersebut berbuntut sengketa di Komisi Informasi.
“Ada masyarakat yang komplain, mereka meminta informasi daftar pemilih di Kampung Akuarium. Itu sudah diberikan tapi karena alamatnya tidak jelas, kami kirim lewat pos, tapi tidak sampai pada yang bersangkutan,” kata Sumarno, di Jakarta, Minggu (6/11/2016).
Merasa tidak mendapat tanggapan, karena informasi yang diminta tidak sampai, warga mengajukan keberatan ke Komisi Informasi. “Merasa itu tidak direspon oleh KPU, mereka menggugat ke Komisi Informasi,” jelas Sumarno.
Dalam persidangan, KPU DKI menjelaskan, informasi yang diminta telah dikirim ke alamat yang bersangkutan. KPU DKI menyodorkan berbagai bukti pengiriman berupa surat, fotokopi, tanda bukti pengiriman lewat pos.
Setalah melewati tiga kali persidangan, Komisi Informasi memutuskan menolak gugatan warga tersebut dengan alasan bahwa apa yang dilakukan KPU DKI sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang. “Mereka bertanya dan KPU menjawab. Kemudian dia (warga) bilang tidak menerima, tapi bukti-bukti pengiriman ada,” papar Sumarno.
“Sudah disidangkan dua atau tiga kali sidang, Komisi Informasi menolak gugatan mereka, sekitar dua atau tiga pekan yang lalu,” terang pria yang juga berprofesi sebagai dosen tersebut.
Menanggapi kejadian ini, Direktur Eksekutif Perkumulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menekankan KPU untuk pro aktif, persuasif dan lebih responsif berkaitan dengan pendataan warga yang terdampak penggusuran/relokasi oleh pemerintah. Hal ini penting agar masyarakat tidak kehilangan haknya. Sebab, pergerakan warga yang terdampak relokasi itu akan sangat dinamis.
“Saya tidak paham kenapa datanya itu tidak sampai ke alamatnya, karena tidak jelas atau bagaimana. Karena bergerak kan warga yang terdampak relokasi ini,” katanya.
Sejak awal, Titi telah menyarankan agar petugas pemutakhiran data pemilih ataupun perangkat KPU di tingkat kelurahan dan kecamatan, berkoordinasi dengan perangkat RT/RW atau juga tingkat kota hingga provinsi, soal pergerakan warga yang terdampak oleh relokasi atau penggusuran ini.
Ia mengungkapkan, sebelumnya KPU DKI juga telah berjanji akan menyediakan call center bagi warga yang terdampak relokasi atau penggusuran. Namun sampai saat ini, ia tidak melihat hal itu. “Setahu saya call center ini tidak ada untuk warga yang teradampak penggusuran dan relokasi,” tandas Titi.
Ia juga mengingatkan, harus ada pembenahan berkaitan dengan pemutakhiran data pemilih di daerah-daerah yang terdampak relokasi atau penggusaran.
Meski demikian, Titi mengapresiasi respon KPU DKI dalam uji akses itu. “Saya kira KPU DKI sudah cukup baik karena merespon, hanya saja saya belum mengklarifikasi, kenapa sampai kemudian ada ketidakjelasan alamat itu. Apakah karena memang dari awal tidak jelas atau bagaimana. Karena bisa saja mereka memasukan alamat yang lama, sementara mereka sudah terelokasi. Bisa jadi. Tapi saya tidak update soal itu,” jelasnya.
Sumarno menegaskan, KPU DKI berkomitmen penuh melaksanakan keterbukaan informasi dan data dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI 2017.
Ia mengatakan, semua tahapan terkait dengan pelaksanaan Pilgub DKI terbuka untuk umum. KPU DKI memersilakan dan siap melayani masyarakat yang datang untuk meminta informasi. “Selain yang dikecualikan oleh undang-undang, kami silakan masyarakat yang datang untuk meminta informasi itu kita layani,” jelas Sumarno. (BOW)
oleh Parliamentary Center | Okt 15, 2016 | Berita, Daerah, Lingkungan, Tata Ruang

KebebasanInformasi.org – Reklamasi Teluk Jakarta dinilai telah mengabaikan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Padahal, sebagaimana tertuang dalam UU No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, KLHS ini wajib dilakukan dalam setiap penyusunan dan evaluasi rencana tata ruang wilayah, rencana pembangunan jangka menengah dan panjang, kebijakan dan program yang berpotensi menimbulkan dampak dan atau risiko terhadap lingkungan hidup.
Akibat tertutupnya proses pembangunan reklamasi tersebut, Ketua Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Martin Hadiwinata, menduga, KLHS tidak pernah dilakukan. “Kajian lingkungan strategis itu tidak jelas keberadaannya, bahkan kami menduga tidak ada kajian lingkungan strategis terkait dengan reklamasi di Jakarta,” kata Martin, di Jakarta, Kamis (13/10).
Dugaan ini diperkuat dengan adanya kajian-kajian lingkungan, yang menyatakan, reklamasi Teluk Jakarta berdampak buruk terhadap ekosistem pesisir.
Martin menyatakan, Pemerintah abai terhadap dampak buruk lingkungan yang diakibatkan proyek reklamasi ini. “Dampak lingkungan itu terkait dengan masalah banjir yang akan bertambah hebat di Jakarta. Aliran air dari sungai yang dinormalisasi mengalir deras ke laut. Tapi diujungnya (laut) disumbat dengan adanya reklamasi, air akan tertahan dan berbalik ke daratan,” jabarnya.
“Kemudian juga dampak buruk seperti sendimentasi, penumpukan logam berat dan sebagainya,” imbuh Martin.
Ia menegaskan, semestinya Pemerintah memperhatikan prinsip-prinsip dalam pengolahan lingkungan, seperti pencegahan dan kehati-hatian. “Dalam prinsip pencegahan, ketika sudah ditemukan ada dapak buruk yang terjadi maka pengambil kebijakan menghentikan kebijakan yang akan merusak lingkungan tersebut,” ujarnya.
Kemudian, kata Martin, dalam prinsip kehati-hatian, apabila terjadi perdebatan terhadap perlindungan lingkungan dan keberlanjutan ekosistem seperti ini, pemerintah semestinya mengambil keputusan yang berpihak kepada lingkungan hidup.
“Sudah sangat jelas pemerintahan hari ini dengan poros maritim dan membangun negara dari pinggir, bukan mereklamasi tapi menghentikan reklamasi, memulihkan ekosistem pesisir dan melindungi serta menyejahterakan nelayan,” tandasnya. (BOW)
Foto : okezon.com
oleh Parliamentary Center | Agu 27, 2013 | Editorial, Tata Ruang
Gubernur DKI Jakarta, Jokowi, lagi-lagi membuat orang tercengang. Keseriusanya menata pedagang kaki lima di Tanah Abang kini sudah mulai terlihat hasilnya. Jalan Kebon Jati yang dahulu dipadati oleh ratusan pedagang kaki lima kini terlahat bersih dan lancar dilalui sepeda motor, mobil pribadi, angkutan umum, bahkan mobil-mobil besar. Sebelumnya banyak yang ketar-ketir atas rencana pria kelahiran solo ini untuk menata pusat grosir terbesar di Asia Tenggara tersebut. Pasalnya, para pedagang sudah membayar “uang saku” untuk membuka lapak rejeki mereka kepada para “anak wilayah” yang sedari dulu telah mengamankan wilayah tersebut. “Uang saku” tersebut membuat para pedagang merasa berhak untuk mengais rejeki dari jalanan yang semakin hari semakin semprawut.
Langkah berani duet Jokowi-Ahok juga sempat terhalang sebab terlibat aktifnya para aparat dengan melanggengkan semprawutnya keadaan di Tanah Abang. Mereka menutup mata sekaligus menikmati hasil pungutan liar yang dilakukan preman dan “anak wilayah” setempat. Besaran pungutan yang dikenakan terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL) sangat beragam. Mulai dari pungutan harian yang berkisar Rp. 5.000 – 100.000, pungutan bulanan sebesar Rp. 100 ribu – Rp. 1 juta, dan pungutan pemutihan dengan besaran Rp. 3,5 – 5 juta. Jenis-jenis pungutan juga sangat beragam seperti jasa keamanan, parkir pedagang, jasa kebersihan, uang RW, uang tempel, bahkan uang gelar meja sebelum pedagang membuka lapak.
Tidak dipungkiri, setelah dibangun oleh saudagar Justinus Vinck pada 1735, Pasar Tanah Abang menjadi pusat bisnis retail terbesar di Asia Tenggara. Kesemprawutan dan premanisme juga turut tumbuh berkembang mengiringi keramaian para saudagar dari berbagai daerah.
Jokowi dan Ahok sadar menata Tanah Abang tak semudah membalik telapak tangan. Banyak kalangan menilai, langkah berani keduanya akan membentur tembok. Namun semua asumsi tersebut berhasil di patahkan sang pemimpin ibu kota. Dengan pendekatan hati dan transparansi, Jokowi mampu menertibkan tanpa harus bersitegang dengan pedagang dan preman-preman lapangan. Beberapa kali Jokowi menyampaikan kepada media massa supaya pengelola blok G Tanah Abang transparan. Pengundian lokasi kios secara transparan adalah salah satu mekanismenya. Pedagang pun antusias.
Transparansi di pasar
Kesuksesan penataan Tanah Abang sekarang ini tidak jauh dari sikap transparan yang dilakukan Pemda DKI Jakarta. Pada dasarnya transparansi adalah kunci untuk menerapkan pemerintahan yang bersih, serta menciptakan hubungan yang harmonis antara pemerintah dan masyarakat. Tidak sedikit masyarakat yang merasa curiga terhadap segala jenis “proyek” yang dijalankan pemerintah karena pemerintah tidak membuka informasi publik tersebut.
Secara konstitusional, keterbukaan informasi publik dijamin oleh UUD 1945 pasal 28F yang menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.” Selain itu, semenjak 30 April 2008 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengetok palu mengesahkan UU Keterbukaan Informasi Publik. Dengan demikian semakin kokoh jaminan hukum keterbukaan informasi publik di Indonesia.
Manfaat keterbukaan informasi dalam pengelolaan pasar diantaranya adalah terjalinnya suasana kondusif dan persaingan sehat antara para pedagang. Keterbukaan dan akses informasi masyarakat terhadap kegiatan jual beli di pasar harus dibuka luas. Badan Publik terkait jual beli pasar harus menyediakan informasi sesuai dengan amanat UU KIP. Sesuai UU KIP Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan atau diterima oleh suatu Badan Publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan atau penyelenggara dan penyelenggaraan Badan Publik lainnya yang sesuai dengan Undang-undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Kantor Pelayanan (Kanpel) pasar dan Walikota adalah bagian dari Badan Publik yang acapkali bekaitan langsung dengan aktifitas jual beli di pasar.
Dengan UU KIP, pedagang pasar berhak mengetahui biaya retribusi serta legalitasnya. Sehingga tidak terjadi disinformasi dan miskonsepsi. Dengan demikian seharusnya pemalakan liar oleh para preman pasar tidak perlu terjadi. Pemanfaatan UU KIP pernah dilakukan oleh harian Jaya Pos, Riau. Jaya Pos mempertanyakan legalitas retribusi Pasar Dumai terhadap beberapa pedagang yang berjualan di luar pasar yang dikelola Pemko Dumai. Padahal sesuai dengan pasal 2 dan 3 Perda No 21 tahun 2011 tentang retribusi pelayanan pasar, cukup jelas bahwa nama dan objek retribusi pelayanan pasar adalah pedagang yang mendapatkan layanan berupa fasilitas oleh pemerintah. (harianjayapos.com / 18 Juli 2013)
Mendidik Masyarakat
Semenjak 2 Juli 2013, DPR RI telah menetapkan 7 anggota Komisi Informasi Pusat. Ironisnya tidak banyak masyarakat yang mengetahui keberadaan Komisi yang berwenang untuk melakukan mediasi sengketa informasi tersebut. Lebih parah lagi, banyak pula masyarakat yang sampai saat ini tidak mengetahui keberadaan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Ironis memang. Oleh sebab itu, tugas berat menanti 7 anggota Komisi Informasi Publik yang baru saja disahkan Presiden beberapa waktu lalu tersebut. salah satunya adalah mendidik masyarakat supaya sadar informasi.
Sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 28F dan UU KIP keterbukaan informasi publik bertujuan untuk ; menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana, program, proses, serta latar belakang pembuatan sebuah kebijakan publik yang mempengaruhi kepentingan masyarakat, mendorong keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik (bottom up), mewujudkan tata kelola negara yang transparan dan akuntabel, mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, mendorong peningkatkan kapasitas pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik, dan terakhir, menjamin kepastian hukum masyarakat dalam memperoleh informasi.
Jokowi dan Ahok sudah membuktikan.
[Mukhlisin]
oleh Parliamentary Center | Agu 22, 2013 | Kliping, Tata Ruang
Sudah menjadi rahasia umum Pasar Tanah Abang dikuasai preman. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo pun memiliki kisah menggelitik terkait dengan hal tersebut.
Dalam acara halalbihalal bersama ratusan mahasiswa serta dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, di Kampus UIN, Selasa (20/8/2013), Jokowi mengaku diberi pesan oleh banyak pihak soal keberadaan preman di Pasar Tanah Abang.
“Pas saya mau menata, banyak yang wanti-wanti. Ada ini, ini, ini, ini. Wah, banyak sekali, batin saya. Dan, itu di-back up sama ini, ini, ini, ini. Saya hanya diam saja,” ujar Jokowi.
Di tengah rencana awal penataan kawasan Pasar Tanah Abang, Jokowi belum diperbolehkan oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk blusukan ke kawasan perdagangan terbesar se-Asia Tenggara itu. Polisi mengantisipasi gangguan keamanan di daerah itu, yang sewaktu-waktu dapat menimpanya.
Jokowi menuturkan, rencananya mengunjungi Pasar Tanah Abang itu sempat ditunda atas alasan ketakutan akan gangguan keamanan itu.
“Saya bilang, ‘Kalau begini terus, kapan saya ke sananya?’ Akhirnya hari itu saya paksakan. Masuk ke dalam. Bismillah, enggak ada apa-apa, malah nyalamin. PKL nyalamin saya, preman nyalamin saya. Saya tahu preman karena tatonya,” ujarnya sambil disambut tawa oleh peserta yang hadir.
Jokowi mengatakan, kunci dari penataan Pasar Tanah Abang adalah keterbukaan. Di satu sisi, Jokowi terbuka menampung aspirasi pedagang kaki lima dan tokoh masyarakat di sana agar penataan dapat berlangsung. Di sisi lainnya, proses penataan para PKL itu pun dilaksanakan secara terbuka.
“Semua tidak akan proteslah asalkan terbuka. Enggak ada (pedagang) yang protes sama saya, ‘Kenapa saya dapat kios di pinggir?’ Enggak masalah,” ujarnya.
Saat ini proses relokasi PKL ke dalam Pasar Blok G Tanah Abang masih berlangsung. Sebanyak 601 pedagang sudah dipastikan mendapat kios di pasar itu. Sebagian di antaranya sudah mendapatkan nomor kios dalam pengundian yang dilakukan sejak Senin kemarin hingga Rabu (21/2013).
Saat ini masih ada 367 kios yang tersisa untuk menampung pedagang yang mendaftar pada gelombang kedua. Pendaftaran gelombang kedua ini sempat ditutup sementara hari ini karena peminatnya melebihi kuota kios.
Sumber: Kompas.com