Kontras: Akses Informasi Publik di 5 Komisi Belum Memuaskan

JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) melakukan penilaian terhadap akses informasi publik di 5 komisi negara, yakni Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Kejaksaan, Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Ombudsman, dan Komisi Yudisial. Hasilnya, akses informasi publik di 5 komisi itu dinilai belum memuaskan.

“Pertama, implementasinya belum terlalu bagus. Padahal mereka memiliki fungsi strategis terkait dengan pengaduan publik terhadap badan yang diawasinya,” kata Tim Peneliti Kontras Ahmad Faisal di Jakarta, Selasa (26/11/2013).

Secara umum, menurutnya penilaian implementasi UU KIP di lima komisi negara tersebut belum dijalankan sesuai mandat yang ada. Bahkan, kelima komisi tersebut cenderung mengabaikan permintaan informasi yang diajukan. Seluruh komisi negara yang diuji juga, lanjut dia, belum memiliki prosedur operasi standar uji konsekuensi publik untuk menetapkan informasi yang dikecualikan.

“Misalnya saja, informasi yang ditampilkan di dalam website mereka masih belum diupdate terus. Masih tidak sesuai dengan yang dibutuhkan publik,” ujar dia.

Padahal, keterbukaan informasi di kelima komisi ini dinilai sangat penting, mengingat mereka bekerja berdasarkan aduan yang datang dari publik. Tidak terbukanya informasi dinilai akan sangat mengganggu dan membuat kinerja kelima komisi ini menjadi tidak masksimal.

Oleh karena itu, Kontras memberikan rekomendasi terhadap kelima komisi, diantaranya penetapan aturan internal terkait layanan informasi publik, implementasi aturan internal secara penuh, adanya standar uji konsekuensi penetapan informasi dikecualikan, dan penyesuaian website. Penilaian ini dilakukan kontras melalui studi dokumen dengan implementasi UU KIP, review website, mengajukan permintaan informasi, wawancara dan Focus Group Discussion (FGD).

Kompas, 26 Februari 2013

Susahnya Mencari Informasi Buruh Migran di Cirebon

Susahnya Mencari Informasi Buruh Migran di Cirebon

Sosialisasi UU Keterbukan Informasi Publik (KIP) dibeberapa daerah terkesan mewah dan glamor. Namun apakah sosialisasi yang menghabiskan anggaran pemerintah yang tidak sedikit tersebut dibarengi dengan implementasinya? Ternyata tidak.

Hal tersebut dibuktikan oleh Ahmad Rovahan, Aktifis Jingga Media Cirebon. Menggunakan UU KIP Rovahan mencari buruh migran yang berada di wilayah III Cirebon (Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan).

Pada proses pencarian informasi awal, ternyata pemerintah daerah masih belum siap melaksanakan keterbukaan informasi publik. Hal tersebut dibuktikan dengan belum adanya website lembaga daerah. Dari 4 daerah (Cirebon, Indramayu, Kuningan, dan Majalengka) ternyata baru dua daerah yang memilik website. Dan yang mengecewakan, beberapa daerah yang memilik website ternyata hanya menggunakan website gratisan atau blog.

Tidak hanya itu, ternyata Disnakertrans Wilayah III Cirebon tidak memiliki Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Rovahan yang sempat meminta informasi di  Disnakertrans Kabupaten Cirebon, petugas dinas bahkan tidak mengerti tentang PPID. Begitu juga dengan tanggapan atas permintaan informasi, jawaban yang diberikan tidak memuaskan dengan proses yang berbelit-belit.

“Hambatan lain ketika saya akan meminta informasi pada lembaga yang berada di luar daerah adalah ketidakjelasan alamat kantor lembaga tersebut” pungkas Rovahan.

Fathulloh: KJRI Hongkong Abaikan UU KIP

Fathulloh: KJRI Hongkong Abaikan UU KIP

Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) bersama Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) di Malang, Wonosobo, dan Indramayu, LAKPESDAM NU Cilacap, Infest Yogyakarta, Paguyuban Buruh Migran dan Perempuan Seruni Banyumas, Serikat Paguyuban Petani Qoryah Thoyyibah (SPPQT) Salatiga, LBH Yogyakarta, dan Jingga Media Cirebon, sejak 26 Januari 2013 telah merancang gerakan permintaan informasi publik. Bagaimana proses dan hasilnya, berikut Wawancara kami dengan Fathulloh, Pegiat Pusat Sumber Daya Buruh Migran.

Gerakan permintaan informasi oleh buruh migran ini berlangsung massif. Selain di Indonesia, di luar negeri juga?

Ya, di luar negeri juga. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Hong Kong yang tergabung dalam Tim 11 juga meminta hak informasi dengan cara mendatangi dan mengirim surat kepada badan-badan publik.

Organisasi-organisasi tenaga kerja Indonesia di Hongkong yang melakukan permintaan informasi ini, apa saja?

Ada Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI), Indonesian Migrant Workers Union (IMWU), Persatuan BMI Tolak Overcharging (PILAR), dan Liga Pekerja Migran Indonesia (LIPMI). Selain itu juga jejaring organisasi TKI di Hong Kong .

Informasi apa yang diminta?

Ada 150 lebih jenis permintaan informasi telah dikirim ke badan-badan publik seperti Kemeterian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) dan unit kerja turunannya di daerah, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dan unit kerja turunannya di daerah, Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Dirjen Imigrasi, dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hong Kong. Intinya terkait tata kelola penempatan dan perlindungan TKI. Sejak Terhitung hingga Mei 2013 lalu.

Apakah badan publik tersebut memberikan tanggapan yang cukup baik?

Ya, beragamlah. Mayoritas memang belum memberikan tanggapan. Sebagian ada yang memberikan respon. Misalnya, BNP2TKI, PPID-nya berupaya memberikan beberapa dokumen yang diminta. Kemenkumham juga meneruskan surat permintaan informasi tentang pencekalan TKI kepada Dirjen Imigrasi dan beberapa hari kemudian Dirjen Imigrasi membalas.

Yang tidak memberikan tanggapan, lembaga mana?

Kemenakertrans dan KJRI Hong Kong.

Kemenakertrans lama baru ngasih respon. Kami masukkan surat dari Februari, tapi Mei 2013 baru ada jawaban dari Kemenakertrans.Nah, yang parah. KJRI Hong Kong. Mereka mengabaikan. Tak ada balasan sama sekali. Bahkan surat keberatan yang sudah dikirim sejak 7 April 2013 pun diabaikan.

Sikap ini, mencerminkan mutu pelayanan KJRI Hongkong?

KJRI Hong Kong

Kantor KJRI Hong Kong

Ya, jika informasi yang diminta aja diabaikan, apalagi terhadap informasi yang wajib disediakan?

Apa langkah selanjutnya?

Pertama, kami sudah mengajukan gugatan. Akan ada sidang gugatan jarak jauh, antara kami dan KJRI Hongkong, itu janji KI Pusat. Kedua, kami akan terus mensosialisasikan UU KIP kepada buruh migran. Banyak dari mereka yang terabaikan haknya karena minimnya informasi. Gerakan minta informasi ini, perlu dimassifkan.

Laporan Uji Akses Informasi Publik Sektor Ketenagakerjaan

Laporan Uji Akses Informasi Publik Sektor Ketenagakerjaan

IMG_2780
Laporan ini berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh Jaringan Kerja Buruh Migran untuk Keterbukaan Informasi Publik yang terdiri dari Infest Yogyakarta, Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM), Lakpesdam-NU Cilcacap, Paguyuban Peduli Buruh Migran dan Perempuan Seruni Banyumas, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Jingga Media Cirebon, Medialink Jakarta, Indonesian Migran Workers Union (IMWU) Hong Kong, Asosiasi Buruh Migran Indonesia (ATKI) Hong Kong, dan Persatuan BMI Tolak Overcharging (PILLAR) Hong Kong.
.
Proses pemantauan impelementasi UU KIP dilakukan dengan mengajukan permintaan informasi kepada badan-badan publik, dengan cara tertulis, telepon, media sosial, dan tatap muka. Selain itu, dengan mendatangi langsung badan publik terkait untuk mengetahui sejauhmana kesiapan PPID di lembaga tersebut.

Ruang Lingkup Pemantauan Proses pemantauan ini mencakup beberapa aspek, yaitu: (1) penelusuran kesiapan kelembagaan PPID; (2) pelacakan kelengkapan informasi melalui media website lembaga publik, dan; (3) tanggapan lembaga publik atas permintaan informasi. Kesemua aspek diharapkan memberi gambaran terperinci tentang kesiapan dan implementasi keterbukaan informasi. Pemeriksaan juga diharapkan menemukan rincian pola penerapan pada masing-masing lembaga.

Proses pemantauan ini dilakukan di Indonesia dan di luar negeri (Hong Kong). Di Indonesia uji informasi menyasar lembaga-lembaga di tingkat nasional dan daerah. Sementara di luar negeri, uji informasi menyasar secara spesifik Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hong Kong.

Berikut daftar badan publik yang disasar uji akses informasi publik

Nasional

Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Jawa Barat

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Cirebon, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indramayu, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Majalengka Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kuningan.

Jawa Tengah

BP3TKI Jawa Tengah; Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Banyumas; Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Cilacap.

Jawa Timur

Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (UPTP3TKI) Surabaya, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Malang.

Yogyakarta

Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Yogyakarta, Kantor Imigrasi Kelas II Yogyakarta, Hong Kong Konsulat Jenderal Republik Indonesia.

Selengkapnya, lihat laporan berikut:

16 Rekomendasi Buruh Migran Untuk Pemerintah Indonesia

16 Rekomendasi Buruh Migran Untuk Pemerintah Indonesia

Senin (25/11/2013) Infest, Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSDBM), Yayasan Tifa, dan Media Link mengadakan sosialisasi hasil uji informasi. Hadir dalam acara ini Alween Nusyam (Ditjen Imigrasi), Diah (Komisi Informasi Pusat), Dwi Hartanto (BNP2TKI), dan Fera Nuraini (Buruh Migran Hong Kong). Sosialisasi keterbukaan informasi publik ini mengacu pada hasil permintan informasi yang dilakukan oleh Infest Yogyakarta, PSDBM, Seruni Banyumas, Jingga Media Cirebon, LBH Jogja, Lakpesdam NU Cilacap, DPN SBMI, SBMI Wonosobo, IMWU dan ATKI (Hong Kong).

Persoalan mengenai buruh migran yang paling sering kita ketahui hanya persoalan di permukaan, seperti kekerasan, penyiksaan, over charging, dan hukuman mati yang menimpa TKI. Namun ternyata ada persoalan mendasar, krusial, dan besar yang sebernarnya menjadi akar dari masalah-masalah yang dialami TKI. yakni persoalan mengenai akses informasi. Buruh migran tidak mendapat banyak pilihan karena tak ada akses informasi yang memungkinkan untuk mempelajari informasi publik yang dibutuhkan.

Problem besar dari sektor migrasi ada di sektor informasi yang tidak mudah didapat, pu jikapun bisa didapat malah menyesatkan. Misalnya informasi mengenai kartu tenaga kerja luar negeri (KTKLN) yang digemborkan oleh BNP2TKI bisa didapatkan secara gratis. Faktanya, untuk mendapat kartu tersebut, buruh migran tidak mendapatnya secara cuma-cuma. Buruh migran masih harus dibebankan biaya asuransi kerja dan tes kesehatan sebagai syarat pembuatan kartu. Maka informasi yang dikampanyekan BNP2TKI bisa digolongkan sebagai info sesat jika merujuk pada UU Informasi Publik dan mendapat ancaman pidana.

Contoh lain mengenai ketidaktahuan informasi BMI Arab saudi dengan sistem kafalah, sebabkan muncul TKI yang disebut-sebut sebagai ilegal di Saudi belakangan ini. Sistem kafalah ini memungkinkan TKI terikat dengan majikan. Jika TKI tak sanggup lagi bekerja pada majikan pertama, mereka melarikan diri dengan status buruh migran ilegal karena tidak memiliki kelengkapan surat. Ada lagi mengenai biaya penempatan TKI yang tidak jelas pada setiap negara, menyebabkan banyak calon buruh migran dirugikan dengan potongan-potongan yang diterapkan oleh agen dan tidak diketahui pasti oleh calon TKI.

Mengingat itu semua, maka keterbukaan informasi publik penting dan mutlak dilakukan. Keterbukaan di sini diharapkan bukan hanya keterbukaan yang sifatnya formalitas belaka! Artinya lembaga publik tidak hanya terjebak pada kepemilikan website, PPID, dan kemudian mereka mengaku sudah terbuka, namun belum mampu menyediakan konten informasi dengan baik.
Uji permintaan informasi publik yang dilakukan ini mengambil tiga indikator.

Pertama, kelembagaan PPID di masing-masing lembaga. Kedua, tanggapan lembaga publik atas permintaan informasi. Ketiga, lacakan website lembaga publik atas keteraksesan informasi. Jika bicara mengenai prosentase permintaan informasi, maka dari 53 lembaga yang diminta informasi, 66 % lembaga telah memiliki PPID. Permintaan informasi dilakukan lewat surat via pos, layanan online, dan diantar langsung. Hasilnya ada 31 lembaga yang tidak menjawab permintaan informasi publik sedangkan sisanya dijawab, dijawab lengkap, dialihkan ke lembaga lain, dipanggil.

Rekomendasi Hasil Uji Informasi 

Kemnakertrans

  1. Memperbaiki keseluruhan tata kelola dan pelayanan keterbukaan informasi publik dengan mempersiapkan kelembagaan pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang memenuhi standardisasi yang diatur dalam Undang-undang nomor 14 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 dan Peraturan Komisi Informasi lainnya.
  2. Mengimplementasikan Keterbukaan informasi secara penuh dengan menjadikan kelembagaan PPID sebagai bagian terintegerasi dengan kinerja dan tata layanan yang menjadi tanggungjawab Kemnakertrans.
  3. Menyediakan mekanisme khusus uji konsekuensi atas dokumen atau informasi yang dikecualikan melalui  Keputusan Menteri Nomor Kep. 218/ MEN/ VIII/ 2012 tentang pelayanan informasi publik di kementerian tenaga kerja dan transmigrasi.
  4. Memperbaiki kinerja tata kelola informasi melalui media resmi kementerian, seperti website, agar dapat memenuhi standar keterbukaan informasi yang proaktif dan memenuhi aspek kebutuhan informasi bagi buruh migran dan pihak lain yang turut menjadi kelompok pemanfaat pelayanan.
  5. Memberikan dukungan percepatan implementasi keterbukaan informasi pada jajaran Dinas Tenaga Kerja di tingkat Provinsi dan Kabupaten;
  6. Menyediakan layanan khusus informasi melalui website yang dapat diakses dengan mudah terkait dengan pelayanan publik sektor migrasi ketenagakerjaan, seperti kajian dan evaluasi keberadaan PPTKIS dan implementasi penerapan asuransi untuk BMI.

 

Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI)

  1. Memperbaiki kinerja PPID dalam pelayanan permintaan informasi publik dengan membentuk sistem pengawasan khusus atas kinerja PPID;
  2. Memperbaiki tata kelola saluran informasi melalui media website BNP2TKI sehingga lebih mudah diakses oleh Buruh Migran Indonesia (BMI), terutama dengan penyediaan secara lengkap jenis informasi pokok yang dibutuhkan oleh BMI terkait dengan proses penempatan dan pelayanan langsung kepada BMI;
  3. Mengkaji kembali isi Keputusan Kepala Badan Nomor KEP: 100/KA/X/2012 tentang Daftar Informasi yang dikecualikan di lingkungan BNP2TKI mengingat terdapat pengecualian yang bertentangan dengan UU Nomor 14 Tahun 2004;
  4. Menyediakan mekanisme uji konsekuensi atas pengecualian jenis informasi yang diatur dalam Keputusan Kepala Badan Nomor KEP: 100/KA/X/2012 tentang Daftar Informasi yang dikecualikan di lingkungan BNP2TKI;
  5. Memberikan dukungan kepada jajaran Badan Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) untuk penguatan kapasitas Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) dan pengelolaan mandiri saluran informasi publik di setiap daerah mengingat keragaman kebutuhan informasi di daerah yang perlu difasilitasi;
  6. Mengkaji kembali dan mencabut informasi salah yang disampaikan terkait dengan ancaman pidana yang melekat pada BMI tanpa KTKLN;

Kementerian Luar Negeri

  1. Mempercepat implementasi keterbukaan informasi publik di semua lembaga publik di bawah naungan Kementrian Luar Negeri (Kemlu) dengan pemerataan pembentukan institusi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di lingkungan Kedutaan dan Konsulat Jenderal Indonesia di luar negeri, khususnya di negara-negara penempatan TKI;
  2. Mengevaluasi kinerja PPID di Jajaran Kemlu dan memastikan adanya pengawasan serta supervisi dalam pengelolaan kelembagaan PPID;
  3. Mengefektifkan ruang koordinasi antara PPID Kemlu dan jajaran pejabat Kedutaan dan Kosulat di luar negeri untuk mempercepat proses dan pemenuhan kewajiban keterbukaan informasi publik sesuai dengan UU nomor 14 Tahun 2008;
  4. Mengevaluasi dan memperbaiki tata pelayanan informasi melalui media resmi Kemlu, Kedutaan dan Konsulat di luar negeri agar memenuhi standar pelayanan keterbukaan informasi publik;
Dok Keuangan Dinyatakan Terbuka, Pemda Garut ke MA

Dok Keuangan Dinyatakan Terbuka, Pemda Garut ke MA

Pemerintah Kabupaten Garut, Jawa Barat, menggugat warganya ke Mahkamah Agung. Langkah ini ditempuh setelah upaya hukum pemerintah daerah ini kalah di tingkat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung.

Gugatan ini bermula karena Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah (DPPKAD) Garut kalah dalam sidang sengketa di Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat. Warga yang digugat adalah Donny Setiawan, 37 tahun, warga Graha Mutiara Indah I, Desa Langen Sari, Kecamatan Tarogong Kaler. “Upaya ini merupakan hak kami sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku,” kata kuasa hukum DPPKAD Garut, Margiyanto, Senin, 11 Nopember 2013.

Dalam amar putusan tanggal 19 September 2013, hakim PTUN menguatkan putusan Komisi Informasi. Hakim memerintahkan DPPKAD untuk memberikan salinan dokumen transaksi keuangan Garut 2009-2010 yang ada di dalam rekening BJB, BNI, BRI, dan Bank Mandiri.

Dasar pengajuan sengketa ini karena diduga ada kelebihan transfer anggaran dari pemerintah pusat senilai  Rp 60 miliar untuk dana bagi hasil pada 2010. Selain itu, ada deposito Rp 200 juta yang tidak dilaporkan dalam realisasi anggaran.

Selisih anggaran itu ditemukan pada tiga dokumen, yakni hasil laporan pemeriksaan BPK, laporan Menteri Keuangan tentang realisasi dana bagi hasil, serta laporan konfirmasi hasil transfer dana itu oleh Menteri Keuangan.

Menurut Margiyanto, alasan penolakan putusan hakim PTUN karena putusan tersebut belum memiliki kekuatan hukum tetap. Selain itu, pihaknya berkeberatan membuka semua transaksi keuangan karena bersifat rahasia negara. “Penggunaan anggaran telah sesuai dengan aturan, bahkan tidak terdapat kejanggalan dalam hasil pemeriksaan BPK,” ujarnya.

Dia berharap, majelis hakim di Mahkamah Agung mengabulkan permohonan pemerintah daerah, dan meminta hakim untuk menyatakan bahwa empat rekening pemda tersebut merupakan informasi tertutup dan dikecualikan. “Tapi, apa pun keputusannya nanti, kami akan tetap menjalankannya,” kata Margiyanto.

Donny menilai gugatan terhadap dirinya berlebihan dan hanya untuk menutupi kebobrokan anggaran. Dalam persidangan sengketa, Donny menyatakan hanya meminta buku jurnal dan buku harian keuangan di DPPKAD, bukan berupa transaksi perbankan antara DPPKAD dan empat bank tersebut.

“Pemda tidak ada itikad baik untuk menaati hukum. Ini merupakan sikap arogansi birokrat untuk tetap mengeruk uang rakyat,” ujarnya.

Ket:

sumber : tempo.co

Judul Asli: Pemda Garut Gugat Warganya ke Mahkamah Agung