 
							
					
															
					
					 oleh Parliamentary Center | Des 10, 2016 | Berita, Daerah, Kliping, Nasional, OGP

Jakarta – Pemerintah Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur mewakili Indonesia, mengikuti deklarasi Konferensi Tingkat Tinggi Open Government Partnership (KTT-OGP) atau Pemerintah Terbuka di Paris, Prancis, pada 7-9 Desember 2016. Di acara yang dihadiri 75 Negara itu, Bojonegoro juga dipercaya menjadi pemimpin diskusi panel terkait prinsip Pemerintah Terbuka.
Pembukaan KTT-OGP menjadi acara puncak tahunan penggiat Pemerintah Terbuka di seluruh dunia. Sekitar 3000 peserta dari 75 Negara, hadir. Mereka dari pelbagai institusi, baik dari Pemerintah dan organisasi masyarakat sipil berkumpul di Kota Paris.
Mereka juga berbagi pengalaman dan inspirasi terkait upaya mewujudkan pemerintahan yang transparan, responsip dan akuntabel. “Sangat menarik,” ujar Bupati Bojonegoro Suyoto kepada Tempo lewat telepon selularnya, Sabtu 10 Desember 2016.
Di sela-sela acara itu, juga digelar penandatanganan Deklarasi Pemerintah Terbuka. Penandatanganan deklarasi di antaranya diikuti Deputi Mayor Paris, Gubernur Peru, Luis Valdes dan juga tim Pemerintah terbuka dari Bojonegoro.
Suyoto menyebutkan, pada pidato pembukaan sebagai tuan rumah, Presiden Prancis Francois Holande, menekankan pentingnya terus mendorong nilai-nilai keterbukaan dan demokrasi di tengah trend geopolitik. Saat ini muncul ancaman kemunduran menjadi penghalang untuk proses demokratisasi.
Di acara KTT-OGP, lanjut Suyoto, delegasi Indonesia mendapatkan apresiasi dari komunitas internasional dalam implementasi pemerintah terbuka. Kabupaten Bojonegoro terpilih menjadi salah satu dari 15 daerah percontohan dunia untuk praktik pemerintah terbuka di tingkat daerah. Dengan demikian posisi Bojonegoro disejajarkan dengan kota-kota besar lainnya di dunia. Seperti Paris di Perancis, Madrid di Spanyol, dan Seoul di Korea Selatan.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Bojonegoro Kusnandaka Tjatur mengatakan, Indonesia dipercaya memimpin diskusi panel dengan tema pentingnya tujuan dan target pembangunan berkelanjutan.”Indonesia menjadi pemimpin diskusi panel,” ujarnya pada Tempo lewat saluran telepon, Sabtu, 10 Desember 2016.
Di acara diskusi itu, hadir  Menteri Administrasi Publik dari Meksiko, Menteri Kehakiman dari Georgia, Deputi Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho dan Bupati Bojonegoro Suyoto. Para peserta diskusi baik dari wakil Pemerintah maupun dari masyarakat sipil sepakat untuk mengedepankan tata kelola pemerintah terbuka.”Tentu ini hal menarik,” ujar Kusnandaka Tjatur, yang hadir di acara itu.
Program pemerintahan terbuka bergulir setelah Kabupaten Bojonegoro ditetapkan sebagai percontohan open government partnership(OPG), menyingkirkan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Banda Aceh, yang juga masuk nominasi awal April 2016. Bojonegoro jadi percontohan pemerintah daerah pertama di Asia yang sejajar dengan 15 kota besar di dunia yang ikut kontes di program ini, bersama Kota Seoul, Korea Selatan; dan Kota Tbilisi, Georgia.
Sumeber: tempo.co
				
					 
			
					
											
								 
							
					
															
					
					 oleh Parliamentary Center | Des 10, 2016 | Berita, Internasional, Kliping, Nasional, OGP, Pemerintahan

Paris – Konferensi Tingkat Tinggi Open Government Partnership (KTT OGP)  di Paris, Prancis berakhir pada 9 Desember 2016 dengan sebuah resepsi yang  meriah di Hotel del Ville, Paris.
Menurut rilis resmi dari  Sekretariat Nasional Open Government Indonesia yang dikirim pada 9 Desember 2016, delegasi Indonesia mendapatkan apresiasi dari komunitas internasional dalam implementasi pemerintahan terbuka pada KTT Paris ini. Setidaknya terdapat tiga capaian utama yang diapresiasi dunia internasional dari Indonesia.
Pertama, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro terpillih menjadi salah satu dari lima belas daerah percontohan dunia untuk praktik pemerintah terbuka di tingkat pemerintah daerah. Dengan terpilihnya Bojonegoro, maka kabupaten di timur Jawa tersebut mensejajarkan posisinya dengan kota-kota besar dunia lainnya seperti Paris (Perancis), Madrid (Spanyol), Seoul (Korea Selatan) dalam hal komitmen untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih transparan, responsif, dan partisipatif.
Pemerintah Kabupaten Bojonegoro terpilih berkat komitmennya untuk melakukan transformasi keterbukaan sejak 2008 yang telah terbukti membantu mendorong angka pertumbuhan ekonomi Bojonegoro meningkat dua kali lipat dan penurunan angka kemiskinan serta pengangguran sebesar dua kali lipat pada 2015.
Atas prestasi ini, Bupati Bojonegoro Suyoto diundang ke Paris dan berbicara dalam sejumlah forum mengenai pencapaian Bojonegoro ini.
Prestasi yang kedua datang dari unsur masyarakat sipil yakni Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). LSM ini terpilih sebagai juara kedua Open Government Awards 2016 untuk inovasi “API Pemilu”. Penghargaan ini diberikan atas keberhasilan Perludem lewat inovasi API Pemilu dalam memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan literasi pemilih dan pengawasan jalannya pemilihan umum.
Titi Angraini, Direktur Eksekutif Perludem, saat menerima penghargaan pada pembukaan KTT OGP pada 8 Desember 2016 di Gedung Salle Pleyel, Paris,  menyatakan bahwa keberhasilan API Pemilu juga dihasilkan dari kolaborasi yang erat dengan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), sebagai penyelenggara pemilihan umum dari sisi pemerintah.
Ketiga, Indonesia juga dipercayai untuk memimpin diskusi panel terbatas terkait pentingnya prinsip good and open governance dalam mencapai tujuan dan target dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals). Diskusi panel ini menghadirkan Menteri Administrasi Publik dari Meksiko, Menteri Kehakiman dari Georgia, dan Co-Chair KTT OGP yakni Manish Bapna yang juga Managing Director World Resources Institute (WRI). Dari Indonesia, hadir sebagai pembicara adalah Bupati Bojonegoro Suyoto dan Deputi Kepala Staf Kepresidenan  Yanuar Nugroho.
Para pembicara sepakat mengenai  perlunya ada komitmen kuat dari pemerintah maupun masyarakat sipil untuk mengedepankan tata kelola pemerintahan yang terbuka dan lebih bersinergi sebagai salah satu prasyarat keberhasilan pencapaian target-target SDGs.
Open Government Partnership sendiri merupakan sebuah inisiatif internasional yang bertujuan untuk mendorong prinsip-prinsip pemerintahan yang berlandaskan transparansi, akuntabilitas, penguatan partisipasi masyarakat, dan pemanfaatan teknologi demi mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih responsif, bersih, efektif, dan efisien.
Sejak dibentuk oleh 8 negara dan 9 organisasi masyarakat sipil pada tahun 2011, saat ini OGP telah beranggotakan 75 negara, termasuk lima negara baru yang mengumumkan kebergabungannya pada saat pembukaan KTT yakni, Jerman, Burkina Faso, Haiti, Jamaika, dan Luksemburg. Selain itu ada enam negara tambahan yang menyatakan akan segera bergabung dengan OGP, yakni: Madagaskar, Maroko, Pakistan, Portugal, Senegal, dan Afghanistan.
Indonesia adalah satu dari delapan negara pemrakarsa yang ikut mendirikan OGP pada 2011. Sebagai bentuk konkrit komitmen pemerintah Indonesia di dalam mendorong upaya pemerintahan yang lebih terbuka, setiap tahunnya pemerintah menyusun Rencana Aksi Nasional Keterbukaan Pemerintah Indonesia (Rencana Aksi Open Government Indonesia/OGI) dengan melibatkan sejumlah Kementerian dan Lembaga serta Pemerintah Daerah.
Untuk tahun 2016-2017, terdapat lima daerah percontohan yang terlibat aktif di dalam mendorong keterbukaan melalui rencana aksi daerah yakni Provinsi DKI Jakarta, Kota Banda Aceh, Kota Semarang, Kota Bandung, dan Kabupaten Bojonegoro.
KTT OGP adalah acara puncak tahunan para penggiat isu keterbukaan pemerintah di seluruh dunia. Di Paris tahun ini hadir lebih dari 3 ribu  peserta dari berbagai institusi, baik mewakili pemerintah maupun organisasi masyarakat sipil. Mereka berasal dari tidak kurang dari 75 negara.
Dalam pidato pembukaannya sebagai tuan rumah sekaligus OGP Co-Chairs 2016,  Presiden Perancis, François Hollande, menekankan pentingnya untuk terus mendorong nilai-nilai keterbukaan dan demokrasi di tengah dinamika tren geopolitik saat ini yang penuh dengan ancaman dan kemunduran yang menjadi penghalang untuk proses demokratisasi.
Kegiatan OGP di Indonesia dikoordinasikan oleh Sekretariat Nasional Open Government Indonesia. Sekretariat ini merupakan lembaga yang dibentuk untuk memfasilitasi dan mendorong proses realisasi kebijakan untuk menciptakan pemerintah yang lebih transparan, akuntabel, dan partisipatoris. Seknas OGI diisi oleh sejumlah staf profesional dan dikoordinasikan bersama oleh Tim Inti OGI yang terdiri atas Kantor Staf Presiden, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Luar Negeri, dan beberapa unsur pemerintah lainnya, serta perwakilan masyarakat sipil.
Tempo.co
				
					 
			
					
											
								 
							
					
															
					
					 oleh Parliamentary Center | Okt 27, 2016 | Berita, Nasional, OGP

KebebasanInformasi.org – Tenaga Ahli Kebijakan Publik Sekretariat Nasional Open Government Indonesia (OGI), Danardono Siradjudin, mengatakan, hingga saat ini, OGI masih terus berproses dan mencoba untuk melakukan berbagai eksperimentasi. Ia mengaku, dari sisi jumlah, Renaksi OGI masih terbilang cukup banyak. Oleh karena itu, pihaknya sedang mempersempit agar lebih fokus dan mendalam.
“Satu hal tapi mendalam. Artinya kita sendiri punya tenaga dan waktu untuk mengawasi proses implementasinya dan memastikan dampaknya itu sampai ke publik,” terangnya, di Jakarta, Minggu (23/10).
Meski belum bisa dikatakan secara luas,  beberapa dampak Renaksi OGI 2016-2017 telah dirasakan publik dan menjadi forensi yang layak dikembangkan. Seperti mekanisme pengaduan lewat lapor, yang sedang dikembangkan menjadi sistem pengelolaan pelayanan pengaduan publik nasional.
Danar mengatakan, semula hal itu berada di Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), dilanjutkan oleh Kantor Staf Presiden (KSP) dan sekarang tengah didorong agar diteruskan oleh Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB). Lewat KemenPAN-RB, ia berharap ini akan menjadi inesiatif berkelanjutnan.
“Karena keberadaan UKP4 maupun KSP tergantung pada siapa presidennya. Presiden ganti, ganti lagi. Agar kontinu, di bawah KemenPAN-RB,” jelasnya.
Selanjutnya, beberapa hal menarik terkait dengan mekanisme keluhan ialah adanya aplikasi Qlue di DKI Jakarta. Meski berbeda bentuk, namun dengan Qlue ini, Pemprov DKI mampu membuat pengaduan cepat menadapat respon dan menjadi input untuk melihat kinerja dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), serta menjadi salah satu input untuk perencanaan pembangunan di DKI.

“Model-model semacam ini yang sedang kita potret dan kita dorong untuk dikembangkan di tempat-tempat lain. Semarang sekarang lagi proses inisiasi, Bojonegoro sudah mulai menerapkan,” kata Danar.
Namun dari segi komposisi, ia mengatakan masih belum bergerak dari apa yang selama ini menjadi isu yang dijadikan konsentrasi. “Misalnya, kita masih ngomong soal implementasi UU KIP, kita masih konstrasi bagaimana partisipasi publik semakin baik. Kita masih ngomong soal beberapa inisiatif tentang keterbukaan yang perlu terus didorong, dan yang baru isu desa yang coba kita ingin lihat. Karena bagaimanapun desa menjadi prioritas pemerintah,” kata Danar. (BOW)
				
					 
			
					
											
								 
							
					
															
					
					 oleh Parliamentary Center | Okt 27, 2016 | Berita, OGP

KebebasanInformasi.org – Sebelum ada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) tahun 2008, akses masyarakat terhadap segala macam informasi sangat terbatas. Informasi hanya diberikan jika diminta. Segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dianggap sebagai hak institusi dan bersifat rahasia, kecuali yang dipublikasikan.
Setelah UU KIP disahkan, setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan informasi. Dengan demikian, publik bisa optimal menjalankan pengawasan terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik. Pengawasan ini penting untuk terciptanya tata pemerintahan yang lebih akuntabel dan transparan.
Hak publik atas informasi ini mendapat dukungan dari Presiden RI Joko Widodo. Melalui berbagai kesempatan, ia mengintruksikan seluruh instansi publik melaksanakan keterbukaan. Presiden menyadari betul bahwa masyarkat saat ini telah berubah. Masyarakat lebih tahu dan kritis akan haknya, serta memiliki kemauan tinggi untuk berpartisipasi aktif dalam proses tata kelola pemerintahan. Oleh karena itu, institusi-instansi publik harus siap melakukan open data.
Ada beberapa hal yang menjadi tantangan besar dalam pelaksanaan open data ini. Tenaga Ahli Kebijakan Publik, Sekretariat Nasional Open Government Indonesia (OGI), Danardono Siradjudin, mengungkapkan, tantangan tersebut salah satunya berkaitan sistem kearsipan yang buruk.
“Sebenarnya open data itu cuma teknis. Jadi, menyediakan data yang memang sudah terbuka untuk publik dengan format data terbuka, yang tadinya orang harus baca di jpg, pdf, sekarang orang bisa buka di excel dan format data terbuka lain. Sehingga dalam menggunakannya lebih mudah. Itu kalau open data,” papar Danar.
Namun masih buruknya tata kelola arsip di Indonesia menjadi persoalan tersendiri dalam penerapan open data ini. Hal itu tidak terjadi di negara lain yang memiliki tradisi kearsipan sejak lama. “Di negara lain, mereka tradisi arsipnya sudah sekian ratus tahun berjalan. Jadi ketika internet ditemukan, itu hanya mempercepat proses arsip dan kemudian sharing informasi,” kata Danar.
“Arsip kita sudah lama tidak diurus. Jadi kita kayak jumping. (Sistem tatakelola) arsip belum jalan, kemudian ada internet, lalu seolah-olah kita dipaksa sampai ke level open data,” tambahnya.
Ego Sektoral Lembaga
Di samping itu, ego sektoral dari masing-masing lembaga juga menjadi tantangan yang harus dilewati. “Di kementrian/lembaga sekarang, tantangannya itu, antar lembaga atau bahkan di dalamnya sendiri, sharing informasi dan data bukan perkara yang mudah,” ujar Danar.
Ia menekankan, open data hanya bisa berjalan dengan baik apabila UU KIP dan UU Arsip dijalankan secara maksimal. Di sinilah OGI berperan dalam melakukan inisiatif untuk membuat eksperimentasi untuk mengurai masalah-masalah tersebut.
Secara kelembagaan, posisi OGI sangat memungkinkan melakukan hal itu karena Sekretariat OGI diampu beberapa kementerian/lembaga, salah satunya KSP. “Jadi kita bisa minta tolong kepada KSP, misalnya ada koordinasi yang kurang bagus dengan kementerian/lembaga. Kemudian ada Bappenas, kita bisa minta tolong untuk memastikan apa-apa yang menjadi inisiatif itu masuk rencana kerja Bappenas,” jelasnya.
“Misalnya ada inisiatif satu data, kita mencoba membuat akselerasi-akselerasi , inisiatif-inisiatif yang harus dilakukan kementerian/lembaga,” tambahnya. (BOW)
				
					 
			
					
											
								 
							
					
															
					
					 oleh Parliamentary Center | Okt 27, 2016 | Berita, OGP

KebebasanInformasi.org – Open Government Indonesia (OGI) merupakan inisiatif global untuk mendorong terciptanya pemerintahan terbuka dan transparan serta masyarakat yang partisipatif. Melalui gerakan bersama ini, diharapkan pelayanan publik menjadi lebih baik dan akuntabilitas anggaran, yang notabene berasal dari uang rakyat, lebih jelas pertanggungjawabannya.
Saat ini, Rencana Aksi (Renaksi) OGI 2016-2017 telah sampai di ujung perumusan dan pada akhir Oktober 2016 ini akan disampaikan ke OGP Global Unit. “Jadi Renaksi itu posisinya sudah di ujung perumusan. Tinggal beberapa Renaksi yang perlu kami konfirmasi ke kementerian lembaga. Tidak banyak tapi deadline-nya akhir Oktober ini. Mudah-mudahan Oktober ini bisa kita submit ke OGP Global Unit, support unit for ready,” kata Danardono Siradjudin, Tenaga Ahli Kebijakan Publik, Sekretariat Nasional OGI, Minggu, (23/10).
Ia menjelaskan, di tingkat global, Renaksi tersebut akan disandingkan dengan negara-negara lain. “Kemudian dalam implementasi kita membuat report. Ada independent report mechanism, tim riset di Indonesia yang dikontrak oleh Global Support Unit langsung. Mereka akan menilai, apakah benar capaian kita sesuai dengan yang pemerintah laporkan,” jelas Danar. (BOW)