oleh Parliamentary Center | Jul 11, 2013 | Kesehatan, Kisah Warga
Bermula dari sebuah diskusi kader PKK dan posyandu 25-28 bulan januari 2010 tentang kondisi kesehatan warga dusun. Inaq Nuripe(48 tahun) seorang ibu rumah tangga beranak tiga warga dusun seoempat menyampaikan keluhan mahalnya biaya kesehatan yang harus ditanggung untuk periksa kesehatan ke rumah sakit.
Inaq Nuripe tidak bisa melakukan kontrol penyakit jantungnya secara rutin karena setiap kali periksa menghabiskan dana lebih dari 100 ribu ditambah ongkos transport ke rumah sakit. Keluhan itu sudah beberapa kali disampaikan kepada kader posyandu dusun Telage Ngembeng. Sebenarnya kader posyandu bukannya tidak merespon hal ini. ”Kita sudah beberapa kali menyampaikan kepada kepala dusun, kepala desa dan pihak puskesmas perihal ini, tetapi tanggapannya sama pemerintahtidak bisa sembarangan lagi buat kartu membantu orang sakit karena adanya mekanisme jamkesmasda (jaminan kesehatan masyarakat daerah),”ujar Widuri salah s eorang kader posyandu.
Menurutnya pihak pemerintah desa telah menjelaskan bahwa mekanisme ini mengatur hanya warga yang ada dalam daftar penerima jamkesmasda saja yang berhak mendapatkan layanan kesehatan gratis di rumah sakit.Secara kebetulan dalam pertemuan ini kader somasi hadir untuk sebagai narasumber/fasilitator diskusi advokasi kesehatan berbasis masyarakat. Dalam diskusi disampaikan bahwa setiap warga yang tidak mampu berhak menerima layanan kesehatan yang murah meskipun dia tidak terdaftar sebagai penerima jamkesmas, lagipula menurutnya banyak data jamkesmas yang tidak valid dan beberapa kuota jamkesmas di level kabupaten sebagian belum terpenuhi. Menindalanjuti hal ini para kader menanyakan bagaimana caranya mendapatkan informasi data penerima danjumlah kuota jamkesmas yang lowong. Salah satu hal yang disampaikan somasi adalah dengan menggunakan mekanisme yang diatur dalam UU No 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.
UU ini memberi jaminan kepada setiap warga (pemohon) untuk mendapatkan informasi yang diminta jika memang informasi
itu tersedia di badan publik. Saran sederhana somasi kepada kader dan warga adalah, mintalah informasi ke Badan Kerjasama
Pengelola Jaminan Kesehatan (BKSPJK) di kabupaten Lombok Barat dengan menggunakan mekanisme ini. Sayangnya mereka tidak
memahami mekanismenya lalu meminta SOMASI dkk memfasilitasi permintaan informasi ini.SOMASI menindaklanjuti dengan membuat dua surat, pertama surat pengaduan perihal adanya warga yang belum menerima layanan kesehatan dari program Jamkesmasda padahal warga ini termasuk kategori warga miskin, dalam surat disampaikan bukan hanya Inaq Nuripe tapi ada 10 warga dusun Telage Ngembeng yang mengalami nasib yang sama. Kedua, surat permintaan informasi daftar kuota jamkesmas yang lowong atau belum terisi dengan melampirkan UU No 14 tahun 2008. Surat permintaan dilayangkan ke Lalu Budarja, kepala BKSPJK Provinsi NB dan Abdul Hadi,Kepala BKSPJK kabupaten Lombok Barat.
Selang 3 hari setelah surat dilayang diperoleh kabar baik permintaan informasi dipenuhi dan diminta datang ke kantor BKSPJK. SOMASI menunjuk Saudara Zulkifli menemani Widuri ke BKSPJK Lobar. Dari 273.452 daftar penerima Jamkesmas, masih ada 12 kuota yang kosong.Hadi menjelaskan bahwa ada 12 kuota yang kosong karena penerima jamkesmasnya meninggal dunia dan pergi bekerja ke Malaysia sebagai TKI ini bisa digunakan oleh 10 orang warga telage ngembeng, asal ada surat pengajuan dari pemerintah desa dan camat untuk 10 orang warga. Oleh kader posyandu hal ini disampaikan kepada 10 orang warga tersebut dan memfasilitasinya untuk mendapatkan surat pengantar dari desa dan camat.
Singkatnya sekarang Inaq Nuripe bisa memeriksakan kesehatannya berbekal kartu Jamkeksda secara rutin di Rumah Sakit Umum
Provinsi NTB. 9 warga lainnya juga merasa senang karena tidak lagi was-was kemana harus berobat jika sakit karena sudah ada
kartu jamkesmasda yang menjamin.
(Hendriyadi SOMASI)
oleh Parliamentary Center | Jul 11, 2013 | Kesehatan, Kisah Warga
Abdul Mughni adalah seorang warga di Kecamatan Sampangan, Pekalongan Timur. Kepala keluarga yang telah berumur 53 tahun ini menderita penyakit pem-bengkakan hati yang membutuhkan operasi kecil. Sebagai seorang warga miskin, Abdul kesulitan membiayai operasi untuk penyakitnya tersebut. Ditambah lagi Pak Abdul tidak mendapatkan Kartu JamKesMas meski tergolong warga miskin.
Secara kebetulan Syakir Ilmi, tetangga Abdul menghadiri pertemuan Community Center yang membahas mengenai Keterbukaan Informasi Publik yang terkait dengan layanan dan program-program kesehatan dan pendidikan. Pertemuan tersebut difasilitasi oleh Pattiro Pekalongan yang bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Kesehatan setempat. Dari situ, Syakir mengetahui adanya Dana Dampingan APBD sebesar dua juta rupiah (Rp2.000.000) yang diperuntukkan bagi warga tidak mampu yang tidak memiliki kartu Jamkesmas.
Setelah itu, Syakir bergegas menyampaikan hal tersebut kepada Abdul yang saat itu sedang dirawat di RSUD Kraton, Pekalongan. Mendengar paparan Syakir, Abdul meminta pertolongan Syakir untuk menguruskan bantuan tersebut. Keluarga Abdul kemudian segera menyerahkan syarat-syarat berupa KK (Kartu Keluarga), KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) dari kelurahan kepada Syakir. Dengan senang hati Syakir membantu Abdul untuk mendapatkan Dana Dampingan guna meringankan beban biaya penyembuhan penyakit Abdul.
Setelah syarat-syarat diajukan, tim dari Dinas Kesehatan dibantu oleh petugas rumah sakit terdekat melakukan survei lapangan dengan mendatangi kediaman dan rumah sakit tempat Abdul dirawat. Dari kriteria warga miskin yang ditetapkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik), Abdul termasuk kedalam kategori warga miskin (dengan skor 9+). Akhirnya, Dana Dampingan yang diajukan pun disetujui dan langsung dikirim ke RSUD tempat Abdul dirawat. Nilai bantuan yang keluar adalah sebesar satu juta sembilan ratus ribu rupiah (Rp1.900.000,00), dengan potongan seratus ribu (Rp100.000,00) untuk biaya administrasi. Rona sumringah terpancar dari wajah Abdul. Harapan untuk sembuh dari penyakitnya kini bukan hanya angan semata.
Bantuan yang sama juga diberikan oleh Syakir kepada Ima (31 Tahun), istri dari Shobirin (37 Tahun), warga desa kelurahan Sampangan. Ima saat itu harus melahirkan melalui operasi Caesar dikarenakan adanya kelainan di dalam kandungannya. Akan tetapi, mereka tidak mampu membayar biaya kelahiran sebesar dua juta tiga ratus ribu rupiah (Rp2.300.000,00) di Rumah Bersalin Siti Khodidjah. Shobirin pun termasuk keluarga miskin yang saat itu tidak memiliki JamKesMas. Dengan informasi dan bantuan dari Syakir bersama anggota Community Center lainnya di Pekalongan Timur, Ima kemudian mendapatkan Dana Dampingan sebesar dua juta rupiah (Rp2.000.000;-) untuk biaya persalinan. Shobirin dan Ima pun dapat pulang dengan lega membawa sang buah hati dalam timangan.
Sumber : Pengalaman masyarakat mengakses informasi” Buku Panduan Masyarakat Mendapatkan Informasi” Program “Penguatan Kapasitas Warga untuk Kebebasan Informasi di Tingkat Lokal” (Hivos) 2009-2010
oleh muhammad mukhlisin | Jun 21, 2013 | Kesehatan, Nasional

Seorang anak memperlihatkan KJS (Kartu Jakarta Sehat) usai dibagikan di Puskesmas Koja, Jakarta Utara, Selasa (28/5). TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany mengatakan bahwa sistem KJS (Kartu Jakarta Sehat) dengan INA CBG (Indonesia Case Base Group) akan menghilangkan penyalahgunaan informasi asimetris di dunia medis.
“Tak ada lagi dokter atau rumah sakit main-main dengan pasien soal langkah pengobatan dan pembayarannya. Semua sudah diatur oleh CBG dan diverifikasi,” ujar Hasbullah ketika mengikuti diskusi pelayanan kesehatan di Tempo, Senin, 10 Juni 2013.
Hasbullah menjelaskan, informasi asimetris adalah teori ekonomi. Hal itu memiliki makna di mana dalam dunia bisnis terkadang ada pihak yang memegang informasi atau pengetahuan penuh akan suatu hal dibanding pihak lainnya.
Dalam dunia medis, pihak yang memegang informasi itu adalah dokter. Mereka jauh lebih tahu soal kesehatan pasien dibanding pasien itu sendiri. Sebagai contoh, dokter bisa mendiagnosis seorang pasien mengalami tumor sementara pasien itu sendiri tak sadar.
Di dunia, situasi informasi asimetris tidak boleh berlaku dalam mekanisme pasar bebas. Pasalnya, ibarat monopoli, pihak yang memegang informasi bisa seenaknya mengendalikan nilai dari informasi yang dipegang. Sayangnya, hal ini justru dipraktikan di Indonesia.
Di Indonesia, menurut Hasbullah, banyak dokter mengandalkan informasi asimetris ini untuk menarik laba. Salah satu contoh kasus, dokter dapat dengan mudah mengatakan bayi dalam kandungan seseorang terlilit tali pusar untuk bisa menerapkan biaya kelahiran yang lebih mahal.
“Padahal, terlilit tali pusar itu kan gak bisa dibuktikan. Ketika lahir, ya lepas. Gimana pasien mau tahu. Apalagi, tak jarang dokter itu menakuti pasien bahwa bayi bisa mati jika mereka tak segera ambil keputusan. Mana ada orang tua yang berani melawan,” ujar Hasbullah sambil berkata praktik ini bak rampok.
Terakhir, Hasbullah mengatakan, dengan INA CBG dan KJS, tak ada lagi rumah sakit atau dokter menerapkan biaya berbeda dibanding dokter atau RS lain. INA CBG berlaku standar di semua rumah sakit sehingga ditangani di manapun, standar pelayanan dan pembayarannya sama.
Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2013/06/18/083489081/Mengakhiri-Penyalahgunaan-Informasi-KJS
oleh Parliamentary Center | Mar 21, 2013 | Kesehatan, Kisah Warga
Kepala Puskesmas Desa Kuripan Induk Kabupaten Lombok Barat tampak terkejut sesaat setelah menerima surat permohonan informasi dari Kelompok Perempuan Maju Dusun Dua Pelet. Selama menjabat sebagai kepala Puskesmas, baru saat itu dia menerima surat semacam itu. Keterkejutan itu mungkin wajar, mengingat dia belum paham dan akrab dengan keberadaan Undang-Undang Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
Kelompok Perempuan Maju mengajukan permohonan informasi pada 29 Februari 2013 tentang data penerima Jaminan Kesehatan Dearah (Jamkesmasda) di desa tersebut. Dalam surat permohonan informasi yang disampaikannya, kelompok ini juga menanyakan kejelasan warga yang pada bulan Februari kartu Jamkesda-nya masuk masa kadaluarsa.
Meskipun pada awalnya terkejut, namun selanjutnya respon kepala Puskesmas sangat positif. Keesokan harinya, dia menelepon ketua kelompok agar mengambil 300 kartu Jamkesda untuk dibagikan kepada warga yang berhak mendapatkannya. Pada hari itu juga ke-300 kartu tersebut dibagikan.
Berkaitan dengan kartu Jamkesda yang telah habis masa kadaluarsanya, kepada ketua kelompok, kepala Puskesmas menjanjikan secara lisan akan tetap memberlakukannya dan akan tetap melayani jika ada warga yang berobat, hingga diterbitkannya kartu yang baru.
Bukannya tidak percaya dengan janji lisan tersebut, namun demi kepastian kebijakan, ketua kelompok meminta kepada kepala Puskesmas untuk menyatakannya secara tertulis. Selain itu, kepala Puskesmas diharapkan dapat mengeluarkan kebijakan yang memperbolehkan warga yang belum memiliki kartu Jamkesda cukup menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) untuk mendapatkan jaminan kesehatan. Prosedur pengurusan SKTM tidak memerlukan birokrasi yang berbelit, namun cukup sampai tingkat desa saja.
Sumber: pattirocati.wordpress.com
oleh Parliamentary Center | Okt 15, 2012 | Daerah, Kesehatan
Dua dinas di Kota Metro mengikuti ajudikasi sengketa informasi di Komisi Informasi (KI) Provinsi Lampung kemarin. Kedua dinas itu adalah Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Umum A. Yani (RSUAY) Kota Metro kemarin.
Keduanya menyatakan keberatan menyerahkan dokumen informasi terkait, DPA, RKA, dan SPJ yang ada di lingkungan dinas/instansi tersebut yang diajukan LSM Tiem 99, Pemburu Koruptor.
Proses ajudikasi dipimpin oleh majelis yang berbeda. RSUAY dikuasakan kepada kuasa hukum, Hadri Abunawar cs. Sementara Diskes Kota Metro dikuasakan ke Kabag Hukum Pemda Kota Metro.
Pada ajudikasi pertama tersebut, pihak RSUAY Metro menyatakan bahwa informasi yang diajukan LSM itu adalah informasi yang dikecualikan. Sehingga, pihak RSUAY berpendapat tidak bisa diberikan,
’’Kecuali jika memang ada ketetapan dari KI bahwa informasi itu harus dibuka dan bersifat terbuka,’’ ucap Hadri Abunawar di hadapan majelis yang dipimpin Ketua Majelis Khalida serta anggota Gani Bazar dan Ahmad Haryono.
Sementara itu, Diskes Metro yang dikuasakan kepada Kasubbag Hukum dan HAM Sekretariatan Kota Metro Triadi Kurniawan menyatakan, pihaknya tidak berwenang memberikan DPA, RKA, dan SPJ.
Karena bukan kewenangannya, sesuai UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Keuangan Negara. ’’Kami tidak berwenang memberikan kepada pemohon, karena UU menyatakan bahwa laporan keuangan itu dilaporkan kepada wali kota,’’ beber Triadi di hadapan majelis yang dipimpin Gani Bazar, Ahmad Hayono, dan Juniardi.
Sidang dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemberian keterangan saksi ahli.
Ketua KI Lampung Juniardi menyatakanm setidaknya Oktober terdapat 8 kasus badan publik yang harus diajudikasi sengketa informasi. ’’Kasusnya, ada yang gagal dimediasi, dan ada yang menyatakan informasi itu rahasia, atau dikecualikan,’’ ujar Juniardi lewat rilis yang disampaikan ke redaksi Radar Lampung kemarin.
Kedelapan badan publik itu, Diskes Lampung Timur, BKD Kota Bandarlampung, Dinas Tata Kota Metro, Dinas Kesehatan Kota Metro, KPU Tanggamus, dan RSUAY Kota Metro. (ful/c3/gus)
http://www.radarlampung.co.id/read/lampung-raya/lamteng-metro/52086-ajudikasi-sengketa-informasi-digelar-
oleh Parliamentary Center | Jun 18, 2012 | Kesehatan, Kliping, Nasional
TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA – Belum sepekan menjabat, Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi sudah diminta membongkar nama-nama susu formula berbakteri sesuai putusan Mahkamah Agung (MA). Menurut David Tobing selaku pemenang perkara, dia menaruh harapan besar Nafsiah Mboi dapat membeberkan ke publik nama-nama susu tersebut.
“Ibu Menkes yang baru semoga terketuk hatinya agar mau menjalankan putusan pengadilan itu,” kata David Tobing dalam siaran pers yang diterima detikcom, Sabtu (16/6/2012).
Harapan besar David bukannya tanpa alasan. Sebab Nafsiah Mboi adalah dokter spesialis anak dan juga Ketua Ketua Komite Anak-anak untuk PBB. Sehingga dengan pengalaman dan profesionalitas di bidang anak itu dapat tergerak membuka nama susu yang merusak generasi bangsa.
“Sehingga hak anak untuk mengetahui dapat terpenuhi. Alhasil Menkes baru ini memberikan harapan baru bagi dunia kesehatan Indonesia,” papar David.
Seperti diketahui, MA memerintahkan Menkes untuk mempublikasikan nama-nama produsen susu formula yang mengandung Enterobacter sakazakii. Selain Menkes, BPOM juga diwajibkan mengumumkan secara transparan baik lewat media cetak ataupun elektronik.
Putusan MA ini telah diamini oleh Komisi IX DPR, Ombusdman Indonesia, Komnas HAM, KPAI, Komisi Informasi hingga Komisi Yudisial (KY). Putusan ini juga telah diperintahkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk dilaksanakan tetapi ditolak oleh para pihak.
“Desakan ini menunjukkan saya tidak ada kongkalikong atau dibungkam oleh perusahaan susu tetapi memang semata-mata para pihak belum mau menjalankan putusan ini,” ucap David tegas.
Gugatan ini dlayangkan oleh advokat yang konsern dalam perlindungan konsumen, David Tobing. Ia menggugat IPB, BPOM dan Menteri Kesehatan pada 2008 ke PN Jakpus.
David menilai kala itu kedua anaknya merupakan konsumen susu formula itu mengajukan gugatan perdata atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan IPB, BPOM dan Menkes. Ketiga tergugat itu dinilai membuat kekhawatiran dan keresahan akibat hasil penelitian IPB tentang merek susu formula yang terkontaminasi bakteri Enterobacter sakazakii. Di tiga tingkatan peradilan, semuanya sepakat untuk memerintahkan membuka nama-nama susu tersebut. (*)