KPU DKI Belum Optimal Terapkan Open Data di Pilgub 2017

KPU DKI Belum Optimal Terapkan Open Data di Pilgub 2017

titi-anggraini

KebebasanInformasi.org – Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengungkapkan, KPU DKI Jakarta harus mampu mengambil momentum pelaksanaan Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI 2017 sebagai ajang untuk membuktikan kinerja dan prestasinya, terutama berkaitan dengan keterbukaan data dan akses informasi. Hal ini seiring besarnya perhatian publik dan sorotan media massa, jika dibandingkan dengan 100 daerah lainnya yang menyelenggarakan Pilkada serentak 2017.

“Ini sangat strategis. DKI Jakarta merupakan parameter bagi daerah-daerah lain, yang selalu menjadi rujukan dan mendapatkan liputan yang baik dari berbagai media massa maupun perhatian publik di seluruh Indonesia, bukan hanya di Jakarta,” papar Titi.

“KPU DKI harus bisa menjadi rule model atau pelopor terkait dengan penerapan data terbuka dalam penyelenggaraan Pilkada,” kata Titi.

Namun sayangnya, Titi melihat KPU DKI belum optimal dalam penerapan platform open data. “Kalau saat ini kan bentuknya masih pdf, belum sepenuhnya mengadopsi konsep open data. Itu catatan sederhananya,” ungkapnya.

“Peluang dan kesempatan itu (penyediaan data terbuka) belum ditangkap oleh KPU DKI. Sangat disayangkan kalau momentum ini terlewat oleh KPU DKI, dan KPU DKI tidak melakukan terobosan atau inovasi yang berkaitan dengan pelayanan informasi publik yang mumpuni dan optimal,” kata Titi.

Sudah Lebih Baik

Meski demikian, ia melihat, KPU DKI sudah lebih baik dari daerah lainnya dalam aspek keterbukaan informasi. Selain dipicu atensi publik dan media massa yang begitu besar, secara infrastruktur KPU DKI juga lebih siap, baik perangkat PPID, penggunaan teknologi, hingga penyediaan data.

“Faktor permintaan yang kuat dari publik, dalam hal ini media, dan juga masyarakat. Karena media ini ingin melayani publik, sehingga kebutuhan publik difasilitasi oleh media, yang intens meminta data-data kepada KPU DKI,” tutur Titi.

Ia memberi contoh beberapa hal keterbukaan dan kesigapan KPU DKI dalam pelaksanaan tahapan Pilkada 2017. Seperti pengumuman akun-akun media sosial (medsos) para pasangan calon, pengunggahan laporan dana kampanye dengan segera, serta platform pendaftaran pemilih.

“Di saat daerah-daerah lain belum mengumumkan (akun-akun medsos pasangan calon), KPU DKI setelah pendaftaran langsung mengumumkan. Kemudian kalau kita lihat di portal datanya mereka lebih cepat mengunggah laporan dana kampanye, lalu platform pendaftaran pemilih misalnya, itu di website KPU DKI sudah mereka sediakan,” kata Titi.

“Walaupun KPU RI sebenarnya sudah menyediakan kompilasi portal data dari seluruh daerah, yaitu portal infopilkada.kpu.go.id. Tapi mestinya portal data itu tidak mengesampingkan kewajiban mereka (KPU di daerah) memutakhirakan data di website mereka sendiri,” tambah Titi.

Ia juga bercerita tentang pengalamannya ketika berkunjung ke PPID KPU DKI. Ia melihat PPID KPU DKI sangat serius dalam usaha dan komitmen memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat. “Walau sekali lagi keterbukaan itu bukan hanya soal komitmen untuk terbuka tapi juga memastikan datanya ada. Nah ini yang harus diuji terus,” kisah Titi.

“Misalnya dalam perjanan ke depan, 22 November 2016, laporan penerimaan dana kampanye, kemudian akan diikuti dengan pengumuman DPT. Fase-fase dimana data-data yang lebih signifikan itu akan jadi basis penilaian apakah betul KPU DKI lebih maju komitmennya dibandingkan daerah-daerah lain. (BOW)

Cagub dan Cawagub DKI Diminta Jalankan UU KIP

Cagub dan Cawagub DKI Diminta Jalankan UU KIP

c84181e7241b4012ee5353cb07ee3a5e

Jakarta – Komisi Informasi DKI Jakarta bersama Ombudsman RI menggelar acara pengukuhan komitmen bersama pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI dengan tema mewujudkan Jakarta yang lebih terbuka dan bebas dari maladministrasi di Hotel Sari Pan Pacific, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (1/11/2016).

Ketua Komisi Informasi DKI Jakarta, Gede Narayana mengatakan, acara ini digelar dengan tujuan agar calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang terpilih nanti mendukung keterbukaan informasi publik sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

“Pilkada Jakarta adalah barometer. Kami meminta siapapun gubernur dan wakil gubernur yang terpilih nantinya berkomitmen untuk selalu terbuka dalam informasi sekecil apapun,” katanya.

Sementara itu, Ketua Ombudsman RI, Amzulian Rifai berharap calon gubernur dan wakil gubernur yang terpilih dapat menjalankan roda tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, akuntabel, tertib, dan bebas mal administrasi.

“Kita meyakini siapapun yang menjadi gubernur dan wakil gubernur nanti memiliki posisi sentral dalam upaya mensejahterakan rakyat,” ujarnya.

Ia menambahkan, pengukuhan komitmen bersama pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI ini merupakan wahana untuk mengingatkan seluruh pihak agar memiliki komitmen mewujudkan pelayanan yang baik dan menjadi dambaan publik.

“Jangan dianggap remeh yang namanya pelayanan publik. Orang bisa berubah kewarganegaraanya, nasionalismenya ketika merasakan pelayanan publik di negara lain lebih baik. Maka itu kita tidak boleh mengabaikan pelayan publik,” tandasnya.[]

Sumber: beritajakarta.com

Ferry: Rekam Medis adalah Informasi yang Dikecualikan

Ferry: Rekam Medis adalah Informasi yang Dikecualikan

Ferry

KebebasanInformasi.org – Komisioner KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, menjelaskan, salah-satu syarat bagi bakal pasangan calon untuk melaju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ialah sehat jasmani dan rohani. Oleh karena itu, sebelum resmi ditetapkan sebagai pasangan calon, mereka wajib mengikuti tes kesehatan.

Dalam pelaksanaan tes kesehatan tersebut, KPU berkoordinasi dengan IDI, BNN, dan Himpsi. Ketiganya kemudian merekomendasikan rumah sakit dan para dokter untuk menjalankan pemeriksaan. Selanjutnya, KPU akan mendapatkan hasil pemeriksaan, apakah bakal calon yang bersangkutan layak atau tidak layak, mampu atau tidak mampu secara jasmani dan rohani untuk menjalankan aktivitas sebagai calon kepala daerah.

“KPU tidak punya otoritas untuk masuk pada wilayah menentukan apakah pasangan calon itu sehat atau tidak sehat. Yang punya otoritas itu adalah dokter di rumah sakit yang ditunjuk,” ujar Ferry, di ruang kerjanya, Jumat (14/10) lalu.

Ia menerangkan, informasi rinci hasil tes kesehatan bakal pasangan calon ini termasuk dalam informasi yang dikecualikan. Publik hanya dapat mengatahui sebatas bahwa calon yang bersangkutan layak atau tidak layak, mampu atau tidak mampu secara jasmani dan rohani untuk menjadi calon kepala daerah.

“Hal-hal lain di luar itu, khususnya terkait dengan hasil pemeriksaan dokter dan rekam medisnya, itu adalah informasi yang dikecualikan, sesuai dengan SK yang sudah kami keluarkan,” jelas Ferry.

Ia menegaskan, rekam medis ini merupakan data pribadi sehingga hanya dokter dan orang bersangkutan yang dapat mengaksesnya. Sementara orang atau pihak lain baru bisa memperoleh data tersebut apabila seizin atau dengan persetujuan orang yang bersangkutan.

“Tentunya publik harus memahami bahwa hasil rekam medis itu adalah informasi yang dikecualikan,” kata Ferry.

“Itu adalah data pribadi. Data-data yang terkait dengan kesehatannya secara pribadi. Kalau pun orang per orang ingin mengetahui, maka harus dengan persetujuan orang yang bersangkutan,” papar Ferry.  (BOW)

Mengolah Data Pilkada Lebih Bermakna

Mengolah Data Pilkada Lebih Bermakna

pilkada

Jakarta (7/09)- Informasi apa yang dibutuhkan masyarakat saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)? Cara mencoblos, tempat mencoblos, cara mendaftar sebagai pemilih. Bukan hal sulit memperoleh informasi itu. Komisi Pemilihan Umum punya perangkat hingga tingkat RT untuk menyosialisaikannya. Termasuk para kandidat: siapa mereka? Pendidikannya apa? KPU juga mempublikasikannya. Tapi, informasi terkait komitmen dan integritas itu yang sulit dicari. Misalnya, si calon A itu pernah melakukan tindak pidana apa. Padahal, itu esensi dari pemilihan: memperoleh pemimpin yang berkualitas dan berintegritas.

“Transparansi harus menemukan manfaatnya” kata Erik Kurniawan, Peneliti Indonesian Parliamentary Center. untuk memberikan informasi yang berkualitas kepada pemilih, maka kita perlu memilah: informasi apa yang hendak diberikan, kepada siapa, dan untuk tujuan apa.

“Dalam kasus calon petahana, kita bisa kasih data mengenai komitmen si calon dalam anggaran daerah pada isu perempuan. Data olahannya kita kasih pada kelompok perempuan. Supaya mereka bisa menilai, apakah si calon masih layak untuk dipilih”

Pandu, dari Code for Bandung membagi pengalamannya. Pengisian izin membangun gedung (rumah, ruko) membingungkan warga Bandung. Ini peluang bagi para calo. “Kami mempertemukan orang-orang Dinas (Pertanahan) dengan warga. Ketemu. Ternyata kesulitannya pada pengisian formulir” jelas Pandu.

Code for Bandung mendorong komitmen dengan Pemerintah Kota Bandung untuk deklarasi data terbuka. Selama dua tahun terakhir, Code telah berkolaborasi dengan belasan komunitas untuk mendorong data terbuka bagi masyarakat. “Informasi mengenai formulir yang jelas bagi masyarakat ternyata mampu menyelesaikan satu persoalan” kata Pandu.

Data Pilkada disediakan oleh KPU, tapi sebagian besar kurang menarik. Partisipasi masyarakat perlu ditingkatkan untuk menambah nilai informasi yang telah dipublikasikan oleh KPU. Selain itu, crosscheck antar data yang dikeluarkan KPU dengan Badan Publik lain perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai informasi. [AH]

KPU Gandeng IPC, Laksanakan TOT Keterbukaan Informasi Publik

KPU Gandeng IPC, Laksanakan TOT Keterbukaan Informasi Publik

Tangerang, Kebebasaninformasi.org – Dalam rangka meningkatkan keterbukaan informasi publik, sesuai dengan amanat UU No. 14 tahun 2008, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia bekerjasama dengan Indonesian Parliamentary Center (IPC) melaksanakan Training of Trainers (ToT). Acara ini direncanakan berlangsung selama empat hari (17-20/2/2015), bertempat di Hotel Atria, Gading Serpong, Tangerang, Banten.

ToT ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan pelatihan khusus terhadap para calon Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) dilingkungkan KPU, baik di pusat maupun daerah. Peserta ToT berasal dari pejabat dan staf di lingkungan Sekretariat Jenderal KPU, serta personil Sekretariat KPU Provinsi yaitu, DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Aceh, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Maluku.

Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik, dalam kesempatan tersebut berharap kerja sama dengan IPC tersebut dilaksanakan supaya peserta dapat memahami mekanisme tentang pelayanan informasi publik sesuai dengan UU KIP. Supaya pelayanan terhadap masyarakat dapat terpenuhi dengan maksimal.

“Dengan adanya pelatihan ini, para peserta dapat mengimplementasikan ilmu yang diperoleh, sehingga pelayanan informasi kepada publik akan lebih meningkat lagi kedepannya,” ujar Husni seperti dilansir kpu.go.id.

Hal yang senada juga diungkapkan Komisioner KPU lainnya, Ferry Kurnia Rizkiyansyah. Ferry berharap para peserta dari KPU Provinsi yang mengikuti ToT ini dapat mendeseminasikan kegiatan tersebut kepada KPU Kabupaten/Kota di bawahnya.

“Setelah kegiatan ini, terkait dengan pelayanan informasi, saya mengharapkan ada upaya dari para personil untuk ketok tularkan terhadap satuan kerja masing-masing. Jadi, ilmunya tidak hanya sebatas untuk masing-masing peserta saja,” pungkas Ferry seperti dilansir kpu.go.id.

Adapun materi yang didapatkan dari ToT ini diantaranya, penjelasan tentang PKPU dan Standart Operational Procedure (SOP) Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Informasi, penjelasan tentang PPID, serta bagaimana melayani permohonan informasi dan keberatan. Selain itu, juga dilakukan simulasi tentang bagaimana beracara di Komisi Informasi.

KIP Gelar Anugerah Keterbukaan Informasi Publik 2014

KIP Gelar Anugerah Keterbukaan Informasi Publik 2014

Jakarta, Kebebasaninformasi.org – Komisi Informasi Pusat (KIP) menyampaikan Anugerah Keterbukaan Informasi kepada sejumlah kementrian, badan atau lembaga tertinggi, universitas partai politik, pemerintah provinsi, dan BUMN di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (12/12/2014).

Ketua KIP, Abdul Hamid Dipo Pramono menyatakan anugerah ini merupakan upaya untuk mengetahui tingkat kepatuhan badan publik dalam melaksanakan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Pemeringkatan seperti ini telah dilakukan semenjak tahun 2011 dengan menggunakan metode yang terus dikembangkan dan dievaluasi.

Tahun ini, untuk mendapatkan hasil yang presisif sesuai dengan realitas implementasi keterbukaan informasi yang dilakukan badan publik, KIP melakukan dua tahapan, yaitu penyebaran kuesioner penilaian mandiri dan visitasi berupa wawancara dan pembuktian secara langsung dokumen atau informasi.

Penyerahan piala dan piagam penghargaan dilakukan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dan ketua KIP. Dalam sambutannya, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan bahwa Indonesia telah memilih jalan demokrasi, sedangkan demokrasi mensyaratkan transparansi dan dalam tarnsparansi harus ada keterbukaan informasi. Wapres mengatakan bahwa keterbukaan informasi adalah suatu keharusan sehingga evaluasi dan pemeringkatan Badan Publik oleh KIP harus dilakukan karena didasarkan pada undang-undang. “Transparansi adalah kunci dari pemerintahan bersih,” kata Wapres.

Berikut ini adalah hasil penilaian Pemeringkatan Keterbukaan Informasi pada Badan Publik 2014:

Kategori Kementerian

  1. Kementerian Keuangan: 100
  2. Kementerian Perindustrian: 98,2
  3. Kementerian Perhubungan: 95,2
  4. Kementerian Sekretariat Negara: 93,8
  5. Kementerian Pertanian: 93,8
  6. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat: 92,2
  7. Kementerian Kesehatan: 84,4
  8. Kementerian Komunikasi dan Informatika: 83,4
  9. Kementerian Agama: 82
  10. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi: 79,6

Kategori Badan/Lembaga

  1. Arsip Nasional Republik Indonesia: 94,4
  2. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional: 94
  3. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan: 92,2
  4. Mahkamah Konstitusi: 88
  5. Badan Tenaga Nuklir Nasional: 87
  6. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: 85,6
  7. Badan Koordinasi Penanaman Modal: 81,8
  8. Mahkamah Agung: 80,4
  9. Komisi Yudisial: 79,4
  10. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah: 72,4

Kategori Pemerintah Provinsi

  1. Nusa Tenggara Barat: 98
  2. Aceh: 93,2
  3. Kalimantan Timur: 91
  4. Banten: 87,6
  5. Bali: 67
  6. DKI Jakarta: 66
  7. Jawa Barat: 63
  8. Jawa Tengah: 59,4
  9. Kepulauan Riau: 59,2
  10. Jawa Timur: 58,4

Kategori BUMN

  1. PT Bio Farma: 85,8
  2. PT PLN: 78,8
  3. PT Taspen: 70
  4. PT Perusahaan Gas Negara: 67,6
  5. PT Bank Negara Indonesia: 66,2
  6. PT Kimia Farma: 64,8
  7. PT Jasa Raharja: 64,6
  8. PT Inti: 62,6
  9. PT Perkebunan Nusantara V: 60
  10. PT Rajawali Nusantara Indonesia: 58

Kategori Partai Politik

  1. Partai Gerakan Indonesia Raya: 57
  2. Partai Keadilan Sejahtera: 31
  3. Partai Kebangkitan Bangsa: 22
  4. Partai Amanat Nasional: 16

Kategori Perguruan Tinggi Negeri

  1. Universitas Indonesia: 77,8
  2. Universitas Brawijaya: 64,6
  3. Institut Pertanian Bogor: 60,7
  4. Universitas Udayana: 49,4
  5. Universitas Islam Negara Syarif Hidayatullah Jakarta: 46,8
  6. Universitas Nusa Cendana Kupang: 46,8
  7. Universitas Riau: 44,8